Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Tausyiah. Show all posts
Showing posts with label Tausyiah. Show all posts

Friday, August 19, 2011

Bahaya Miras, Judi, dan mengundi Nasib


Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita, baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam beserta ahlul bait-nya, para shahabat Salaffus Shalih, para tabi'in, tabi'ut tabi'in serta seluruh umat Islam yang setia dan menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.



Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (minum) khamr, berjudi, (menyembah) berhala, mengundi nasib adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan."

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاء فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ
وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ اللّهِ وَعَنِ الصَّلاَةِ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
"Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan dari salat; maka berhentilah kamu (melakukannya)." (QS Al-Maa-idah [5]: 90--91).


1. BAHAYA MIRAS
Maraknya produksi dan penjualan minuman keras di negara kita sekarang ini sudah sangat mengkhawatirkan. Hal ini sepertinya ingin mempertegas bahwa bangsa kita sedang dalam proses menjadi sebuah bangsa yang teler.

Ditambah lagi dengan membanjirnya produk-produk luar negeri, bahkan sedikit demi sedikit mulai dijual bebas. Belum lagi masalah narkoba yang sulit ditanggulangi, juga menjadi masalah yang semakin bertambah setiap harinya. Korbannya tak hanya orang dewasa, tetapi juga pemuda, dan bahkan anak-anak. Bahayanya? O, banyak sekali.


Dapatkah Anda membayangkan apa yang akan dilakukan oleh orang yang sudah kehilangan akal dan kontrol diri? Banyak hal tak terduga yang akan dilakukannya tanpa beban sedikit pun. Mulai dari merusak rumah tangga sendiri, membunuh, merampok, menodong, dan lain sebagainya. Otomatis seseorang akan terhalang dari salat dan mengingat Allah jika berada dalam keadaan teler dan mabuk. Inilah yang memang diinginkan setan.

Keyakinan bodoh pengonsumsi miras bahwa stress bisa hilang, beban pikiran bisa terbang dengan minuman keras, kadang dijadikan suatu alasan untuk membenarkan perbuatannya. Belum lagi alasan-alasan lain yang dibuat-buat. Lebih mengherankan lagi adalah apa yang melandasi pemerintah memberi izin merek tertentu, orang tertentu atau perusahaan tertentu untuk memproduksi, mengimpor, dan menjual minuman keras. Apakah ada survei bahwa bangsa ini sedang membutuhkan minuman keras? Atau mungkin mereka sendiri yang membutuhkannya, lalu melegalkannya untuk memenuhi selera mereka? Wallahu a'lam.

2. BAHAYA JUDI
Penyakit lain adalah Judi. Mental-mental judi jika sudah merasuki jiwa seseorang niscaya akan merusak jiwa dan akalnya. Melegalisasikan perjudian dengan melakukan lokalisasi di wilayah tertentu bukanlah solusi yang tepat.

  • Kami pernah punya pengalaman melihat bagaimana pengaruh judi terhadap pelakunya. Dulu ada yang namanya Hwa-hwe -'Nalo' (Nasional Lotere) yang kemudian dirubah namanya menjadi SDSB.
  • Tetapi, ternyata para penjudi itu tidak hanya puas dengan SDSB. Banyak cara-cara judi yang tak masuk akal yang mereka lakukan. Contohnya, dua pihak yang berjudi sama-sama makan sepotong kecil tebu, setelah itu mereka lemparkan. Nah, ampas siapa yang lebih dulu dihinggapi oleh lalat, maka dialah yang menang. Ironinya, mereka rata-rata adalah orang-orang kurang mampu. Kebanyakan mereka hanya penjual sayuran atau rempah-rempah di pasar mingguan, petani kecil, tukang becak, dan sejenisnya.Sebenarnya hanya ada satu kata untuk miras dan judi, yaitu "perang".
3. RITUAL BERBAU SYIRIK
Satu hal lagi yang dilarang Allah adalah melakukan kurban untuk berhala-berhala atau selain Allah. Bentuknya tidak terbatas hanya pada menyembelih binatang, tetapi juga dengan mempersembahkan sesajen ke laut dan sejenisnya. Perbuatan ini jelas-jelas berbau syirik.

Namun, setan membungkusnya dengan berbagai hal yang berbau Islami, sehingga orang-orang yang tidak mengerti menyangka bahwa apa yang mereka lakukan adalah ajaran Islam, padahal
tidak sama sekali.

Setan tidak hanya masuk melalui pintu-pintu kejahatan untuk menyesatkan manusia, tetapi ia juga masuk melalui pintu-pintu ibadah dengan menimbulkan ritual baru yang dibungkus dengan beberapa hal berbau Islam. Tujuannya tak lain adalah menyesatkan kaum muslimin dan manusia pada umumnya. Di negeri ini ritual-ritaul pengorbanan dan persembahan sesajen masih sangat sering dilakukan di berbagai pelosok. Yang menyedihkan adalah mereka yang melakukannya notabene adalah kaum muslimin, bahkan mereka menganggap hal itu ajaran Islam. Na'udzubillah!

Juga sama halnya dengan mengundi nasib, meramal, dan sejenisnya. Ramalan bintang, shio, membaca telapak tangan, kartu tarot, dan sejenisnya merupakan variasi bentuk dari meramal dan mengundi nasib. Bentuk berbeda, tetapi hakikatnya sama.

Nasib adalah perkara gaib yang tidak diketahui, kecuali oleh Allah. Para peramal itu hanyamenerka-nerka dan sebagian meneruskan bisikan setan kepadanya. Sesuatu yang bersifat spekulatif kadang-kadang memang mengena, tetapi itu tetap tidak mengubah statusnya dari hal yang spekulatif. Empat perkara yang disebutkan di atas termasuk perbuatan keji, perbuatan setan. Setan memang ingin menjerumuskan manusia ke jurang kekejian. Dua yang pertama merupakan perbuatan yang merusak zhahir kehidupan manusia, walaupun punya pengaruh pada jiwa manusia. sedangkan yang dua terakhir merupakan perbuatan yang merusak akidah manusia.

Semoga Allah senantiasa menurunkan rahmat-inayah dan kasihsayang-Nya serta melindungi kita dari hal-hal yang dilarang-Nya. Amiin.

Monday, June 21, 2010

Perangkap Nikmat Dunia




Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, banyak orang yang terlena dengan kenikmatan dunia. Di antara kenikmatan yang membuat banyak orang lupa akan jati diri dan tujuan hidupnya adalah nikmat kesehatan dan waktu luang. Terutama nikmat waktu, yang begitu banyak orang lalai memanfaatkannya dengan baik. Sehingga banyak sekali waktu mereka yang terbuang percuma bahkan menjerumuskan mereka ke dalam jurang bahaya.

Duduk di depan televisi seharian pun tak terasa, terhenyak sekian lama di hadapan berita-berita terbaru yang disajikan media massa sudah biasa, dan berjubel-jubel memadati stadion selama berjam-jam untuk menyaksikan pertandingan sepak bola atau konser grup band idola pun rela. Aduhai, alangkah meruginya kita tatkala waktu kehidupan yang detik demi detik terus berjalan menuju gerbang kematian ini kita lalui dengan menimbun dosa dan menyibukkan diri dengan perbuatan yang sia-sia.

Saudaraku, ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada dua buah nikmat yang kebanyakan orang terperdaya karenanya; yaitu kesehatan dan waktu luang.” [HR. Bukhari [6412] dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, lihat Fath al-Bari (11/258)]

"Saudaraku, sesungguhnya dunia ini merupakan ladang akherat. Di dalam dunia ini terdapat sebuah perdagangan yang keuntungannya akan tampak jelas di akherat kelak. Orang yang memanfaatkan waktu luang dan kesehatan tubuhnya dalam rangka menjalankan ketaatan kepada Allah maka dialah orang yang beruntung. Adapun orang yang menyalahgunakan nikmat itu untuk bermaksiat kepada Allah maka dialah orang yang tertipu." [lihat Fath al-Bari (11/259)]

Allah ta’ala berfirman,

“Demi masa. Sesungguhnya semua orang benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam menetapi kebenaran dan saling menasehati dalam menetapi kesabaran.” (QS. al-’Ashr: 1-3)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jadilah kalian di dunia seperti layaknya orang yang asing atau orang yang sedang melakukan perjalanan jauh.” (HR. Bukhari [6416] dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, lihat Fath al-Bari [11/263])

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang yang lima: Masa mudamu sebelum masa tuamu,  masa sehatmu sebelum sakitmu,  masa kayamu sebelum miskinmu,  waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” [HR. al-Hakim dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, lihat Fath al-Bari (11/26), hadits ini disahihkan al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 486]

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah sekedar kesenangan sementara, dan sesungguhnya akherat itulah negeri tempat tinggal yang sebenarnya.” (QS. Ghafir: 39)

Ada seorang yang bertanya kepada Muhammad bin Wasi’, “Bagaimana keadaanmu pagi ini?” Maka beliau menjawab, “Bagaimanakah menurutmu mengenai seorang yang melampaui tahapan perjalanan setiap harinya menuju alam akherat?” al-Hasan berkata, “Sesungguhnya dirimu adalah kumpulan perjalanan hari. Setiap kali hari berlalu, maka lenyaplah sebagian dari dirimu.” [lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 482]
Sebagian orang bijak berkata, “Bagaimana bisa merasakan kegembiraan dengan dunia, orang yang perjalanan harinya menghancurkan bulannya, dan perjalanan bulan demi bulan menghancurkan tahun yang dilaluinya, serta perjalanan tahun demi tahun yang menghancurkan seluruh umurnya. Bagaimana bisa merasa gembira, orang yang umurnya menuntun dirinya menuju ajal, dan masa hidupnya menggiring dirinya menuju kematian.” [lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 483]

Thursday, May 27, 2010

Jangan menentang Takdir




WASIYAT SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI
(Majelis - 1)

Menentang Al-Haq Azza wa Jalla atas takdir yang telah ditentukan-Nya berarti kematian agama, kematian tauhid, bahkan kematian tawakkal dan keikhlasan. Hati seorang mukmin tidak mengenal kata mengapa dan bagaimana, tetapi ia hanya berkata, “Baik.“ Nafsu memang mempunyai waktu untuk suka menantang.

Barangsiapa ingin memperbaikinya, ia harus melatihnya hingga aman dari kejahatannya. Semua nafsu itu amat jahat. Bila dilatih dan menjadi jinak, maka ia menjadi sangat baik. Ia akan setia menjalankan seluruh ibadah dan meninggalkan semua kemaksiatan. Maka ketika itu akan dikatakan kepadanya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr [89]:27-28)

Pada saat itu nafsu telah tenang, hilang kejahatannya, dan tidak berhubungan dengan makhluk. Bahkan ia akan bertemu nasabnya dengan ayahnya, Nabi Ibrahim a.s. Jika ia telah keluar dari kungkungan nafsunya, ia berjalan tanpa keinginan dan hatinya menjadi tenang. Meski datang banyak tawaran dari makhluk, ia hanya mengatakan, “Aku tidak memerlukan pertolonganmu.” Pengetahuan terhadap keadaannya menjadikan dirinya tak perlu meminta. Ketika telah sempurna kepasrahan dan ketawakalannya, maka dikatakan kepada api,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Wahai api, dinginlah, dan menjadilah keselamatan bagi Ibrahim.” (QS Al-Anbiya [21]:69).

Tidak ada sesuatu yang samar dalam pandangan Allah Swt. Bersabarlah bersama-Nya sesaat saja, sungguh setelah itu engkau akan melihat kelembutan dan kasih sayang-Nya selama bertahun-tahun. Pemberani yang sesungguhnya adalah orang yang mau bersabar sesaat. “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:153).

Bersabarlah dalam menunggu pertolongan dan kemenangan. Bersabarlah bersama-Nya. Sadarlah kepada-Nya, dan jangan pernah melupakan-Nya. Janganlah engkau sadar setelah mati, karena sadar setelah mati itu tidak berguna bagimu. Bangunlah sebelum kamu dibangunkan, supaya kamu tidak menyesal pada hari penyesalanmu yang tidak lagi berguna dan perbaikilah hatimu, sesungguhnya jika hatimu baik, maka seluruh keadaanmu akan menjadi baik. Nabi Saw.bersabda:

”Dalam diri anak Adam ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh jasadnya dan bila ia buruk, akan buruklah seluruh jasadnya. Ingat ia adalah hati.”

Hati dikatakan baik bila diisi dengan taqwa, tawakal, tauhid, dan ikhlas kepada-Nya dalam semua amalan. Bila tidak ada sifat-sifat tersebut, berarti hati dalam keadaan rusak.Hati ibarat burung dalam sangkar, ibarat biji dalam kelopak, dan ibarat harta dalam gudang. Yakni ia seperti burung bukan sangkar, seperti biji bukan kelopak, dan seperti harta bukan gudangnya.

“Ya Allah, sibukkan hati kami untuk mengenali-Mu sepanjang hidup kami siang dan malam. Masukkan kami dalam golongan orang-orang shalih terdahulu, berilah kami rezeki dengan sesuatu yang telah Engkau berikan kepada mereka. Engkau untuk kami sebagaimana Engkau untuk mereka.” Amin.

Engkau untuk Allah Swt. sebagaimana orang-orang shalih untuk-Nya sehingga engkau mendapat sesuatu sebagaimana yang mereka dapatkan. Jika engkau menginginkan Allah Azza wa Jalla bersamamu, maka sibukkanlah dirimu dengan mena’ati-Nya, sabar bersama-Nya, serta ridha akan perbuatan-Nya padamu. Kaum itu telah zuhud pada dunia dan mengambil bagian mereka daripadanya dengan tangan taqwa dan wara’. Kemudian mereka mencari akhirat dan melakukan amal-amal untuknya. Mereka mendurhakai nafsunya dan menta’ati Tuhannya. Mereka menasihati nafsunya sendiri baru kemudian menasihati orang lain.

Wahai ghulam, nasihatilah dirimu terlebih dahulu, barulah kemudian menasihati orang lain. Engkau harus lebih memperhatikan nasib dirimu. Janganlah engkau menoleh pada orang lain sedangkan dalam dirimu masih ada sesuatu yang harus diperbaiki. Celaka engkau. Engkau ingin menyelamatkan orang lain sedangkan dirimu sendiri dalam keadaan buta. Bagaimana orang buta dapat menuntun orang lain? Yang bisa menuntun manusia hanyalah orang yang dapat melihat. Yang bisa menolong mereka dari tenggelam di lautan hanyalah orang yang tangkas berenang. Yang dapat menuntun manusia kepada Allah Azza wa Jalla hanyalah orang yang telah memiliki ma’rifat kepada-Nya.

Adapun orang yang tidak mengenal-Nya, bagaimana mungkin ia dapat menunjukkan kepada-Nya? Engkau tidak mempunyai hak untuk berbicara tentang kebebasan perilaku Allah Swt., Engkau harus mencintai-Nya dan beramal untuk-Nya, bukan untuk lain-Nya. Hanya takut kepada-Nya, bukan kepada yang lain-Nya. Ini merupakan ungkapan hati, bukan hanya di lidah. Ini adalah bisikan nurani, bukan gerakan lahir. Jika tauhid berada di pintu rumah sedangkan syirik berada di dalam rumah, itu kemunafikan namanya. Celaka engkau, lidahmu takut tapi hatimu menentang. Lidahmu bersyukur sedangkan hatimu kufur. Allah Swt.berfirman dalam hadits Qudsi: “Wahai anak Adam, kebaikan-Ku turun kepadamu sedang keburukanmu naik kepada-Ku.”

Celaka, engkau mengaku menjadi hamba-Nya, tetapi mena’ati selain Dia. Jika engkau benar-benar hamba-Nya, engkau tentu akan setia kepada-Nya. Seorang mukmin yang yakin tidak pernah mengikuti nafsu, syaitan, dan keinginannya. Ia tidak mengenal syaitan, apalagi menta’atinya. Ia tidak memperdulikan dunia, apalagi tunduk kepadanya. Bahkan ia akan menghina-kan dunia dan mencari akhirat. Jika dia berhasil meninggalkan dunia dan sampai kepada Tuhannya, maka dia akan murni beribadah kepada-Nya sepanjang hayatnya, sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS.Al-Bayyinah [89]:5).

Tinggalkanlah bersekutu dengan makhluk. Tauhidkanlah Al-Haq Azza wa Jalla. Dialah pencipta segala benda. Segala sesuatu ada dalam genggaman-Nya. Wahai pencari sesuatu selain Dia, sesungguhnya engkau tidak berakal. Adakah sesuatu yang tidak terdapat dalam khazanah Allah Swt.?

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلاَّ بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya.” (QS.Al-Hijr [15]:21)

Wahai ghulam, tidurlah di dalam pelukan takdir berbantalkan sabar, berselimut pasrah, sambil beribadah menantikan pertolongan Allah Swt. Jika kamu berbuat demikian, Allah Swt. akan melimpahkan karunia yang tidak kamu duga. Menyerahlah kepada ketentuan Allah Swt., terimalah pesan ini. Kepasrahanku kepada takdir telah membuatku semakin dekat dengan Dzat Yang Maha menentukan.

Kemarilah, kita bersimpuh di hadapan Allah Swt., dan bersimpuh kepada takdir dan perbuatan-Nya. Kita tundukkan zhahir dan batin kita. Kita menerima takdir dan berjalan di atasnya. Kita memuliakan utusan raja karena melihat yang mengutusnya. Jika kita bersikap demikian terhadap-Nya, sikap itu akan mengantarkan kita untuk bershuhbah kepada-Nya.

هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ هُوَ خَيْرٌ ثَوَاباً وَخَيْرٌ عُقْباً
“Di sana pertolongan itu hanya dari Allah. Yang Haq.” (QS.Al-Kahfi [18 ]:44)

Engkau akan minum dari lautan ilmu-Nya, memakan dari gugusan karunia-Nya, dan berbahagia dengan sentuhan rahmat-Nya. Sungguh, keadaan ini hanya diberikan kepada satu di antara sejuta orang. Wahai ghulam, engkau harus selalu bertaqwa, janganlah mengikuti nafsu dan kawan-kawan yang jahat. Seorang mukmin tidak boleh lelah dalam memeangi mereka. Janganlah memasukkan pedang ke dalam sarungnya, bahkan jangan turun dari keduanya. Dia tidur seperti para wali, makan ketika telah lapar, yang dibicarakan dan diam telah menjadi perangai mereka. Hanya ketentuan Allah dan perbuatan Allah yang membuat mereka berbicara. Allah Swt yang menggerakkan lidah mereka untuk berbicara sebagaimana Allah akan menggerakkan anggota badan mereka untuk berbicara kelak pada Hari Kiamat. Allah Swt. yang menjadikan sesuatu dapat berbicara.

Jika Allah Swt. menghendaki itu semua untuk mereka, maka Allah akan menyediakannya. Allah Swt telah menghendaki agar berita gembira dan peringatan itu sampai kepada manusia. Agar kelak dapat meminta pertanggungjawaban ke atas mereka, maka Allah Swt. telah mengutus para nabi dan rasul a.s.. Manakala Allah Swt telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut, maka Allah Swt telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut dan membangun umat manusia. Nabi Saw.telah bersabda: ”Ulama adalah pewaris para nabi.” Bersyukurlah kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya dan pandanglah bahwa kenikmatan itu datang dari-Nya, sebagaimana Dia berfirman:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ 
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS An-Nahl [16 ]: 53)

Dimanakah rasa syukurmu wahai orang-orang yang bergelimang dalam kenikmatan-Nya? Wahai orang yang menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Terkadang engkau menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya, terkadang engkau meremehkannya, terkadang engkau memandang pada sesuatu yang tidak ada padamu, bahkan terkadang engkau menggunakannya untuk mendurhakai-Nya 

Dimanakah rasa syukurmu wahai orang-orang yang bergelimang dalam kenikmatan-Nya? Wahai orang yang menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Ya, terkadang engkau menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Terkadang engkau malah meremehkannya, terkadang engkau memandang pada sesuatu yang tidak ada padamu, bahkan engkau menggunakan itu untuk mendurhakai-Nya.
Wahai Ghulam, dalam kesunyianmu engkau memerlukan sifat “wara’ untuk mengeluarkan dirimu dari kemaksiatan dan kesalahan.Engkau juga perlu bermuraqabah supaya menyadarkanmu mengenai pandangan-Nya kepadamu. Dalam kesunyianmu, engkau memerlukan hal itu. Kemudian engkau harus memerangi nafsu keinginan dan syaitan. Kebanyakan manusia binasa disebabkan oleh dosa. Kebanyakan ahli zuhud binasa disebabkan oleh syahwat, dan kebanyakan wali binasa disebabkan oleh pikiran mereka pada waktu khalwat. Sedangkan para shiddiqin terkadang binasa karena kelengahan sekejap.

Jadi kesibukan mereka adalah menjaga hatinya. Karena mereka tertidur di pintu raja, mereka bangkit untuk berdakwah menyeru manusia agar mengenal Allah SWT. Tidak henti-hentinya mereka menyeru hati manusia. Mereka berkata, “Wahai hati, wahai ruh, wahai manusia dan jin, wahai yang menghendaki Allah, kemarilah menuju pintu-pintu Allah SWT.. Berlarilah kemari dengan langkah-langkah hatimu, dengan langkah-langkah taqwa dan tauhidmu. Ma’rifat, wara’, dan zuhud dari sesuatu selain-Nya adalah kesibukan para wali. Cita-cita mereka adalah kebaikan umat. Cita-cita mereka adalah memenuhi langit dan bumi.

Wahai Ghulam, tinggalkan nafsu dan keinginanmu. Jadilah bumi di bawah telapak kaki para wali itu dan tanah di depan mereka. Al-Haq Azza wa Jalla telah mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dia mengeluarkan nabi Ibrahim a.s. dari kedua ibu bapaknya yang mati dalam kekufuran. Orang mukmin itu ibarat hidup sedangkan orang kafir itu ibarat mati. Orang yang bertauhid itu hidup, sedangkan orang musyrik itu mati. Oleh karena itu Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsi: “Orang yang pertama kali mati di antara makhluk-Ku adalah Iblis.” Yakni dia telah mendurhakai Allah SWT, sehingga mati dengan sebab kemaksiatannya.

Sekarang adalah zaman akhir, pada zaman ini telah muncul pasar kemunafikan dan kebohongan. Janganlah engkau duduk bersamaorang-orang munafik, para pendusta dan pembohong. Aduhai celaka engkau! nafsumu pendusta, munafik dan kufur, bahkan durhaka dan musyrik. Bagaimana engkau duduk dengannya? Tinggalkan ia dan jangan engkau ikuti bisikannya. Penjarakan ia. Berikan haknya saja, jangan lebih dari itu. Tahanlah ia dengan ‘mujahadah’. Adapun keinginan, tunggangilah ia, agar jangan sampai menunggangimu. Juga watak, jangan temani ia. Ia seperti anak kecil yang belum berakal. Bagaimana mungkin engkau bisa belajar dari anak kecil? Syaitan adalah musuhmu dan musuh ayahmu (Adam a.s.). Bagaimana mungkin engkau dapat berdampingan dengannya? Engkau tidak akan selamat.

Dia telah membunuh ayah dan ibumu (penyebab Adam dan Hawa terusir dari surga). Jika engkau lengah sedikit saja, ia pasti akan membunuhmu. Jadikanlah taqwa sebagai senjatamu. Kemudian tauhid, muraqabah, wara’, shidiq, dan memohon pertolongan Allah SWT sebagai pasukanmu. Pedang dan pasukan itu akan menghancurkan syaitan dan tentaranya. Setelah itu engkau akan menang karena Allah SWT bersamamu.

Wahai Ghulam, satukanlah antara dunia dan akhirat, letakkan mereka di satu tempat, lalu menyendirilah engkau dengan Tuhanmu di tempat hati yang telanjang tanpa dunia maupun akhirat. Janganlah engkau menghadap kepada-Nya kecuali menyepi dari sesuatu selain-Nya. Janganlah engkau terikat oleh makhluk yang menghalangimu dari Khaliq. Putuskanlah semua sebab.Tinggalkan tuhan-tuhan lainnya {harta-tahta-wanita-keluarga}. Selanjutnya, jadikan dunia untuk ragamu, akhirat untuk hatimu, dan Al-Haq Azza wa Jalla untuk nuranimu.

Wahai Ghulam, janganlah engkau bersama nafsu, keinginan, dunia dan akhirat. Janganlah engkau mengikuti selain Al-Haq Azza wa Jalla . Engkau akan tiba di gudang perbendaharaan yang tidak pernah habis selamanya. Ketika itu akan datang kepadamu petunjuk Allah SWT yang tidak ada kesesatan sesudahnya. Bertaubatlah dari dosa-dosamu dan larilah daripadanya kepada Maulamu. Jika engkau bertaubat, hendaklah engkau bertaubat secara lahir dan batin. Taubat adalah ketenangan hati. Lepaskanlah pakaian maksiat dengan taubat yang murni. Malu kepada Allah SWT., adalah kebenaran hakiki., bukan majazi. Ia termasuk amalan hati setelah mensucikan anggota badan dengan mengamalkan agama. Jika badan punya amal, hati pun punya amal. Jika hati keluar dari lingkungan asbab dan hubungan dengan makhluk, berarti ia telah berlayar meninggalkan asbab dan mencari “Al-Musabbib.”Ketika hati telah berlayar di lautan ini, maka di sana ia akan mengatakan, “(Yaitu) Tuhan Yang telah menciptakan aku, maka Dialah Yang menunjuki aku.”
 
Allah SWT akan menunjukkan dari satu pantai ke pantai lain, dari satu tempat ke tempat lain sehingga ia akan berdiri di atas keadaan yang lurus. Setiap kali ia mengingat Tuhannya, makin jelaslah penemuannya dan terbukalah rerimbunan yang menghalanginya. Hati pencari Al-Haq Azza wa Jalla akan berjalan cepat dan meninggalkan segala sesuatu di belakangnya. Jika ia takut pada sebagian jalan dari suatu kebinasaan, maka muncullah keimannya yang mendorong keberaniannya dan mengusir ketakutannya, bahkan akan datang pula cahaya kedamaian berupa “kedekatan” kepada Allah SWT.
 
Wahai Ghulam, jika datang padamu suatu penyakit, terimalah dengan tangan kesabaran dan tenanglah hingga datang obat. Dan jika datang obat, sambutlah dengan tangan syukur. Jika engkau berbuat demikian, berarti engkau berada dalam kehidupan dunia. Takut kepada api neraka akan mengetuk hati orangg-orang mukmin sehingga hati mereka menjadi pucat dan bersedih. Dalam keadaan demikian,, Allah SWT akan menyirami mereka dengan air rahmat dan kelembutan-Nya. Bahkan akan di bukakan untuk-nya pintu akhirat. Lalu mereka akan melihat tempat mereka yang aman.

Jika mereka telah tenang dan damai, akan dibukakan untuk mereka pintu keagungan, sehingga hati dan nurani mereka pasti akan semakin takut dibandingkan sebelumnya. Jika kesempurnaan itu telah ada pada diri mereka, maka akan dibukakan bagi mereka pintu keindahan sehingga tenteramlah mereka, dan mereka akan sadar serta menapaki tangga demi tangga.

Wahai Ghulam, janganlah cita-citamu hanya mencari makan dan minum, menikmati pakaian dan istri. Yang menikmati semua itu hanyalah nafsu dan watak. Lalu dimanakah hati da nurani, yang mencari Al-Haq Azza wa Jalla. Cita-citamu hendaklah ditujukan pada hal-hal yang meninggikanmu. Jadikanlah Tuhanmu dan apa yang ada di sisi-Nya sebagai cita-citamu. Dunia itu ada gantinya, yaitu akhirat. Dan makhluk juga ada gantinya, yaitu Khaliq Azza wa Jalla. Jika engkau meninggalkan sesuatu dari kehidupan dunia ini, maka akan ada gantinya yang lebih baik di akhirat. Anggaplah umurmu tinggal sehari saja. Bersiaplah menyambut kedatangan Malaikat maut dan pindah ke akhirat.

Dunia ibarat lading, sedangkan akhirat adalah kampong yang sebenarnya. Jika datang kecemburuan dari Allah SWT., maka akan menghalangi di antara mereka dengan makhluk. Kemudian mereka akan membutuhkan dunia maupun akhirat. Wahai para pendusta agama, engkau mencintai Allah pada waktu memperoleh nikmat. Tetapi jika datang musibah, engkau lari seolah-olah engkau tidak menyukainya. Seorang hamba itu terbukti saat ia bebas. Jika datang bencana dari Allah SWT dan engkau tetap teguh, berarti engkau mencintai Allah SWT. Namun jika engkau berubah, berarti engkau berdusta.

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku mencintaimu.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bersiaplah untuk merahasiakan kefakiran.”

Lagi, Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku sangat mencintai Allah” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bersiaplah untuk merahasiakan bencana.”

Sesungguhnya cinta Allah dan Rasul-Nya itu selalu dibarengi dengan kefakiran dan bencana. Oleh karena itu, sebagian orang shalih mengatakan, “Kedekatan itu diwakili oleh balak, supaya tidak semua orang mengaku.” Jika tidak, tentu orang akan dengan mudah mengaku mencintai Allah SWT. Jadi pakaian bencana dan kefakiran itu tanda dari mahabbah tersebut.


Ya Allah, berilah kami rezeki berupa kesehatan dan kelayakan bersama-Mu.
Ya Allah, masukkan kami kedalam rahmat-Mu. Dan berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka.
Amin.

Dipetik dari kitab “Al-Fathur Rabbani Wal Faidhur Rahmani,
Menjadi Kekasih Allah - Ditulis oleh: Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani

Nasehat Mukmin kepada saudaranya





WASIYAT DARI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI RA

[Majelis - 6]


Hati kaum sufi itu bersih, lupa akan makhluk dan selalu mengingat Allah swt., Mereka lupa dunia dan ingat akhirat. Mereka melupakan sesuatu yang ada di tanganmu dan ingat apa yang ada di sisinya. Engkau terhijab mereka dan apa yang mereka dapatkan.

Engkau sibuk dengan dunia dan lupa akhirat, tidak mempunyai rasa malu kepada Tuhan.

Terimalah nasihat saudaramu seiman, janganlah engkau menolaknya. Sungguh Dia melihat apa yang tidak engkau lihat pada dirimu.

Oleh karena itu, Nabi Saw. Bersabda:
“Seorang mukmin itu cermin bagi mukmin lainnya.” 

Nasihat yang benar dari seorang mukmin untuk saudaranya akan memperjelas hal-hal yang samar baginya, membedakan antara yang baik dan yang buruk, menerangkan apa yang berbahaya baginya dan apa yang bermanfaat baginya. Maha Suci Allah Yang telah memberiku kelapangan hati untuk memberikan nasihat kepada manusia dan menjadikannya sebagai cita-cita terbesarku. Sesungguhnya aku tidak mengharapkan balasan apa pun dari nasihatku ini. Akhiratku telah tersedia untukku di sisi Tuhanku.

Aku tidak mencari dunia. Aku bukan penyembah dunia, akhirat, atau segala sesuatu selain Allah Swt. Tidak ada yang aku sembah kecuali Al-Khaliq Yang Maha Esa dan Mahadahulu. Aku hanya ingin agar engkau berbahagia, aku tidak ingin engkau binasa. Jika aku melihat seorang murid Berjaya di tanganku, sungguh aku akan bergembira. Wahai ghulam, yang menjadi keinginanku adalah engkau, bukan aku. Jika ada yang berubah, maka yang berubah itu adalah engkau, bukan aku. Aku telah lewat, aku juga ingin engkau secepatnya lewat.

Wahai ghulam, tinggalkan takabur kepada Allah Swt., dan makhluk-Nya. Sadarilah kemampuanmu, dan rendahkanlah hatimu. Engkau tidak lain hanyalah dari setets air hina dan akan menjadi bangkai yang hina pula. Janganlah engkau termasuk orang yang diseret hawa nafsunya ke pintu raja-raja untuk mendapatkan sesuatu, baik yang telah menjadikan bagianmu atau tidak, secara hina. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda:

“Siksa Allah yang paling pedih bagi hamba-Nya ialah yang mencari sesuatu yang tidak ditentukan menjadi bagiannya.”

Duhai Celaka kamu, wahai orang yang tidak mengetahui kemampuan dan takdir. Apakah kamu mengira bahwa pemilik dunia itu mampu memberimu apa yang tidak dibagikan untukmu? Tetapi inlah bisikan syaitan dalam hati dan kepalamu. Engkau bukanlah hamba Allah SWT, engkau adalah hamba nafsu, keinginan, syaitan, watak, dinar, dan dirhammu. Lihatlah orang-orang yang berhasil sehingga engkau juga berhasil karena mengikuti jalan mereka.

Sebagian ahli sufi mengatakan bahwa orang yang tidak pernah melihat orang yang berhasil tidak akan bisa berhasil. Jika engkau melihat orang berhasil dengan mata kepalamu, bukan dengan mata hati dan nuranimu, berarti imanmu belum hidup. Allah Swt. berfirman:

الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
”Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta itu adalah hati yang di dalam dada.” (QS.Al-Hajj [22]:46).

Seorang yang tamak dalam mengambil dunia dari tangan makhluk berarti telah menjual agama dengan buah tin, yakni menjual sesuatu yang kekal dengan sesuatu yang fana. Tentu saja ia tidak akan beruntung. Selagi imanmu kurang, meski berusaha memperbaiki kehidupanmu, jangan sampai kamu menukar agamamu dengan makanan mereka.

Jika imanmu kuat, engkau pasti bertawakal kepada Allah Swt., keluar dari asbab, dan tekun beribadah. Dan engkau pasti pergi meninggalkan segala sesuatu dengan hatimu, sehingga hatimu keluar dari negerimu, keluargamu, bahkan toko dan kenalanmu. Kemudian engkau menyerahkan apa yang ada padamu pada keluarga dan kawan-kawanmu. Seolah-olah malaikat maut telah mencabut nyawamu, seolah-olah malaikat telah membawamu pergi. Seolah-olah bumi telah terbelah dan menenggelamkanmu dari lautan ilmu dan ruanganmu. Barangsiapa sampai pada maqam ini, maka asbab tidak membahayakannya. Karena asbab hanya lahirnya, bukan bathinnya. Asbab itu untuk orang lain, bukan untuknya.

Wahai ghulam, jika kamu tidak mampu melaksanakan apa yang aku katakan ini, yakni keluar dari asbab dan bergantung padanya dari segi hati, dan jika engkau tidak mampu melaksanakan sepenuhnya, hendaklah engkau laksanakan sebagian. Nabi Saw.,bersabda:“Kosongkanlah dari cita-cita dunia semampumu.”

Wahai ghulam, jika engkau mampu, kosongkanlah hatimu dari cita-cita dunia. Jika tidak, melangkahlah dengan hatimu kepada Al-Haq Azza wa Jalla. Berpeganglah kepada tali rahmat-Nya sehingga cita-cita dunia keluar dari hatimu. Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Setiap sesuatu berada di tangan-Nya. Tetaplah berada di pintu-Nya. Mohonlah kepada-Nya agar Dia membersihkan hatimu dari selain-Nya dan memenuhi hatimu dengan iman, ma’rifat, ilmu, dan kaya bersama-Nya, bukan bersama makhluk-Nya. Mohonlah agar Dia memberimu keyakinan dan menenteramkan hatimu serta menyibukkan dirimu dengan menaati-Nya. Mohonlah segala sesuatu kepada-Nya, bukan kepada selain Dia. Janganlah engkau merendahkan kepada sesama makhluk. Hendaklah engkau hanya untuk-Nya, bukan untuk selain Dia.

Wahai ghulam, kefasihan lisan tanpa amalan hati tidak akan mengantarkanmu kepada Al-Haq Azza wa Jalla. Perjalanan ini adalah perjalanan hati. Amalan ini juga amalan hati dengan menjaga batas syari’at dan tawadhu’ kepada-Nya. Dengan menjalankan ibadah. Barangsiapa menganggap dirinya berharga, sesungguhnya tidak ada harga baginya. Barangsiapa menampakkan amalnya kepada makhluk, sungguh tidak ada amal baginya. Amalan itu hendaknya pada waktu sepi. Janganlah menampakkan amalan kecuali amalan wajib yang memang harus ditampakkan sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Landasilah amalanmu dengan tauhid dan ikhlas, kemudian bangunlah amal dengan daya upaya Allah SWT. dan kekuatan-Nya, bukan dengan upaya dan kekuatanmu. Tangan tauhid itulah yang membangun, bukan tangan niatmu. Tangan tauhid itulah yang membangun, bukan tangan nifak dan syirik. Orang yang bertauhid, amalannya akan naik. Berbeda dengan orang munafik.

"Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat munafik dalam seluruh keadaan kami. Dan berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka."


[Dipetik dari kitab “Al-Fathur Rabbani Wal Faidhur Rahmani; Menjadi Kekasih Allah, oleh Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani]

Wednesday, May 26, 2010

Tentang Kesabaran




WASIAT SYAIKH ABDUL QADIR AL JAIANI RA

(Majelis - 7)



قَالُواْ رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْراً وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Tuhan kami, tuangkan kesabaran ke atas diri kami dan kokohkanlah pendirian kami serta tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” 
(QS.Al-Baqarah [2]:250). 

Perbanyaklah pemberian-Mu kepada kami. Berilah kami rasa syukur atas pemberian itu.

Wahai ghulam, bersabarlah. Sesungguhnya dunia seluruhnya adalah bencana. Jarang sekali yang selamat darinya. Tidak ada satu nikmat pun kecuali di baliknya ada bencana. Tidak ada kesenangan kecuali di belakangnya ada kesusahan. Tidak ada kelapangan kecuali di baliknya ada kesempitan. Jalanilah hidupmu di dunia dan ambillah bagianmu dari-Nya dengan tangan agama.

Sesungguhnya agama merupakan obat penawar dalam mengambil sesuatu dari dunia. Wahai ghulam, ambillah bagian dengan tangan agama, jika engkau mau, dan dengan tangan “perintah” jika engkau khawas, serta dengan tangan “perbuatan” Allah SWT. jika engkau telah wushul. Yang Maha Memerintah akan memerintah dan mencegahmu serta “perbuatan” akan menggerakkan dirimu. Manusia itu terbagi menjadi tiga bagian: awam, khawas, dan khawasil-khawash. Orang Awam yaitu seorang muslim yang bertaqwa, dia mena’ati agama, mengikuti syari’at, dan tidak berpisah dengannya. Dia mengamalkan firman Allah Swt.

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ 
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah ia.Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS.Al-Hasyr:7).

Jika telah sempurna hal ini padanya, dan ia telah mengamalkan agama secara lahir dan bathin, maka di hatinya akan muncul cahaya hidayah yang dengannya ia mampu melihat. Jika ia mengambil sesuatu dari tangan agama, maka hatinya merasa kaya, dan ia mencari ilham Al-Haq Azza wa Jalla. Karena ilham-Nya adalah umum pada tiap-tiap sesuatu. Sebagaimana difirmankan Allah SWT:

فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya.” (QS.As-Syams:8).

Maka hatinya penuh ketaqwaan, memandang ilhamAl-Haq Azza wa Jalla dan alamat-Nya, dan ia mengambil perintah dari sisi lahirnya. Bahwa apa yang ada di toko, sebagai tempat mata pencahariannya adalah miliknya dan ada dalam kekuasannya. Kemudian hatinya kembali bercahaya dan ia memandang apa yang ada di tokonya itu.

Cahaya itu muncul setelah ia bekerja mengikuti cara agama yang didasari iman dan tauhid yang kuat, bahkan hatinya telah keluar dari dunia dan makhluk serta telah melewati hutan dan menyeberang lautan dunia. Sesungguhnya ketika itu datanglah fajar. Cahaya iman akan meneranginya, yaitu cahaya kedekatan dari Tuhannya, cahaya amal, cahaya sabar, dan cahaya kedamaian. Semua hasil itu diraih setelah menunaikan hak-hak agama sehingga ia mendapatkan keberkatan dalam menjalankannya. 

Adapun para wali, mereka termasuk khawashul-khawash, tentu mereka mematuhi agama, kemudian memandang perintah Allah Swt., perbuatan, gerak, dan ilham-Nya. Maka apa yang ada di luar tiga hal tersebut adalah kehancuran, penderitaan, haram, memusingkan kepala dan agama, kanker di hati, dan nanah di jasadnya.

Wahai ghulam, sesungguhnya peraturan untukmu adalah untuk melihat bagaimana perbuatanmu. Apakah engkau teguh atau hanyut? Apakah engkau benar atau dusta? Barangsiapa tidak menyetujui takdir, maka ia tidak akan disetujui dan dikasihi. Barangsiapa tidak rela dengan qadha, Allah Swt. Tidak akan rela kepadanya. Barangsiapa tidak mau memberi, ia tidak akan diberi. Barangsiapa tidak berziarah, ia tidak akan naik. Ingkarilah dirimu jika mengingkari Al-Haq Azza wa Jalla. Jika engkau mampu mengingkari nafsumu, maka engkau akan mampu pula mengingkari orang lain.

Sesuai kadar kekuatan imanmu, engkau hanya duduk di rumahmu dan kamu tidak berusaha menghilangkannya. Langkah-langkah iman pasti teguh ketika berjumpa dengan syaitan, jin, dan manusia. Ia sangat teguh. Janganlah engkau mengaku beriman sebelum membenci segala sesuatu. dan cintailah Pencipta segala sesuatu. Jika Dia hendak membuatmu cinta pada sesuatu, engkau akan tetap terjaga, karena Dialah yang membuatmu cinta, bukan engkau sendiri. Dalam hal ini, Nabi Saw.bersabda:

“Telah disukakan tiga hal kepadaku dari duniamu, yakni wewangian, wanita, dan sejuk mataku dalam shalat.”

Telah disukakan kepadanya setelah dibenci, ditinggalkan, bahkan setelah zuhud dan berpaling darinya. Kosongkanlah hatimu dari selain Allah SWT., agar Dia akan membuatmu cinta kepada sesuatu.


“Ya Allah, berilah kami rezeki berupa kesabaran dan tak mengeluh atas bala musibah. Dan berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka.”




Wasiat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani




WASIAT SAYIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI RA

(Majelis ke - 11)

Wahai ghulam, kenalilah Allah, jangan sampai engkau tidak mengenal-Nya. Ta’atilah Dia, jangan sekali-kali mendurhakai-Nya. Ridha-lah engkau pada taqdir-Nya, jangan pernah membantah-Nya.

Kenalilah Al-Haq Azza wa Jalla dengan segala sifat-Nya. Dialah Yang Maha Pencipta, Pemberi rezeki, Yang Awal, Yang Akhir, Yang zhahir, Yang bathin, Yang qadim, Yang abadi, dan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Berbuat apa saja Yang Dia kehendaki. 

Firman Allah SWT:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang ditanya.” (QS.Al-Anbiya’:23).

Dia Yang membuat kaya atau miskin, Yang memberi manfaat, Yang menghidupkan, Yang mematikan, Yang membalas, dan Yang diharapkan. Takutlah kepada-Nya - jangan takut pada selain Dia. Berharaplah kepada-Nya,-jangan kepada selain Dia. Berjalanlah bersama kudrat dan hikmah-Nya, sampai kudrat melangkahkan hikmah.

Terapkanlah adab dengan berpegang pada syari’at, sampai engkau datang pada apa yang menghalangi antara dirimu dengan Dia. Engkau akan terpelihara dari panasnya batas syari’at. Namun, yang sampai batas ini hanyalah beberapa orang shalih saja. Kita tidak perlu keluar dari daerah agama. Yang mengetahui persoalan itu hanyalah orang yang telah memasukinya. Adapun jika hanya sekadar keterangan, engkau tidak akan bisa memahaminya.

Hendaklah dalam segala urusanmu selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam., baik di dalam perintah maupun larangan-Nya. Sehingga Allah SWT memanggilmu kepada-Nya. Ketika itu, mintalah izin kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, dan masuklah kepadanya. Para wali Abdal dinamakan Abdal karena mereka bersama kehendak Allah SWT. Mereka tidak memiliki kehendak lain. Mereka berpegang dan mengamalkan hukum, kemudian melakukan amalan-amalan yang istimewa. Setiap naik derajat dan kedudukan mereka, akan bertambah pula perintah dan larangan, sehingga mereka sampai pada suatu kedudukan di mana tidak ada perintah maupun larangan.

Perintah agama telah menyatu pada diri mereka, namun mereka selalu ghaib bersama Al-Haq Azza wa Jalla. Mereka hanya hadir sewaktu datang perintah dan larangan, di mana mereka selalu menjaganya dan tidak pernah merusak batas-batasnya. Karena meninggalkan ibadah adalah zindiq dan merupakan kemaksiatan. Sungguh kewajiban itu tidak pernah gugur bagi seorang pun dalam semua keadaan.

Wahai ghulam, amalkanlah ilmu dan hukum-Nya. Janganlah engkau keluar dari garis. Janganlah engkau melupakan janji. Usirlah nafsu, keinginan, syaitan, watak, dan duniamu. Jangan putus asa dari pertolongan Allah SWT., karena Dia pasti datang dengan keteguhanmu. Allah SWT. telah berfirman: ”Sesungguhnya Allah SWT bersama orang yang sabar” (QS.As-Baqarah [2]:153). ”Maka sesungguhnya pengikut agama Allah itulah yang pasti menang” (QS.As-Maidah [ ]:56). ”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami” (QS.Al-Ankabut [29 ]: 69)). 

Kendalikanlah lidah nafsumu ketika ia hendak mengadu kepada makhluk. Jadilah engkau pembela Allah SWT., dalam urusan nafsu maupun manusia. Perhatikanlah mereka agar ta’at kepada-Nya, dan cegahlah mereka supaya meninggalkan larangan-larangan-Nya. Cegahlah mereka dari kesesatan dan bid’ah, dan perintahkanlah mereka agar mengikuti Kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Wahai Ghulam, muliakanlah Kitab Allah SWT., dan beradablah kepada-Nya. Ia merupakan penghubung antara dirimu dengan Allah SWT..Janganlah engkau menjadikan Dia sebagai makhluk. Allah SWT. sendiri berfirman, “Ini firman-Ku, tetapi kamu mengatakan, “tidak”. Barangsiapa yang menentang Allah SWT., dan menjadikan Al-Qur’an sebagai makhluk, sungguh ia telah kufur dan bebas dari pembelaan Al-Qur’an. Al-Qur’an yang dibaca, di dengar, dan di pandang adalah firman Allah SWT..

Imam Asy Syafi’i maupun Imam Ahmad Rah.a. berkata, “Qalam itu memang makhluk, tetapi yang dituliskan dengannya bukanlah makhluk. Hati itu memang makhluk, tetapi yang dihafal di dalamnya bukanlah makhluk.”

Wahai Ghulam, ambillah nasihat dari Al-Qur’an dengan mengamalkannya dan tidak menentangnya. Meyakini kalimat itu “sedikit”, sedangkan beramal itu “banyak”. Engkau harus beriman dan membenarkan terhadapnya dengan hati, lalu mengamalkannya dengan jasad. Janganlah engkau berpaling kepada akal pikiran yang kurang dan dangkal. Wahai Ghulam, janganlah engkau mengganti naqal dengan akal, nash dengan qiyas atau meninggalkan bukti yang nyata dan mengikuti pengakuan mengenai harta orang, yang tidak bisa diambil hanya dengan pengakuan semata tanpa bukti.

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Jika manusia itu didengar pengakuannya tentu suatu kaum akan mengikuti daerah dan harta kaum lain, tetapi “bukti” itu atas orang yang mengakui dan “sumpah” itu atas orang yang mengingkari.”

Sungguh tidak berguna lidah orang alim dan hati orang bodoh. Dalam sebuah hadits, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Yang paling aku takutkan atas umatku adalah orang munafiq yang pandai dilidah.”

Wahai para ‘ulama yang bodoh, wahai orang-orang yang hadir maupun yang tidak hadir,malulah kepada Allah SWT., pandanglah Dia dengan hatimu, merendahlah kepada-Nya, dan sabarkan dirimu di bawah lika-liku taqdir-Nya. Tetaplah di situ dengan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Ta’atlah kepada-Nya siang dan malam. Jika demikian, engkau akan mendapatkan kemuliaan dan kejayaan dari Allah SWT di dunia maupun di akhirat.

Wahai Ghulam, berusahalah supaya tidak ada sesuatu pun dari dunia ini yang engkau cintai.Jika telah sempurna yang demikian itu, janganlah engkau biarkan dirimu bersama nafsumu walau hanya sekejap. Jika engkau lupa, segeralah ingat, jika engkau lalai, segeralah sadar, sehingga Dia tidak akan membiarkanmu memandang kepada selain-Nya secara keseluruhan (total). Barangsiapa merasa demikian, sungguh dia telah mengenal Allah SWT. Hanya beberapa orang saja yang bisa mencapai tingkatan ini. Mereka tidak merasakan ketenangan bersama makhluk. Wahai orang-orang munafik, sesungguhnya bala dan bencana itu berada di atas kepalamu.

Para ahli sufi, manakala mereka memandang dengan mata hati mereka kepada selain Al-Haq Azza wa Jalla, maka mereka segera menginfaq-kan keselamatannya untuk ridha kepada-Nya, bersimpuh di hadapan-Nya, dan membuta dari selain-Nya. Berhari-hari, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun mereka tetap dan tidak berubah bersama Al-Haq Azza wa Jalla. Mereka adalah manusia yang paling berakal. Kalau engkau melihat mereka, engkau akan menganggap mereka gila, tetapi jika mereka melihat engkau, mereka tentu akan berkata, “Orang-orang itu tidak beriman pada Hari Kiamat.” 

Sungguh, hati mereka telah luluh di depan Al-Haq Azza wa Jalla, hati mereka senantiasa dipenuhi dengan rasa takut. Setiap kali dibukakan keagungan-Nya di hati mereka, kian bertambahlah kekuatan mereka. Hampir-hampir hati mereka remuk dan jasad mereka hancur. Jika salah seorang dari mereka melihat keadaan seperti itu maka akan dibukakan pintu-pintu rahmat-Nya, kecantikan-Nya, kelembutan-Nya, dan harapan kepada-Nya, sehingga hatinya menjadi tenang. Aku tidak suka memandang kecuali kepada pencari akhirat meupun pencari Allah SWT. Adapun kepada pencari dunia,manusia, keinginan, dan nafsu, apalah yang yang ingin aku perbuat terhadapnya kecuali hendak mengobatinya. Sesungguhnya ia sedang sakit, dan tidak ada yang bisa merawat orang sakit kecuali tabib.

Duhai, Celaka..! Engkau memperlihatkan kepadaku bahwa kamu adalah pencari akhirat, padahal kamu pencari dunia. Dinar dan emas yang ada di tanganmu akan sirna, sehingga yang tinggal hanyalah perak. Berikan kepadaku, aku akan meleburnya dan menyaringnya sehingga yang tinggal hanyalah emas. Sedikit tapi baik lebih baik daripada banyak tetapi buruk. Bertaubatlah engkau dari riya dan nifak. Pada mulanya orang-orang ikhlas itu juga munafik. Oleh karena itu dikatakan, “Yang mengetahui ikhlas hanyalah riya”

Sungguh, jarang sekali orang yang ikhlas sejak permulaan. Anak-anak kecil itu semula dusta, bermain dengan tanah dan najis, dan menjatuhkan diri dalam kebinasaan. Mereka mencuri dari ayah dan ibu mereka dan suka memfitnah. Tetapi setelah berakal,sedikit demi sedikit semua mereka tinggalkan. Mereka mulai bersikap dengan penuh adab terhadap ayah, ibu, dan guru-guru mereka.

Barangsiapa yang dikehendaki Allah SWT menjadi baik, dia akan memiliki adab dan meninggalkan kebiasaan buruknya. 

Barangsiapa yang dikehendaki Allah SWT menjadi buruk, dia tetap berada dalam keburukannya sehingga binasalah dunia dan akhiratnya.

Allah SWT menciptakan penyakit dan obat. Kemaksiatan itu penyakit, dan obatnya adalah ta’at. Aniaya itu penyakit, dan obatnya adalah adil. Kesalahan itu penyakit, dan obatnya adalah kebenaran. Mendurhakai Al-Haq Azza wa Jalla itu penyakit, dan obatnya adalah taubat. Namun, pengobatan itu akan sempurna bagimu jika kamu meninggalkan makhluk dari hatimu dan menghubungkan diri dengan Tuhanmu. Engkau mesti menaikkan hatimu kepada-Nya hingga berjalan di atas langit, meski ruh dan rumahmu masih di bumi. Menyendirilah (uzlah) bersama Al-Haq Azza wa Jalla.

Di samping itu, kamu harus tetap menjalankan hukum sehingga tidak ada alasan untuk membantahmu. Batinmu saja bersama Al-Haq Azza wa Jalla, sedangkan lahirmu bersama makhluk. Janganlah engkau membiarkan nafsu. Jika engkau tidak mengendalikannya, ia akan mengendalikanmu. Jika engkau tidak menundukkannya, ia akan menundukkanmu. Janganlah dituruti apa yang ia inginkan dalam menaati Allah SWT. Hajarlah ia dengan pecutan lapar, haus, kehinaan, telanjang, dan menyepi di tempat yang sunyi dari keramaian manusia. Janganlah lepaskan pecut ini sehingga ia jinak dan taat kepada Allah SWT.dalam setiap keadaan.

Meski nafsu itu telah jinak, engkau harus tetap mewaspadainya dan memberikan latihan-latihan kepadanya. Bukankah engkau telah melakukan ini dan itu. Engkau hanya diperintahkan untuk menunaikan perintah Allah SWT dan meninggalkan maksiat kepada-Nya. Sehingga lahir dan batinmu satu, patuh, tidak durhaka, taat tanpa maksiat, syukur tanpa kufur, ingat tanpa lupa, dan baik tanpa buruk.

Tidak ada kebahagiaan bagi hatimu jika di dalamnya ada sesuatu selain Allah SWT. Meskipun engkau sujud kepada-Nya seribu tahun di atas bara, hal itu tidak memberimu manfaat sedikit pun selagi engkau dan hatimu menghadap kepada selain Dia. Tidak ada arinya sedikit pun jika engkau mencintai selain Dia. Engkau tidak akan berbahagia dengan cinta-Nya sebelum engkau meniadakan segalanya.

Apalah gunanya engkau menunjukkan kezuhudanmu pada sesuatu, tetapi engkau justru menghadap kepadanya dengan hatimu. Tidakkah engkau tahu bahwa Allah SWT Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati seluruh manusia? Tidakkah engkau malu, engkau mengatakan dengan lidahmu, “Aku bertawakkal kepada Allah SWT,” tetapi, ternyata di dalam hatimu masih ada selain Dia?

Wahai Ghulam, janganlah engkau tertipu dengan kasih sayang Allah SWT. kepadamu. Sesungguhnya siksa-Nya amat pedih. Janganlah engkau tertipu dengan para ulama yang bodoh terhadap Allah SWT.. Seluruh ilmunya tidak berguna bagi mereka. Mereka hanya mengetahui hukum, tanpa mengenal Allah SWT. Mereka memerintahkan sesuatu kepada manusia, tetapi mereka tidak menjalankannya, sebaliknya mereka mencegah manusia dari sesuatu yang mereka lakukan. Mereka mengaak kepada kebenaran, tetapi mereka justru lari dari-Nya. Jelaslah bahwa mereka telah mendurhakai-Nya. Nama-nama mereka banyak tertulis dalam catatanku. 

“Ya Allah, terimalah taubatku dan taubat mereka. Berikan kami semua kepada Nabi-Mu Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan Ibrahim ‘Alaihis Sallam. Ya Allah janganlah engkau kuasakan sebagian kami ke atas sebagian yang lain. Berilah manfaat pada sebagian kami dengan sebagian yang lain. Ya Allah, masukkan kami kedalam rahmat-Mu. Dan berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka.”Amin.








Saturday, April 10, 2010

Dahsyatnya Ujian Kesenangan Dunia

 
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kekuasaan dan hikmah-Nya yang sempurna menjadikan dunia serta perhiasannya yang fana ini sebagai medan ujian dan cobaan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)

الم. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-’Ankabut: 1-2)

Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rahmah-Nya memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya hikmah dihadapkannya mereka kepada berbagai ujian dan cobaan itu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-’Ankabut: 3)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang hikmah-Nya yang sempurna. Di mana sifat hikmah-Nya mengharuskan setiap orang yang mengaku beriman tidak akan dibiarkan begitu saja dengan pengakuannya. Pasti dia akan dihadapkan pada berbagai ujian dan cobaan. Bila tidak demikian, niscaya tidak bisa terbedakan antara orang yang benar dan jujur dengan orang yang dusta. Tidak bisa terbedakan pula antara orang yang berbuat kebenaran dengan orang yang berbuat kebatilan. Sudah merupakan ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia menguji (manusia) dengan kelapangan dan kesempitan, kemudahan dan kesulitan, kesenangan dan kesedihan, serta kekayaan dan kemiskinan.”

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menyatakan dalam tafsirnya: “(Agar terbedakan) orang-orang yang benar dalam pengakuannya dari orang-orang yang dusta dalam ucapan dan pengakuannya. Sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengetahui apa yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengetahui cara terjadinya sesuatu bila hal itu terjadi. Hal ini adalah prinsip yang telah disepakati (ijma’) oleh para imam Ahlus Sunnah wal Jamaah.” Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan telah mengabarkan:

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
“Dan Kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Rabbmu Maha melihat.” (Al-Furqan: 20)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan maksud ayat di atas dalam tafsirnya: “Seorang rasul adalah ujian bagi umatnya, yang akan memisahkan orang-orang yang taat dengan orang-orang yang durhaka terhadap rasul tersebut. Maka Kami jadikan para rasul sebagai ujian dan cobaan untuk mendakwahi kaum mereka. Seorang yang kaya adalah ujian bagi yang miskin. Demikian pula sebaliknya. Orang miskin adalah ujian bagi orang kaya. Semua jenis tingkatan makhluk (merupakan ujian dan cobaan bagi yang sebaliknya) di dunia ini. Dunia yang fana ini adalah medan yang penuh ujian dan cobaan.”

Dari penjelasan Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu di atas, kita dapatkan faedah bahwa: seorang istri adalah ujian bagi suaminya, anak adalah ujian bagi kedua orangtuanya, pembantu adalah ujian bagi tuannya, tetangga adalah ujian bagi tetangga yang lainnya, rakyat adalah ujian bagi pemerintahnya, dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya. Selanjutnya, Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu menerangkan: “Tujuannya adalah apakah kalian mau bersabar, kemudian menegakkan berbagai perkara yang diwajibkan atas kalian, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalas amalan kebaikan kalian. Ataukah kalian tidak mau bersabar yang dengan sebab itu kalian berhak mendapatkan kemurkaan (Allah Subhanahu wa Ta’ala) dan siksaan?! 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali ‘Imran: 14)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa kecintaan terhadap kenikmatan dan kesenangan dunia akan ditampakkan indah dan menarik di mata manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutkan hal-hal ini secara khusus karena hal-hal tersebut adalah ujian yang paling dahsyat, sedangkan hal-hal lain hanyalah mengikuti. Maka, tatkala hal-hal ini ditampakkan indah dan menarik kepada mereka, disertai faktor-faktor yang menguatkannya, maka jiwa-jiwa mereka akan bergantung dengannya. Hati-hati mereka akan cenderung kepadanya.” (Taisir Al-Karimirrahman, hal. 124)

GODAAN (FITNAH) WANITA

Betapa banyak lelaki yang menyimpang dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala karena godaan wanita. Betapa banyak pula seorang suami terjatuh dalam berbagai kezaliman dan kemaksiatan disebabkan istrinya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya yang beriman dengan firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (At-Taghabun: 14)

Al-Imam Mujahid rahimahullahu berkata: “Yakni akan menyeret orangtua atau suaminya untuk memutuskan tali silaturahim atau berbuat maksiat kepada Rabbnya, maka karena kecintaan kepadanya, suami atau orangtuanya tidak bisa kecuali menaatinya (anak atau istri tersebut).” 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلْعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ مَا فِي الضِّلْعِ أَعْلَاهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ
“Berniat dan berbuat baiklah kalian kepada para wanita. Karena seorang wanita itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok, dan sesungguhnya rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas. Maka apabila kamu berusaha dengan keras meluruskannya, niscaya kamu akan mematahkannya. Sedangkan bila kamu membiarkannya niscaya akan tetap bengkok. Maka berwasiatlah kalian kepada para istri (dengan wasiat yang baik).” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنََ النِّسَاءِ
“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah (ujian/godaan) yang lebih dahsyat bagi para lelaki selain fitnah wanita.” (Muttafaqun ‘alaih dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma).

Al-Mubarakfuri rahimahullahu berkata: “(Sisi berbahayanya fitnah wanita bagi lelaki) adalah karena keumuman tabiat seorang lelaki adalah sangat mencintai wanita. Bahkan banyak terjadi perkara yang haram (zina, perselingkuhan, pacaran, dan pemerkosaan, yang dipicu [daya tarik] wanita). Bahkan banyak pula terjadi permusuhan dan peperangan disebabkan wanita. Minimalnya, wanita atau istri bisa menyebabkan seorang suami atau seorang lelaki ambisius terhadap dunia. Maka ujian apalagi yang lebih dahsyat darinya? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan godaan wanita itu seperti setan, sebagaimana dalam hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang wanita. Kemudian beliau mendatangi Zainab istrinya, yang waktu itu sedang menyamak kulit hewan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menunaikan hajatnya (menggaulinya dalam rangka menyalurkan syahwatnya karena melihat wanita itu). Setelah itu, beliau keluar menuju para sahabat dan bersabda:

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِي صُورَةِ شَيْطَانٍ، فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِي نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu datang dalam bentuk setan dan berlalu dalam bentuk setan pula. Apabila salah seorang kalian melihat seorang wanita (dan bangkit syahwatnya) maka hendaknya dia mendatangi istrinya (menggaulinya), karena hal itu akan mengembalikan apa yang ada pada dirinya (meredakan syahwatnya).” (HR. Muslim)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Syarah Shahih Muslim (8/187): “Para ulama mengatakan, makna hadits itu adalah bahwa penampilan wanita membangkitkan syahwat dan mengajak kepada fitnah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan adanya kecenderungan atau kecintaan kepada wanita dalam hati para lelaki, merasa nikmat melihat kecantikannya berikut segala sesuatu yang terkait dengannya. Sehingga seorang wanita ada sisi keserupaan dengan setan dalam hal mengajak kepada kejelekan atau kemaksiatan melalui was-was serta ditampakkan bagus dan indahnya kemaksiatan itu kepadanya.

Dapat diambil pula faedah hukum dari hadits ini bahwa sepantasnya seorang wanita tidak keluar dari rumahnya, (berada) di antara lelaki, kecuali karena sebuah keperluan (darurat) yang mengharuskan dia keluar.

Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang segala sesuatu yang akan menyebabkan hamba-hamba-Nya terfitnah dengan wanita, seperti memandang, berkhalwat (berduaan dengan wanita yang bukan mahram), ikhtilath (campur-baur lelaki dan perempuan yang bukan mahram). Bahkan mendengarkan suara wanita yang bisa membangkitkan syahwat pun dilarang. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. (An-Nur: 30)

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al-Isra’: 32)

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Janganlah salah seorang kalian berduaan dengan seorang wanita kecuali bersama mahramnya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ
“Jauhi oleh kalian masuk kepada para wanita.” Seorang lelaki Anshar bertanya: “Bagaimana pendapat anda tentang ipar?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ipar itu berarti kebinasaan (banyak terjadi zina antara seorang lelaki dengan iparnya).” (Muttafaqun ‘alaih).

Agar hamba-hamba-Nya selamat dari godaan wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dengan wanita shalihah, yang akan saling membantu dengan dirinya untuk menyempurnakan keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah: 221)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Seorang wanita itu dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, kebaikan nasabnya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang bagus agamanya, niscaya engkau akan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

GODAAN (FITNAH) DUNIA DAN HARTA

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهُ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis (rasanya) dan hijau (menyenangkan dilihat). Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menggantikan sebagian kalian dengan sebagian yang lain di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana kalian beramal dengan dunia tersebut. Oleh karena itu, takutlah kalian terhadap godaan dunia (yang menggelincirkan kalian dari jalan-Nya) dan takutlah kalian dari godaan wanita, karena ujian yang pertama kali menimpa Bani Israil adalah godaan wanita.” (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat itu akan dihadapkan dengan ujian (yang terbesar). Dan termasuk ujian yang terbesar yang menimpa umatku adalah harta.” (HR. At-Tirmidzi dari ‘Iyadh bin Himar radhiyallahu ‘anhu).

Harta dan dunia bukanlah tolok ukur seseorang itu dimuliakan atau dihinakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ. وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ
Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku telah memuliakanku.” Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku.” (Al-Fajr: 15-16)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Maksud ayat-ayat tersebut adalah tidak setiap orang yang Aku (Allah Subhanahu wa Ta’ala) beri kedudukan dan limpahan nikmat di dunia berarti Aku limpahkan keridhaan-Ku kepadanya. Hal itu hanyalah sebuah ujian dan cobaan dari-Ku untuknya. Dan tidaklah setiap orang yang Aku sempitkan rezekinya, Aku beri sekadar kebutuhan hidupnya tanpa ada kelebihan, berarti Aku menghinakannya. Namun Aku menguji hamba-Ku dengan kenikmatan-kenikmatan sebagaimana Aku mengujinya dengan berbagai musibah.” (Ijtima’ul Juyusy, hal. 9)

Sehingga, dunia dan harta bisa menyebabkan pemiliknya selamat serta mulia di dunia dan akhirat, apabila dia mendapatkannya dengan cara yang diperbolehkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia juga mensyukurinya serta menunaikan hak-haknya sehingga tidak diperbudak oleh dunia dan harta tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
“Tidak boleh iri kecuali kepada dua golongan: Orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan harta kepadanya lalu dia infakkan di jalan yang benar, serta orang yang Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan ilmu kepadanya lalu dia menunaikan konsekuensinya (mengamalkannya) dan mengajarkannya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) Dan demikianlah keadaan para sahabat dahulu. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu menceritakan: Beberapa orang sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

يَا رَسُولَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ
“Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah mendahului kami untuk mendapatkan pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat. Mereka juga berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Namun mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” (HR. Muslim)

Sebaliknya, orang yang tertipu dengan harta dan dunia sehingga dia diperbudak olehnya, dia akan celaka dan binasa di dunia maupun akhirat. Na’udzu billah min dzalik (Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal tersebut). Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan tentang hakikat harta dan dunia itu dalam firman-Nya:

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


مَا الْفَقْرُ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمُ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا فَتُهْلِكُكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bukanlah kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Namun aku khawatir akan dibentangkan dunia kepada kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang sebelum kalian, maka dunia itu akan membinasakan kalian sebagaimana dia telah membinasakan orang-orang yang sebelum kalian.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Amr bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu)

تَعِسَ عَبْدُ الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ وَالْقَطِيفَةِ وَالْخَمِيصَةِ، إِنْ أُعْطِيَ رَضِي وَإِنْ لَمْ يُعْطَ لَمْ يَرْضَ
“Celaka hamba dinar, dirham, qathifah, dan khamishah (keduanya adalah jenis pakaian). Bila dia diberi maka dia ridha. Namun bila tidak diberi dia tidak ridha.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menceritakan kejahatan orang yang berilmu dan ahli ibadah dari kalangan ahli kitab yang telah diperbudak oleh harta dan dunia dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu menerangkan dalam tafsirnya: “Yang dimaksud ayat tersebut adalah peringatan dari para ulama su’ (orang yang berilmu tapi jahat) dan ahli ibadah yang sesat. Sebagaimana ucapan Suyfan ibnu Uyainah rahimahullahu: ‘Barangsiapa yang jahat dari kalangan orang yang berilmu di antara kita, berarti ada keserupaan dengan para pemuka Yahudi. Sedangkan barangsiapa yang sesat dari kalangan ahli ibadah kita, berarti ada keserupaan dengan para pendeta Nasrani. Di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang shahih: ‘Sungguh-sungguh ada di antara kalian perbuatan-perbuatan generasi sebelum kalian. Seperti bulu anak panah menyerupai bulu anak panah lainnya.’ Para sahabat g bertanya: ‘Apakah mereka orang Yahudi dan Nasrani?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi?’

Dalam riwayat yang lain mereka bertanya: ‘Apakah mereka Persia dan Romawi?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: ‘Siapa lagi kalau bukan mereka?’

Intinya adalah peringatan dari tasyabbuh (menyerupai) ucapan maupun perbuatan mereka. Oleh karena itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللهِ
“(Mereka) benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (At-Taubah: 34)

Hal itu karena mereka memakan harta orang lain dengan kedok agama. Mereka mendapat keuntungan dan kedudukan di sisi umat, sebagaimana para pendeta Yahudi dan Nasrani mendapatkan hal-hal tersebut dari umatnya di masa jahiliah. Hingga ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka pun tetap berkeras di atas kejahatan, kesesatan, kekafiran, dan permusuhannya, disebabkan ambisi mereka terhadap kedudukan tersebut. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memadamkan kesesatan itu dengan cahaya kenabian sekaligus menggantikan kedudukan mereka degan kehinaan serta kerendahan. Dan mereka akan kembali menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala membawa kemurkaan-Nya.”

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Sungguh, ambisi terhadap dunia termasuk sebab yang menimbulkan berbagai macam fitnah pada generasi pertama. Telah terdapat riwayat yang shahih dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dalam Masa’il Al-Imam Ahmad (2/171), bahwa beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: Seorang dari Anshar datang kepadaku pada masa khalifah Utsman radhiyallahu ‘anhu. Dia berbicara denganku. Tiba-tiba dia menyuruhku untuk mencela Utsman radhiyallahu ‘anhu. Maka aku katakan: ‘Sungguh, demi Allah, kita tidak mengetahui bahwa Utsman membunuh suatu jiwa tanpa alasan yang benar. Dia juga tidak pernah melakukan dosa besar (zina) sedikitpun. Namun inti masalahnya adalah harta. Apabila dia memberikan harta tersebut kepadamu, niscaya engkau akan ridha. Sedangkan bila dia memberikan harta kepada saudara/kerabatnya, maka kalian marah.”

Selanjutnya, Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah berkata: “Bila kalian arahkan pandangan ke tengah-tengah kaum muslimin, baik di zaman yang telah lalu maupun sekarang, niscaya engkau akan saksikan kebanyakan orang yang tergelincir dari jalan ini (al-haq) adalah karena tamak terhadap dunia dan kedudukan. Maka barangsiapa yang membuka pintu ini untuk dirinya niscaya dia akan berbolak-balik. Berubah-ubah prinsip agamanya dan akan menganggap remeh/ringan urusan agamanya. (Bidayatul Inhiraf, hal. 141)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: “Setiap orang dari kalangan orang yang berilmu yang lebih memilih dunia dan berambisi untuk mendapatkannya, pasti dia akan berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam fatwanya, dalam hukum yang dia tetapkan, berita-berita yang dia sebarkan, serta konsekuensi-konsekuensi yang dia nyatakan. Karena hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala mayoritasnya menyelisihi ambisi manusia. Lebih-lebih ambisi orang yang tamak terhadap kedudukan dan orang yang diperbudak hawa nafsunya. Ambisi mereka tidak akan bisa mereka dapatkan dengan sempurna kecuali dengan menyelisihi kebenaran dan sering menolaknya. Apabila seorang yang berilmu atau hakim berambisi terhadap jabatan dan mempertuhankan hawa nafsunya, maka ambisi tersebut tidak akan didapatkan dengan sempurna kecuali dengan menolak kebenaran.

Mereka pasti akan membuat-buat perkara yang baru dalam agama, disertai kejahatan-kejahatan dalam bermuamalah. Maka terkumpullah pada diri mereka dua perkara tersebut (kedustaan dan kejahatan). Sungguh, mengikuti hawa nafsu itu akan membutakan hati, sehingga tidak lagi bisa membedakan antara sunnah dengan bid’ah. Bahkan bisa terbalik, dia lihat yang bid’ah sebagai sunnah dan yang sunnah sebagai bid’ah. Inilah penyakit para ulama bila mereka lebih memilih dunia dan diperbudak oleh hawa nafsunya.” (Al-Fawaid, hal 243-244)

اللَهُّمَ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ
“Ya Allah, tampakkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakanlah kami untuk mengikutinya. Dan tampakkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakanlah kami untuk menjauhinya.”


Wallahu ‘alam bish-shawab.
Wassalam, 
Abu Muawiah



Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers