Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Masyarakat. Show all posts
Showing posts with label Masyarakat. Show all posts

Saturday, November 20, 2021

Makna ‘Rahmat’ dalam Rahmatan lil ‘Alamin

Sedari awal Islam mengajarkan kepada pemeluknya perihal pentingnya menjalin hubungan yang ramah dalam bingkai toleransi antarumat beragama. Hal ini tidak lain selain sebagai bukti bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw merupakan ajaran rahmat bagi alam semesta.

Untuk menumbuhkan nilai-nilai toleransi, yang harus dipahami pertama kali adalah kesadaran bahwa perbedaan dalam agama merupakan hal niscaya yang memang tidak bisa dihindari, bahkan Al-Qur’an juga mengafirmasi perihal kebebasan tersebut.

Allah swt berfirman,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku” (QS Al-Kafirun [109]: 6).

Ayat ini menjadi bukti bahwa fakta adanya agama lain tidak bisa dibantah. Memang, umat Islam mesti meyakini bahwa hanya ajaran agamanya yang paling benar. Namun, dalam konteks relasi bermasyarakat, klaim itu tidak boleh sampai mengganggu, apalagi menegasikan, penganut agama-agama lain untuk hidup dengan aman.

Selain itu, ayat ini juga menjadi sebuah pesan tentang kebebasan beragama, bahwa Islam tidak mengajarkan pemaksaan. Keragaman agama adalah sebuah fakta yang niscaya, dan Islam mendorong umatnya untuk hidup berdampingan secara damai dengan umat-umat lainnya, tanpa saling menjelekkan. Rasulullah juga menerapkan nilai-nilai toleransi ini, dan jejak yang paling kentara adalah saat dirumuskannya Piagam Madinah.

Syekh Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa sikap toleransi antarumat beragama seharusnya menjadi kesadaran bagi semua umat manusia. Sebab, dengan toleransi, kerukunan bisa terjalin, kedamaian bisa tercipta di mana-mana, hingga bisa meminimalisasi perilaku kontraproduktif terhadap kerukunan antaragama. Selain itu, persatuan antarmanusia juga akan tercipta tanpa memandang latar belakang agama mereka masing-masing [Syekh Wahbah Zuhaili, Tafsir Munir fil Aqidah wasy Syariah wal Manhaj, (Damaskus, Bairut, Darul Fikr, cetakan kedua: 2000), juz I, h. 298].

Selain penafsiran di atas, ada ayat lain yang justru menjadi dalil paling pokok perihal spirit diutusnya Rasulullah saw, yaitu:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107).

Pada ayat di atas, Allah hendak menegaskan kembali bahwa di antara tujuan diutusnya Nabi Muhammad adalah untuk menanamkan kasih sayang kepada semua umat manusia, bahkan kepada seluruh alam, tanpa memandang latar belakangnya. Selain itu, yang dimaksud rahmat pada ayat di atas adalah tidak menjadikan ilmu pengetahuan tentang agama Islam sebagai media propaganda dan pemecah belah umat. Sebab, persatuan merupakan salah satu sendi-sendi Islam dan kekuatan paling solid sebagai agama yang menjunjung nilai-nilai persatuan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Jabir bin Musa bin Abu Bakar al-Jazairi dalam kitab tafsirnya, bahwa tidak sepatutnya ilmu pengetahuan dijadikan sebuah legitimasi propaganda dan perpecahan,

فَلَا يَنْبَغِي أَنْ يَكُوْنَ الْعِلْمُ وَالْمَعْرِفَةُ بِشَرَائِعِ اللهِ سَبَبًا فِيْ الفُرْقَةِ وَالْخِلَافِ
“Maka tidak sepatutnya, ilmu dan pengetahuan perihal syariat-syariat Allah, dijadikan sebagai media propaganda dan perpecahan.” [Al-Jazairi, Aisarut Tafasir li Kalamil Kabir, (Maktabah Ulum wal Hikmah, cetekan empat: 2003), juz 1, halaman 357].

Untuk menciptakan persatuan antar umat beragama, tidak ada cara paling tepat selain berlaku toleran, ramah, dan penuh kasih sayang kepada mereka. Oleh karenanya, toleransi menempati posisi sangat penting dalam ajaran Islam itu sendiri. Syekh Sulaiman al-Jamal dalam salah satu kitabnya juga memberikan penjelasan perihal kata rahmat pada frase rahmatan lil 'alamin dalam ayat di atas. Beliau mengatakan,

اَلْمُرَادُ بِالرَّحْمَةِ الرَحِيْمُ. وَهُوَ كاَنَ رَحِيْمًا بِالْكَافِرِيْنَ. أَلَا تَرَى أَنَّهُمْ لَمَّا شَجُّوْهُ وَكَسَرُوْا رَبَاعِيَتَهُ حَتَّى خَرَّ مُغْشِيًّا عَلَيْهِ. قَالَ بَعْدَ اِفَاقَتِهِ اللهم اهْدِ قَوْمِى فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
“Yang dimaksud dengan rahmat adalah ar-rahim (bersifat penyayang). Nabi Muhammad saw adalah orang yang bersifat penyayang kepada orang kafir. Tidakkah Anda lihat, ketika orang kafir melukai Nabi dan mematahkan beberapa giginya, hingga ia terjatuh dan pingsan, kemudian ketika sadar ia berdoa kepada Allah, ‘Ya Allah! Berilah hidayah untuk kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui’,” [Sulaiman al-Jamal, al-Futuhatul Ilahiyah bi Taudhihi Tafsiril Jalalain lid Daqaiqil Khafiah, (Lebanon, Bairut, Darul Kutub Ilmiah) juz V, h. 176].

Pada keadaan yang sangat genting, bahkan nyawa hampir terancam, justru Rasulullah menampakkan kasih sayangnya yang sangat tinggi. Beliau tetap ramah kepada mereka yang bukan hanya menolak risalah beliau, melainkan juga hendak membunuh Nabi. Jika dalam keadaan seperti itu saja Rasulullah bersikap toleran kepada pemeluk agama lain, maka sudah menjadi kewajiban dalam keadaan damai, seperti di Indonesia, toleransi menjadi sikap yang harus dipedomani semua umat beragama. Oleh karenanya, dalam konteks masyarakat yang majemuk, setiap pemeluk agama harus menyadari bahwa perbedaan agama adalah realitas kehidupan dan suatu keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Dengan menyadari hal tersebut, kita semua berinteraksi dengan baik kepada siapa saja selama itu mendorong terwujudnya kehidupan yang adil dan damai. 



[Sumber: Sunnatullah | NU Syariah]


Sunday, March 6, 2011

010. Membina hubungan baik dengan sesama



Para pembaca yang budiman,
Dengan rahmatnya, MUHAMMAD berusaha mengarahkan ketakutan manusia pada Allah. Suatu ketakutan yang kadang kala menutup hati dan penglihatan mereka. Menggiring ummatnya ke sisi Tuhan Yang Maha Kasih dan Sayang, yang senantiasa menerima kekhilafan dan taubat hamba-Nya, yang selalu mengampuni dosa dan gembira menyambut hambaNya yang kembali ke padaNya. Lebih gembira dari seorang ayah yang kasih menemukan kembali anaknya yang hilang.

Kini, marilah kita meneliti pula bagaimana MUHAMMAD mengenyahkan rasa takut jenis lainnya, yakni
rasa takut terhadap manusia.

Kenapa manusia harus merasa takut terhadap sesamanya? Takut adalah perasaan hilangnya rasa aman. Setiap upaya orang memperkecil atau melenyapkan rasa aman itu merupakan suatu tindakan terror dan kezaliman. Dan di belakang semua tindakan permusuhan yang menimbulkan rasa takut itu, bersembunyi suatu kekuatan angkara murka, yakni keganasan hati. Keganasan hati atau keganasan pribadi merupakan pendorong segala perbuatan orang yang mendatangkan keresahan dan ketakutan pada sang korban. Dan keganasan itu sekalipun di awasi secara konstitusional ataupun lewat keadilan hukum, namun dalam tindakannya menampilkan bentuk aslinya, yakni, kezaliman!

Kata mutiara Romawi kuno mengatakan:

Keadilan yang tajam sama dengan kezaliman yang tajam.

Dalam upaya mengatasi penyakit takut itu, MUHAMMAD mulai dari sumber sebab-sebabnya, dari sarang penyakit itu. dari keganasan jiwa. Kemudian, barulah beliau menanggulangi rasa takut itu dalam segala corak dan manifestasinya. Dan berkat rahmatnya yang besar itu, dapatlah diciptakan suatu kehidupan yang bersih dari rasa takut. Keganasan merupakan musuh bebuyutan dari rahmat. Karena itulah Rasulullah bertindak tegas dalam menghadapinya. Baik keganasan yang kecil apalagi yang besar, yang tentunya akan besar pula bahayanya. ‘

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:

“Beberapa orang Badui datang bertamu pada Rasulullah saw., lalu mereka berkata: “Apakah kalian mencium anak-anak kalian?” Jawab Rasulullah: “Ya”. Maka kata mereka pula: “Tapi kami, demi Allah, tidak pernah melakukannya!”. Lalu sabda Rasulullah saw.,: “Apa dayaku kalau sekiranya Allah akan mencabut rahmat dari dalam hati kalian!”
Ciuman kasih kebapaan yang kita tunjukan sebagai tanda cinta pada anak-anak kita, merupakan sesuatu yang agung dalam penilaian MUHAMMAD. Jadi bukan sekedar hiburan atau main-main. Tapi merupakan suatu wajah rahmat yang di tampilkan sepintas lalu, namun di dalamnya tersimpan kekayaan besar yang diinginkan MUHAMMAD bagi setiap orang, yakni berupa rahmat, kelembutan, dan kecintaan. Maka beliau hampir mengecap mereka yang tidak perduli untuk mempraktekkan rahmat yang nampaknya sepele itu, sebagai orang yang berhati batu. Dan pada mereka diberitahukan, bisa jadi Tuhan akan mencabut rasa kasih dari hati mereka.

Sabda beliau: 
“Barangsiapa tidak mengasihi dan menyayangi manusia maka dia tidak dikasihi dan tidak disayangi Allah". [HR. Bukhari]

“Tiada dicabut rahmat kasih sayang, kecuali dari (hati) seorang pendurhaka. [HR. Abu Dawud]

Mencium anak yang nampaknya merupakan rahmat yang sepele itu, hendaknya ditingkatkan pula dengan mempraktekkan rahmat secara merata dalam segala aktifitas kehidupan.

  • Ucapan yang lembut mengandung rahmat,
  • Pandangan yang manis berisi rahmat,
  • Bimbingan yang lemah lembut adalah rahmat,
  • Nasihat yang baik termasuk rahmat,
  • Memberi rahmat merupakan rahmat,
  • Mengunjungi orang sakit (ta’ziah) termasuk rahmat,
  • Menebarkan salam adalah rahmat,
  • Malah menyambut (mendoakan) orang yang bersin juga rahmat.
Meskipun nampaknya kecil dan sederhana, semua pekerjaan itu dipandang Rasulullah sebagai untaian mutiara yang akan memperindah hubungan sosial dan menciptakan ikatan persaudaraan. Dan dengan sendirinya akan menghapuskan upaya pemerkosaan hak, melenyapkan rasa takut, dan menciptakan hubungan baik.

MUHAMMAD senantiasa menutup jalur yang menimbulkan rasa takut seseorang terhadap sesamanya, dengan memupuk jalan kearah percaya pada diri sendiri, membina hubungan akrab sesamanya, serta berusaha semaksimal mungkin menempuh cara terbaik dalam berkata-kata dan bertindak.

MUHAMMAD saw, dengan segala kelembutannya dan kasih sayangnya, sangatlah menganjurkan hubungan antar manusia yang hakiki, yang sarat dengan cinta dan rasa saling memiliki antar sesama. Persaudaraan orang mukmin diibaratkan beliau sebagai sebuah bangunan rumah atau bagaikan sesosok tubuh yang saling bertautan rasa.

Sabdanya:

  • “Orang mukmin sesama orang mukmin bagaikan sebuah rumah. Satu sama lain hendaklah saling menguatkan.”
  • “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam dalam hal saling mencinta,, saling mengasihi dan saling menyayang, bagaikan sesosok tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka seluruh tubuh pun akan merasakan sakitnya. Tidak dapat tidur dan demam.”
  • Manusia dengan manusia lainnya merupakan saudara, “Ia tidak boleh dizalimi, tidak boleh dihinakan dan tidak boleh dicemoohkan.”
Ucapan yang sederhana itu, yang memantulkan rasa kasih saying dan kelembutan, punya dampak yang kuat dalam membina persaudaraan kemanusiaan. Rasulullah berusaha keras menggalakkan persaudaraan, seperti juga halnya beliau sangat kuat membina hati yang masih sehat, murni dan jujur.

Barra’ bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah saw.mewasiatkan pada kami untuk melakukan tujuh perkara:

  1. Memerintahkan kami mengunjungi orang sakit,
  2. Mengantarkan jenazah,
  3. Menyambut orang bersin,
  4. Menebuskan sumpah orang lain,
  5. Menolong orang teraniaya,
  6. Menyambut undangan,
  7. dan menyebar-luaskan (menebarkan) salam.”
Karena keganasan itu dalam banyak aspeknya bersumberkan sifat lupa diri. an lupa diri ini pulalah asal dari sikap suka menghina orang-orang yang rendah kedudukannya dalam masyarakat, bukan karena orang berbuat siatu dosa. Lantas karena lupa diri ditimbulkan dari perasaan sombong karena punya harta, kedudukan atau pangkat, maka MUHAMMAD menyamakan semua manusia dengan asal mereka, yakni tanah.

Asal yang sama itu kranya bisa menyembuhkan penyakit lupa diri yang egois itu, dan sekaligus bisa jadi obat penawar bagi kaum lemah dan rakyat jelata. Dalam hal ini MUHAMMAD menampilkan perumpamaan bagi orang-orang yang mau berfikir:
“Surga dan Neraka saling menonjolkan kebanggaan masing-masing. Kata Neraka: “Di dalam saya berkumpul para tiran yang angkara murka. Dan Surga berkata: “Di dalam saya berkumpul orang-orang lemah dan orang-orang miskin. Lalu Allah menengahi keduanya. Firmannya pada Surga: “Engkau rahmatKu, dengan engkau Aku merahmati siapa yang Aku kehendaki”. Dan pada Neraka Dia berfirman: “Engkau siksa-Ku, dengan engkau Aku menyiksa siapapun yang Aku kehendaki.”
Dengan perumpamaan yang dalam ini, kita memahami cara MUHAMMAD membabat habis unsur perpecahan jiwa manusia sampai keakar-akarnya.

~ Para tiran yang angkara murka itu berada dalam kedudukan yang patut untuk diirikan orang. Dan kedudukannya itu tidak memberikan hak baginya untuk berlaku sombong terhadap hamba-hamba Allah lainnya. Karena penyakit angkuh, sombong dan dengki, para tiran bergelimang dalam api kehinaan, dijauhkan dari rasa cinta pada sesama manusia atau tidak mendapatkan doa dari sesama manusia.

~ Mereka yang nampaknya lemah dan sengsara, namun bersih dari kuman penyakit lupa daratan, dari hidup bermewah-mewah serta dari angkara murka, mereka inilah yang akan meraih surga kasih sayang, Ketenteraman hidup dan keselamatan.

Selanjutnya Rasulullah mengecam pedas keganasan orang-orang sombong, dengan sabdanya:

  • “Adapun orang-orang yang tinggi besar itu, akan dihadapkan di hari Kiamat, sedangkan nilai timbangannya di sisi Allah tidak lebih dari sayap seekor nyamuk.”
Dan orang-orang yang ‘tinggi besar’ itu dimaksudkan sebagai ejekan terhadap orang yang merasa besar karena kedudukannya, merasa tinggi karena pangkatnya, serta menggelembungkan diri karena kekayaannya.
Mari kita baca riwayat ini: “Telah berjalan seorang lelaki di hadapan Nabi saw. lalu Tanya beliau pada seorang yang hadir: “Bagaimana pendapatmu tentang orang itu?” Orang yang ditanya, menjawab: Dia orang bangsawan. Orang semacam itu kiranya kalau meminang akan diterima, dan kalau menolong orang akan berhasil”. Rasulullah berdiam diri sejenak. Lantas ada orang lain lagi melintas dihadapannya. Lalu tanyanya lagi: “Bagaimana pula pendapatmu tentang dia?” Orang yang ditanya, menjawab: “Ya, Rasulullah, dia seorang Islam yang miskin. Kalau meminang mungkin ditolak orang, kalau menolong orang tidak akan berhasil, dan kalau bicara tidak akan didengar”. Maka sabda Rasulullah: “Dia lebih utama sebanyak isi bumi ini ketimbang orang yang pertama tadi.”
Kiranya Rasulullah saw., berdasarkan makna riwayat tersebut, mengangkat martabat orang yang rendah hati dan menilai rendah orang yang silau oleh pangkat dan kedudukan. Rasulullah tidak mencampakkan orang pertama itu hanya karena dia bangsawan. Tetapi karena orang itu bersikap lupa daratan karena kebangsawanannya. Malah orang kecil yang bekerja secara diam-diam dan rendah hati, dinilai lebih tinggi oleh Rasulullah daripada mereka yang bersikap lupa daratan karena kedudukannya.

Semoga shalawat dan salam selalu di limpahkan-Nya bagi junjungan kita Rasulullah SAW beserta ahlul baitnya, para sahabatnya, para tabi’in, tabi’ut tabi’in serta seluruh umat Islam yang taat pada risalahnya hingga di akhir zaman.
Amin.

[Dari buku NABI MUHAMMAD JUGA MANUSIA, Karya Khalid Muhammad Khalid]
CATATAN
Tulisan ini merupakan mukadimah dari 21 tulisan lain yang kami turunkan berdasarkan pokok bahasannya masing-masing. Untuk memudahkan anda, halaman selanjutnya dapat diikuti melalui nomor urut di bawah ini, atau melalui lampiran Kata Pengantarnya di sini.

Halaman 10 dari 21
1    2    3    4    5    6    7    8    9    10    11    12    13    14    15    16    17    18    19    20    21   


Baca juga
Hakikat Mencintai Rasulullah

Saturday, March 5, 2011

018. Jangan mendzalmi sesama




Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,
Sudah kami katakan sebelumnya, bahwa kekuatan MUHAMMAD dalam memegang teguh keadilan itu, bukanlah semata-mata karena berbangga-banggaan dengan kerendahan hati atau hanya bersenang-senang dengan kelezatan berbuat adil. Tidak! MUHAMMAD memegang teguh keadilan, karena penghargaannya terhadap keadilan itu sendiri.

Karena kesadarannya akan hakekat dan kedudukannya di tengah masyarakat sebagai bagian dari masyarakat, sebagai seorang yang sama dengan mereka. Maka sudah menjadi kewajiban beliau dan juga menjadi kewajiban semua orang untuk berlaku adil. Setiap penyimpangan dari neraca itu akan merusak dan mendatangkan bencana terhadap seluruh kehidupan. Beliau memegang teguh pada keadilan lebih dari siapapun. Karena beliau memang diciptakan untuk keadilan dan untuk itu pulalah beliau diutus.

MUHAMMAD punya pandangan yang unik tentang keadilan. Beliau tidak hanya menjadikan keadilan sebagai keutamaan manusia belaka. Malah keadilan itu diletakkannya di tempat yang tertinggi. Bahkan keadilan telah menjadi watak dan Akhlak Allah SWT. Dan merupakan metode yang telah diwajibkan bagi diri-NYA sendiri.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah SWT berfirman:
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya telah AKU haramkan atas diri-KU perbuatan zhalim dan Aku jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.” [1]

Maka jika MUHAMMAD mengetengahkan Tuhan-nya Yang Maha Kuasa melaksanakan kehendak-Nya, bahkan telah mengharamkan kedzaliman pada diri-Nya, tentulah Dia memandang kedzaliman itu suatu dosa yang tiada taranya di antara dosa-dosa umat manusia.

Sehubungan dengan itu, beliau saw banyak mengeluarkan ancaman dan peringatan keras terhadap kedzaliman.

Beliau Saw bersabda:
“Jauhilah kedzaliman, sesungguhnya kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat.

“Waspadalah terhadap do'a orang yang didzalimi. Sesungguhnya antara dia dengan Allah tidak ada tabir penyekat." [HR. Mashabih Assunnah]

“Do'anya seorang yang didzalimi terkabul meskipun dia orang jahat dan kejahatannya menimpa dirinya sendiri." [HR. Ahmad]

“Do’a orang yang teraniaya diangkat Allah menembus awan dan dibukakan pintu langit baginya, seraya Allah berfirman padanya; “Demi Keagungan-KU, Aku akan membelamu sampai kapan pun.”

“Waspadalah terhadap do'a orang yang teraniaya, karena do’anya naik ke langit seperti bunga api."
Dalam hadits Qudsi Allah Azza Wajalla berfirman:
"Dengan keperkasaan dan keagungan-KU, AKU akan membalas orang dzalim dengan segera atau dalam waktu yang akan datang. AKU akan membalas terhadap orang yang melihat seorang yang didzalimi sedang dia mampu menolongnya tetapi tidak menolongnya." [HR. Ahmad]

Oleh sebab itu, maka WASPADALAH! 
Janganlah sekali-kali berbuat dzalim.

Menurut junjungan kita MUHAMMAD saw;
"Kedzaliman akan memakan keutamaan (kebaikan) si dzalim seperti halnya api memakan sekam."

MUHAMMAD Saw senantiasa melarang ummat manusia agar tidak berbuat zhalim antar sesama mereka sebab perbuatan zhalim diharamkan dan akibatnya amat fatal baik di dunia mau pun di akhirat. Dan karena Hari Kiamat itu merupakan suatu hari pengadilan semesta untuk menetapkan pahala dan dosa umat manusia seluruhnya, maka Rasulullah saw senantiasa menampilkan potret si dzalim dengan segala keburukannya.
Pada hakekatnya, setiap orang akan mengalami kiamatnya sendiri-sendiri. Dan hukum qishash itu senantiasa terlaksana. Hari qishash itu tergantung dari Anda, dan itulah yang akan menampilkan kiamat Anda. Janganlah ada yang mencoba-coba berkata: “Mana mungkin ada Hari Kiamat?” Padahal orang itu sangat dekat dengan hari kiamatnya sendiri.
MUHAMMAD Saw bersabda, memperingatkan si dzalim akan hari pembalasan:
“Waspadalah sungguh-sungguh terhadap kedzaliman itu. Karena orang yang datang dengan kebaikan-kebaikannya di Hari Kiamat, dan ia mengira bahwa kebaikan-kebaikannya itu akan menyelamatkannya. Tiba-tiba tidak putus-putus datang pengaduan dari orang lain, yang mengadukan: “Ya Allah! Hamba-Mu itu telah melakukan kedzaliman padaku.” Maka firman Allah: “Hapuskan (kurangkan) bagian pahala dari kebaikannya itu”. Dan begitulah seterusnya sampai tidak tersisa kebaikannya itu walau sedikit pun. Dan apabila sdh tidak tersisa lagi amal kebaikannya, maka dosa-dosa orang yang pernah didzaliminya, akan dibebankan pada dirinya.”

Tindakan qishash bagi kedzaliman itu pasti terjadi dan secara tiba-tiba datangnya. 

Tentang hal ini Beliau saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza Wajalla menangguhkan (mengulur-ulur) azabnya terhadap orang dzalim dan bila Dia mengazab-nya tidak akan luput (tidak akan di lepaskan lagi)." [HR. Muslim]

Kemudian Rasulullah membacakan doa dalam surat Hud ayat 102: Allah Ta’ala berfirman,

“Dan begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS Huud:102)

MUHAMMAD saw mengingatkan kepada kita semua tentang betapa buruknya perbuatan dzalim itu, namun Beliau saw juga selalu mengingatkan kita tentang betapa luasnya kekuasaan dan ampunan Allah terhadap para hamba-Nya. Karena itu, bila sedang lupa hingga tergelincir kedalam perbuatan maksiat (mendzalimi diri sendiri), maka hendaklah seorang Mukmin bersegera dalam melaksanakan taubat kepada Allah serta meminta maaf kepada saudara kita yang terdzalimi, dan tidak menunda-nunda taubat, sebab kita tidak pernah mengetahui kapan ajal menjemput sehingga kita mati sebelum sempat bertaubat hingga menyebabkan kita memperoleh murka-Nya.

Beliau selalu memberikan harapan kepada kita agar senantiasa bersangka'an baik terhadap Allah, dan hendaknya tidak berputus asa dari mengharap rahmat-Nya serta meyakini sepenuhnya bahwa Dia pasti mengampuni sebesar apa pun dosa-dosa hamba-Nya. selama ia tidak berbuat syirik terhadap-Nya.
Dan firman-Nya:
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri.” (QS Yunus:44)

Dalam sebuah hadits Qudsi Allah Swt berfirman:
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya ia hanyalah perbuatan-perbuatan kalian yang aku perhitungkan bagi kalian, kemudian AKU cukupkan buat kalian; barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya sendiri.” [HR.Muslim]
[Makna kata “Perbuatan dzalim”, Kedzaliman artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, yaitu melampaui batas; dan Makna “Aku cukupkan buat kalian”: adalah AKU membalas kalian berdasarkan perbuatan kalian baik kecil mau pun besar, yaitu di akhirat kelak.]

Allah SWT juga berfirman dalam Al-Qur'an:
“Dan Aku sekali-kali tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku.” (QS Qaaf:29).

Sikap dzalim dan bakhil (kikir) adalah akar dari kegelapan hati dan yang dapat menyebabkan pelakunya mendapatkan siksa yang pedih.

Maka dengan kasih sayangnya, MUHAMMAD berupaya untuk menghilangkan kedzaliman dari hati manusia dengan peringatan yang tegas, agar kita tidak terjerumus dan mengalami kesengsaraan di hari kiamat kelak.

Rasulullah SAW bersabda,
“Takutlah kamu akan berbuat dzalim! Karena perbuatan dzalim itu menyebabkan kegelapan di hari Kiamat."  [HR.al-Bukhary dan Muslim]

"Jauhilah kekikiran, sesungguhnya kekikiran telah membinasakan (umat-umat) sebelum kamu, mereka saling membunuh dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan.” [HR. Al-Bukhari]

Dalam sabdanya yang lain:
“Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengulur-ulur bagi pelaku kezhaliman hingga bila Dia menyiksanya, Dia tidak akan membuatnya lolos (dapat menghindar lagi).” [HR. Al-Bukhary]

“Barangsiapa mendzalimi orang lain terhadap sejengkal lahan maka kelak dia akan dililit dengan tujuh petala bumi." [HR. Bukhari dan Muslim]

MUHAMMAD SAW sangat menentang segala bentuk kedzaliman, dan karenanya, beliau senantiasa memperingatkan umatnya tentang balasan Allah terhadap orang-orang yang berbuat dzalim dengan sabdanya dalam hadits-hadits berikut ini:

“Barangsiapa berjalan bersama seorang yang dzalim untuk membantunya dan dia mengetahui bahwa orang itu dzalim maka dia telah ke luar dari agama Islam”. [HR. Ahmad dan Ath-Thabrani]

“Kebaikan yang paling cepat mendapat ganjaran ialah kebajikan dan menyambung hubungan silaturahim, dan kejahatan yang paling cepat mendapat hukuman ialah kedzaliman dan pemutusan hubungan silaturahim." [HR. Ibnu Majah]

"Bila orang-orang melihat seorang yang dzalim tapi mereka tidak mencegahnya dikhawatirkan Allah akan menimpakan hukuman terhadap mereka semua." [HR. Abu Dawud]

Betapa indahnya hadis diatas.., yang merupakan sebagian kecil dari ribuan untaian kata-kata penuh hikmah, yang keluar dari lisan seorang insan suci nan mulia. seorang hamba dan utusan Allah, yang nota bene adalah seorang yang ummi (seorang yang tidak bisa membaca dan menulis), akan tetapi untaian mutiara hikmah yang telah disabdakannya. yang seluruhnya terhimpun dalam kitab-kitab hadits shahih yang menjadi rujukan ke-dua bagi ummat Islam (setelah al-Qur’an), sungguh telah melampaui kata-kata mutiara dari semua ahli hikmah yang pernah ada di muka bumi ini. Subhanallah..

CATATAN 
[1] Naskah hadits (Qudsi) selengkapnya adalah sbb:

  • “Wahai para hamba-KU, sesungguhnya telah AKU haramkan atas diri-KU perbuatan zhalim dan AKU jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.
  • “Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah sesat kecuali orang yang telah AKU beri petunjuk; maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya AKU beri kalian petunjuk."
  • ”Wahai para hamba-Ku, setiap kalian itu adalah lapar kecuali orang yang telah AKU beri makan; maka mintalah makan kepada-KU, niscaya AKU beri kalian makan."
  • ”Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah telanjang kecuali orang yang telah AKU beri pakaian; maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya AKU beri kalian pakaian."
  • ”Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat kesalahan di malam dan siang hari sedangkan AKU mengampuni semua dosa; maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya AKU ampuni kalian."
  • ”Wahai para hamba-Ku sesungguhnya kalian tidak akan mampu menimpakan bahaya kepada-KU sehingga kalian bisa membahayakan-KU dan tidak akan mampu menyampaikan manfa’at kepada-KU sehingga kalian bisa memberi manfa’at pada-KU."
  • “Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling taqwa di antara kamu (mereka semua adalah ahli kebajikan dan takwa), maka ketaatanmu itu tidaklah menambah sesuatu pun dari Kekuasaan-KU."
  • ”Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling fajir (bejad) di antara kalian (mereka semua ahli maksiat dan bejad), maka semua itu, tidaklah mengurangi sesuatu pun dari kekuasaan-Ku."
  • ”Wahai para hamba-Ku, andaikata generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian berada di bumi yang satu (satu lokasi), lalu meminta kepada-Ku, lantas AKU kabulkan permintaan masing-masing mereka, maka hal itu tidaklah mengurangi apa yang ada di sisi-KU kecuali sebagaimana jarum bila dimasukkan ke dalam lautan."
  • "Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya ia hanyalah perbuatan-perbuatan kalian yang aku perhitungkan bagi kalian kemudian AKU cukupkan buat kalian; barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji ALLAH dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya sendiri.”
[HR.Muslim]

Pesan-Pesan Hadits
Hadits ini merupakan hadits Qudsi, yaitu Hadits yang diriwayatkan Rasulullah SAW dari Rabb-nya.

Perbedaan antara Hadits Qudsi dan Al-Qur’an di antaranya adalah:
Bahwa al-Qur`an al-Kariim adalah mukjizat mulai dari lafazhnya hingga maknanya sedangkan Hadits Qudsi tidak memiliki kemukjizatan apa pun - Bahwa shalat tidak sah kecuali dengan al-Qur`an al-Kariim sedangkan Hadits Qudsi tidak sah untuk shalat - Bahwa al-Qur`an al-Kariim tidak boleh diriwayatkan dengan makna sementara Hadits Qudsi boleh.

Hadits tersebut menjelaskan bahwa Allah Ta’ala Maha Suci dari semua sifat kekurangan dan cela, di antaranya berbuat zhalim, di mana Dia berfirman, “Sesungguhnya telah Aku haramkan atas diri-Ku perbuatan zhalim.”

Semoga shalawat dan salam selalu di limpahkan-Nya bagi junjungan kita Rasulullah SAW beserta ahlul baitnya, para sahabatnya, para tabi’in, tabi’ut tabi’in serta seluruh umat Islam yang taat pada risalahnya hingga di akhir zaman.
Amin.

[Dari buku NABI MUHAMMAD JUGA MANUSIA, Karya Khalid Muhammad Khalid]
CATATAN
Tulisan ini merupakan mukadimah dari 21 tulisan lain yang kami turunkan berdasarkan pokok bahasannya masing-masing. Untuk memudahkan anda, halaman selanjutnya dapat diikuti melalui nomor urut di bawah ini, atau melalui lampiran Kata Pengantarnya di sini.

Halaman 18 dari 21
1    2    3    4    5    6    7    8    9    10    11    12    13    14    15    16    17    18    19    20    21   


Baca juga
Hakikat Mencintai Rasulullah

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers