Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Saturday, April 14, 2018

Rahasia dan Bukti Kebenaran Al-Quran




Pembaca yang budiman,
Al-Quran melalui Surat An-Nahl menjelaskan bahwa sesungguhnya sangat banyak rahasia alam semesta ini yang belum diketahui oleh manusia. Termasuk di dalamnya peristiwa maha dahsyat yang dikenal dengan sebutan "hari kiamat". Tidak ada satu manusia pun di seluruh jagad raya ini yang memiliki pengetahuan terkait waktu datangnya kiamat.

وَلِلّٰهِ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَمَآ اَمْرُ السَّاعَةِ اِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ اَوْ هُوَ اَقْرَبُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Dan milik Allah (segala) yang tersembunyi di langit dan di bumi. Urusan kejadian Kiamat itu, hanya seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nahl ayat 77)

Dalam penjelasan Tafsir Kementerian Agama, pada ayat ini Allah SWT menegaskan kesempurnaan ilmu-Nya tentang hal-hal yang ghaib dan kemahakuasaan-Nya. Di antara hal yang ghaib itu adalah segala yang berada di luar jangkauan indra dan akal pikiran manusia di seluruh jagad raya ini. Hanya Allah SWT yang mengetahui tentang apa yang ada di dalam, di luar, dan di sebalik alam nyata ini. Meskipun pengetahuan umat manusia tentang angkasa luar dan keadaan bumi saat ini, misalnya, sudah sangat banyak, namun apa yang belum mereka ketahui jauh lebih banyak lagi.

Ketika manusia sudah sampai di bulan, ternyata masih terbentang sngat luas di depan mereka keghaiban dan kerahasiaan yang ada di planet Mars, Venus, dlsb. Padahal planet-planet tersebut sebenarnya bagaikan butir-butir pasir di tengah sahara yang amat luas jika dibanding dengan luasnya alam semesta ini!

Demikian pula mengenai keadaan bumi tempat kita berpijak ini. Tidak seorang pun sarjana Geologi yang mampu memperkirakan dengan tepat dan scara pasti, kapan akan terjadi gempa bumi atau meletusnya sebuah gunung berapi.

Bahkan pada diri manusia sendiri terdapat demikian banyak hal yang masih merupakan misteri - atau rahasia Allah - yang belum diketahui, walaupun sudah berabad-abad sejak turunnya Al-Quran para ahli di bidangnya masing-masing berusaha menyelidiki dan mengungkapkannya.

Tidak seorang pun yang dapat memastikan apa yang akan dialami besok, kapan kematian akan datang kepadanya, dan di manakah dia akan dikuburkan. Semua itu merupakan persoalan ghaib bagi setiap manusia.

Kendati demikian,  ketidaktahuan itu justru merupakan rahmat Allah SWT yang besar bagi manusia. Karea dengan demikian manusia dapat menyusun rencana dan aktifitas yang sesuai dengan keinginan mereka. 

Hari kiamat termasuk pula hal ghaib. Allah SWT menyebutkan secara khusus tentang hari kiamat karena masalah itu banyak mendapat penolakan dan sanggahan pada setiap zaman dan setiap bangsa. Bahkan banyak orang yang mengingkarinya, dan menyatakan sebagai suatu hal yang tidak mungkin terjadi.

Allah SWT merahasiakan waktu datangnya hari kiamat agar manusia tidak menghentikan kegiatan hidupnya lalu berlomba-lomba melaksanakan ibadah sehingga mengabaikan segala bentuk kesenangan hidup yang disediakan oleh Allah SWT. Seharusnya manusia tidak perlu memikirkan kapan hari kiamat itu terjadi, karena hal itu adalah urusan Allah SWT. Yang penting adalah bagaimana menjalani kehidupan sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang telah ditetapkan Allah SWT.

Persoalan hari kiamat bagi Allah SWT sangatlah mudah. Kecepatan waktu peristiwa itu berlangsung secepat kedipan mata atau lebih cepat lagi. Kecepatan ini menurut waktu yang bisa digambarkan oleh hitungan manusia karena pengaturan Allah SWT terhadap alam semesta ini sesungguhnya tidak dapat dihubungkan dengan ruang dan waktu yang dipahami oleh manusia. Mudah atau gampang, cepat atau lambat adalah reltif menurut ukuran setiap manusia.

Allah SWT sesungguhnya sangat berkuasa atas segala perkara. Bila Allah SWT berkehendak atas sesuatu, Dia cukup berfirman, "Kun (Jadilah)," maka terciptalah sesuatu itu. Tidak satu pun yang dapat menghalangi kehendak-Nya.

Berikut beberapa petunjuk tentang bagaimana seharusnya mencermati "rahasia" Al-Quran berdasarkan tuntunan dan ajaran Islam. 


Thursday, April 12, 2018

Hakekat Shalat


Para sahabat rahimakumullah,
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, 
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisaa’: 103) “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah:43) 

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: 
“Islam dibangun atas 5 hal: Syahadat bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah kemudian mendirikan shalat, menunai-kan zakat, melaksanakan hajji ke Tanah Haram (Makkah) dan shaum di Bulan Ramadhan.” [H.R. Bukhari dan Muslim]

Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan tingginya posisi shalat dalam Islam dan sebagai salah satu rukunnya yang terpenting setelah syahadatain. Shalat juga merupakan amal yang paling afdhal setelah syahadatain, hal ini dikarenakan shalat adalah satu-satunya ibadah yang paling lengkap dan paling indah yang mengumpulkan berbagai macam bentuk ibadah. Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada seorang muslim.

Shalat lima waktu hukumnya fardhu ‘ain berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Allah memfardhukan shalat di malam mi’raj dari langit ketujuh. Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan dan kewajiban shalat.

Hadits-hadits yang menjelaskan tentang shalat 5 waktu beserta bilangan raka’atnya dan semua sifat gerakannya, telah mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Dan segala sesuatu yang dinukil secara mutawatir itu harus diterima oleh setiap muslim dan siapa pun yang menentang atau menolaknya, maka ia kafir! 

Berikut beberapa catatan mengenai shalat.

Akidah Islam

PENGERTIAN 

Akidah atau Aqidah (bahasa Arab: العقيدة, translit. al-'aqīdah) adalah intisari atau pokok dalam agama Islam, yang mana intinya adalah menegaskan bahwa Allah satu-satunya tuhan dan satu-satunya yang berhak disembah atau diibadahi, menegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang harus diteladani oleh seorang muslim, serta mengetahui, meyakini, dan mengamalkan rukun Islam dan rukun Iman. Menurut Prof. Soegarda Poerbakawatja (1976) aqidah, akidah diartikan sebagai kepercayaan penuh akan Allah dengan segala sifatnya. Aqidah merupakan ciri pembeda antara orang mukmin dengan orang kafir.

Etimologi

Istilah "Aqidah" atau sering dieja "akidah" berasal dari kata bahasa Arab: al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti "ikatan", at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti "kepercayaan atau keyakinan yang kuat", al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya "mengokohkan" atau "menetapkan", dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti "mengikat dengan kuat".

Sedangkan menurut istilah (terminologi), akidah dapat didefinisikan sebagai berikut:Hal-hal yang wajib diketahui dan diyakini oleh hati (pikiran dan hati).

Iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Berdasarkan defenisi tersebut, Akidah dapat didefinisikan keimanan yang teguh dan pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban beribadah dan taat kepada Allah, beriman kepada para malaikatNya, rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, hari Akhir, takdir baik dan buruk, serta segala permasalahan yang telah jelas dan shahih tentang landasan Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari salafush shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' salaf as-shalih.

Sumber Akidah

Kebenaran aqidah bersumber dari Al-Quran, Sunnah, dan Ijma’ para ulama. Di dalam Al-Quran, tercantum perintah untuk menaati Allah, Rasul, dan para ulil amri.

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59).

1. Al-Quran
Inilah sumber utama aqidah. Di dalamnya, ada petunjuk bagi orang beriman. Mereka yang menjadikan Al-Quran sebagai pedoman dan pegangan akan selamat di dunia dan akhirat.

Al-Quran merupakan kitab yang dijaga langsung oleh Allah. Sehingga tidak ada keraguan untuk menjadikannya pedoman. Allah menjamin Al-Quran akan terjaga, tidak akan berubah seperti kitab suci sebelumnya. Allah berfirman, “sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Ad Dzikro (Al Qur’an) dan Kamilah yang akan menjaganya” (QS. Al Hijr: 9).

2. As-Sunnah
As-Sunnah, atau Sunnah, merupakan pendamping Al-Quran sebagai sumber aqidah. Baik Al-Quran maupun As-Sunnah berasal dari wahyu. As-Sunnah merupakan sabda Rasulullah, manusia utusan Allah yang telah dijaga dari kesalahan dalam menyampaikan risalah-Nya. Semua yang dikatakan Rasulullah wajib diterima sebagai pedoman oleh orang beriman.

As-Sunnah disampaikan kepada para Sahabat, dan para Sahabat kemudian bersungguh-sungguh menjaga dan menyebarkannya hingga generasi selanjutnya. As-Sunnah berhasil dibukukan oleh para ulama dalam kitab-kitab Sunnah, seperti karya Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, dll.

Lingkup

Lingkup pembahasan akidah terdiri dari persoalan ketuhanan, kenabian dani pembalasan. Pembahasan akidah diawali dengan konsep Allah sebagai pencipta alam semesta dan pemeliharanya. Kemudian dilanjutkan dengan kenabian yang merupakan bentuk kasih sayang Allah. Lalu di akhir pembahasan dibahas mengenai pembalasan yang berkaitan dengan alam akhirat dan hari pembalasan.

Istilah Lain

Selain kata "Akidah", para ulama dari zaman ke zaman juga menggunakan istilah atau sebutan lain, dengan lingkup pembahasan yang sama. Contohnya sebagai berikut:

Iman, yang bermakna ucapan (lisan) dan perbuatan tubuh (atau keyakinan dan perbuatan). Contoh penggunaan istilah ini adalah pada judul Kitab Al-Iman karya Ibnu Mandah Al-Hambali (wafat 395 H) dan Kitab Al-Iman karya Ibnu Rojab Al-Hambali (wafat 795 H).Tauhid, yang bermakna mengesakan atau mengakui dan meyakini bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, sebagaimana maksud kalimat syahadat yang pertama. Contoh penggunaannya adalah judul kitab seperti Kitab Tauhid karya Ibnu Khuzaimah Asy-Syafi'i (wafat 311 H), Jauharotut Tauhid karya Imam Al-Laqqoni (wafat 1041 H), dan Kitab Tauhid karya Ibnu Abdul Wahhab (wafat 1206 H). 

As-Sunnah, makna "sunnah" disini berbeda dengan makna "sunnah" dalam fiqih. Contohnya adalah Syarhus Sunnah karya Imam Al-Muzani (wafat 264 H), Syarhus Sunnah karya Imam Al-Barbahari (wafat 329 H), Ushulus Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal (wafat 241 H) dan Ushulus Sunnah karya Imam Al-Humaidi (wafat 219 H).Ushuluddin atau pokok agama, contohnya adalah judul kitab Al-Ushulud Diyanah karya Imam Abul Hasan Asy'ari (wafat 324 H), dan juga istilah-istilah lainnya.

Penjabaran akidah tauhid

Walaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang beriman, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga macam penjabaran tauhid menurut Ibnu Taimiyah:

  • Al-Uluhiyyah, (al-Fatihah ayat 5 dan an-Nas ayat 3)
mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
  • Ar-Rububiyyah, (al-Fatihah ayat 2, dan an-Nas ayat 1)
mengesakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
  • Al-Asma' was-Sifat, (al-Ikhlas ayat 1-4, dan an-Nahl ayat 62).
mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya, artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah, dalam dzat, asma maupun sifat.
Iman kepada qadar adalah termasuk ar-rububiyah. Oleh karena itu, Imam Ahmad berkata: "Qadar adalah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang- tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.

Tauhid itu cuma satu tidak dibagi-bagi, menjadikan satu sebagaimana makna asalnya dengan tiga macam penjabaran/penjelasan, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istilah Tauhid Mulkiyah ataupun Tauhid Hakimiyah karena istilah ini adalah istilah yang baru. Apabila yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Rububiyah Allah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Uluhiyah Allah, karena hukum itu milik Allah dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40.

[Sumber: Wikipedia]

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers