Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Hadits. Show all posts
Showing posts with label Hadits. Show all posts

Saturday, May 19, 2018

As-Sunnah, Wahyu Kedua Setelah Al-Quran




Pengertian As-Sunnah
Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli hadits. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat wajib’ yang menjadi istilah ahli fikih [Lihat Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 11]

As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa dengannya.” - yakni As-Sunnah-, [H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130]
 
Para ulama juga menafsirkan firman Allah:
“…dan supaya mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah” (Al BAqarah ayat 129)
 
Al-Hikmah dalam ayat tersebut adalah As-Sunnah seperti diterangkan oleh Imam As-Syafi`i; “Setiap kata al-hikmah dalam Al-Qur`an yang dimaksud adalah As-Sunnah.” Demikian pula yang ditafsirkan oleh para ulama yang lain. [Al-Madkhal Li Dirasah Al Aqidah Al-Islamiyah hal. 24]

As-Sunnah Terjaga Sampai Hari Kiamat
Diantara pengetahuan yang sangat penting, namun banyak orang melalaikannya, yaitu bahwa As-Sunnah termasuk dalam kata ‘Adz-Dzikr’ yang termaktub dalam firman Allah Al-Qur`an surat al-Hijr ayat 9, yang terjaga dari kepunahan dan ketercampuran dengan selainnya, sehingga dapat dibedakan mana yang benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Tidak seperti yang di sangka oleh sebagian kelompok sesat, seperti Qadianiyah (Kelompok pengikut Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiani yang mengaku sebagai nabi, yang muncul di negeri India pada masa penjajahan Inggris) dan Qur`aniyun (Kelompok yang mengingkari As-Sunnah, dan hanya berpegang pada Al-Qur’an), yang hanya mengimani (meyakini) Al-Qur`an namun menolak As-Sunnah. Mereka beranggapan salah (dari sini nampak sekali kebodohan mereka akan Al Qur’an, seandainya mereka benar-benar mengimani Al Qur’an sudah pasti mereka akan mengimani As-Sunnah, karena betapa banyak ayat Al Qur’an yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah yang sudah barang tentu menunjukkan perintah untuk mengikuti As-Sunnah) tatkala mengatakan bahwa As-Sunnah telah tercampur dengan kedustaan manusia; tidak lagi bisa dibedakan mana yang benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Sehingga, mereka menyangka, setelah wafatnya Rasulullah , kaum muslimin tidak mungkin lagi mengambil faedah dan merujuk kepada as-Sunnah.( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi Al Aqaid wal Ahkam hal. 16)

DALIL-DALIL YANG MENUNJUKKAN TERPELIHARANYA AS-SUNNAH

Pertama:  Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr:9)

Adz-Dzikr dalam ayat ini mencakup Al-Qur’an dan -bila diteliti dengan cermat- mencakup pula As-Sunnah.
 
Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (QS. An-Najm: 3)
 
Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya As-Sunnah. 
 
Segala apa yang telah dijamin oleh Allah untuk dijaga, tidak akan punah dan tidak akan terjadi penyelewengan sedikitpun. Bila ada sedikit saja penyelewengan, niscaya akan dijelaskan kebatilan penyelewengan tersebut sebagai konsekuensi dari penjagaan Allah. Karena seandainya penyelewengan itu terjadi sementara tidak ada penjelasan akan kebatilannya, hal itu menunjukkan ketidak akuratan firman Allah yang telah menyebutkan jaminan penjagaan. Tentu saja yang seperti ini tidak akan terbetik sedikitpun pada benak seorang muslim yang berakal sehat.
 
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad ini pasti terjaga. Allah sendirilah yang bertanggung jawab menjaganya; dan itu akan terus berlangsung hingga akhir kehidupan dunia ini [Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 16-17]

Kedua: Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, serta menjadikan syari’at yang dibawanya sebagai syari’at penutup. Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk beriman dan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Muhammad sampai Hari Kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syari’at selainnya. Dan adanya perintah Allah untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia, menjadikan syariat agama Muhammad tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu kemustahilan, Allah membebani hamba-hamba-Nya untuk mengikuti sebuah syari’at yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syari’at Islam adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Maka bila Al-Qur’an telah dijamin keabadiannya, tentu As-Sunnah pun demikian [Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 19-20]

Ketiga: Seorang yang memperhatikan perjalanan umat Islam, niscaya ia akan menemukan bukti adanya penjagaan As-Sunnah. Diantaranya sebagai berikut [Al Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah, hal. 25]:
 
(a) Perintah Nabi kepada para sahabatnya agar menjalankan As-Sunnah.
(b) Semangat para sahabat dalam menyampaikan As-Sunnah.
(c) Semangat para ulama di setiap zaman dalam mengumpulkan As-Sunnah dan menelitinya sebelum mereka menerimanya.
(d) Penelitian para ulama terhadap para periwayat As-Sunnah.
(e) Dibukukannya Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil.( Ilmu yang membahas penilaian para ahli hadits terhadap para periwayat hadits, baik berkaitan dengan pujian maupun celaan, Pen.)
(f) Dikumpulkannya hadits–hadits yang cacat, lalu dibahas sebab-sebab cacatnya.
(g) Pembukuan hadits-hadits dan pemisahan antara yang diterima dan yang ditolak.
(h) Pembukuan biografi para periwayat hadits secara lengkap.

Wajib merujuk kepada As-Sunnah dan haram menyelisihinya
Pembaca yang budiman, sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah menyatkan, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Perintah Al-Qur`an agar berhukum dengan As-Sunnah
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berhukum dengan As-Sunnah, diantaranya:
 
1. Firman Allah:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah nyata-nyata sesat.” (QS. Al-Ahzab: 36)
 
2. Firman Allah :
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurat: 1)
 
3. Firman Allah:
“Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 32)
 
4. Firman Allah:
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; janganlah kamu berbantah-bantahan, karena akan menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal: 46)
 
5. Firman Allah:
“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S. An-Nisa’: 13-14)

Hadits-hadits yang memerintahkan agar mengikuti Nabi dalam segala hal di antaranya:
 
1. Dari Abu Hurairah,  Rasulullah bersabda:
“Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang enggan.” [HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851].
 
2. Dari Abu Rafi’, Rasulullah bersabda :
“Sungguh, akan aku dapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas sofanya, yang apabila sampai kepadanya hal-hal yang aku perintahkan atau aku larang dia berkata, ‘Saya tidak tahu. Apa yang ada dalam Al-Qur`an itulah yang akan kami ikuti”, [HR Imam Ahmad VI/8 , Abu Dawud (no. 4605), Tirmidzi (no. 2663), Ibnu Majah (no. 12), At-Thahawi IV/209].
 
3. Dari Abu Hurairah,  Rasulullah bersabda:
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh (Sebuah telaga di surga, Pen.).” [HR. Imam Malik secara mursal (Tidak menyebutkan perawi sahabat dalam sanad) Al-Hakim secara musnad (Sanadnya bersambung dan sampai kepada Rasulullah – dan ia menshahihkannya-) Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 1594),  dan Al-HakimAl Hakim dalam al-Mustadrak (I/172)]

Kesimpulan :
  1. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, sehingga tidak diperbolehkan kaum muslimin menyelisihi salah satu dari keduanya. Durhaka kepada Rasulullah berarti durhaka pula kepada Allah, dan hal itu merupakan kesesatan yang nyata.
  2. Larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Rasulullah sebagaimana kerasnya larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Allah.
  3. Sikap berpaling dari mentaati Rasulullah merupakan kebiasaan orang-orang kafir.
  4. Sikap rela/ridha terhadap perselisihan, -dengan tidak mau mengembalikan penyelesaiannya kepada As-Sunnah- merupakan salah satu sebab utama yang meruntuhkan semangat juang kaum muslimin, dan memusnahkan daya kekuatan mereka.
  5. Taat kepada Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang ke dalam Surga; sedangkan durhaka dan melanggar batasan-batasan (hukum) yang ditetapkan oleh Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang kedalam Neraka dan memperoleh adzab yang menghinakan.
  6. Sesungguhnya Al-Qur`an membutuhkan As-Sunnah (karena ia sebagai penjelas Al-Qur’an); bahkan As-Sunnah itu sama seperti Al-Qur`an dari sisi wajib ditaati dan diikuti. Barangsiapa tidak menjadikannya sebagai sumber hukum berarti telah menyimpang dari tuntunan Rasulullah
  7. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah akan menjaga kita dari penyelewengan dan kesesatan. Karena, hukum-hukum yang ada di dalamnya berlaku sampai hari kiamat. Maka tidak boleh membedakan keduanya. 
 
REFERENSI:
1. Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.
2. Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet. III.

Wallahu A’lam .

Thursday, May 10, 2018

40 Hadits Pendek Untuk Anak

 
Sekalipun tetap tidak dapat menyembunyikan decak kagum luar biasa tiap kali mengetahuinya, tapi seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya metodologi belajar-mengajar di berbagai bidang dan disiplin ilmu dewasa ini, mungkin di antara kita ada yang sudah mulai agak terbiasa mendengar atau melihat Hafiz Cilik Indonesia yang dapat membuktikan dirinya hafal dengan sempurna puluhan, bahkan seluruh kandungan 114 surah Al-Quran yang terdiri dari 6.236 ayat!
 
Memang sangat mengagumkan, karena di samping dorongan kuat dan usaha tiada lelah dari orangtua, guru, dan semua pihak terkait, termasuk tentu saja niat dan usaha keras sang Hafiz Cilik sendiri, hal semusykil itu - menghafal ayat-ayat yang bukan merupakan bahasa ibunya - tentu hampir mustahil dapat dikuasai oleh seorang bocah jika tidak ada "campur tangan" dari Allah Subhanahu Wata'ala di sana!

YA, itulah salahsatu keajaiban nyata yang disebut sebagai mukjizat Al-Quran!
Lantas, bagaimana halnya dengan penghafal hadits? Pernahkah anda mendengar adanya Al-Hafidz cilik Indonesia?
 
Pada masa kenabian sampai hampir setengah abad setelah Rasulullah SAW wafat, Ummul Mukminin; Aisyah ra diketahui hafal dan telah meriwayatkan 1.210 hadits, dan sekitar 300 hadits di antaranya diriwayatkan kembali secara bersama oleh ulama hadits masyhur Imam Bukhari dan Imam Muslim.
 
Imam Bukhari sendiri, yang lahir pada tahun 810M, atau 178 tahun setelah Ummul Mukminin Aisyah ra wafat, diketahui pada masa remajanya sudah hafal dengan sempurna lebih dari 15.000 hadits berikut segala catatan terkait dari setiap hadits yang dihafalnya. Sedangkan pada masa-masa selanjutnya beliau banyak menghabiskan waktu bergelut dengan sekitar 600.000 hadits dalam uayanya memilah-milah sedemikian banyak hadits tsb berdasarkan derajatnya masing-masing, sehingga dengan merujuk pada kitab-kitab karya Imam Bukhari yang kemudian ditulisnya, dewasa ini kita dapat lebih mudah mengenali mana hadits hasan, hadits shahih, hadits dhaif, bahkan hadits maudhu.

Adapun Imam Muslim yang lahir pada tahun 817M, atau 7 tahun setelah kelahiran Imam Bukhari adalah murid Imam Bukhari yang pada usia mudanya diketahui hafal sekitar 3.030 hadits, dan berdasarkan pada kitab-kitab yang kemudian ditulisnya, diperkirakan beliau hafal sekitar 7.275 hadits!
Nah, dari sedkit contoh di atas, rasanya bukan hal mustahil bagi anak-anak Indonesia untuk juga tampil sebagai penghafal hadits, walau tidak harus sebanyak hafalan Para Imam Ahlul Hadits, namun setidaknya hafal hadits-hadits pendek yang kelak akan sangat berguna dalam kehidupan sehari-harinya sebagai anak-anak shaleh dari keluarga Muslim yang shaleh pula!

Jadi, tidak hanya mengajarkan Shalat, Puasa, dan membaca Al-Quran saja, mengajarkan putra-putri kita bacaan Hadits juga merupakan hal yang sangat bermanfaat, agar pengetahuan mereka tentang agama semakin lengkap dan menjadikan iman mereka kokoh sejak usia dini.
 
Ada banyak hafalan hadits pendek yang dapat kita ajarkan, tentunya dengan bimbingan dan contoh-contoh yang realistis, agar kelak dapat menjadi pegangan dan amalan mereka sendiri dalam kehidupan nyatanya.

Mengajarkan anak-anak tentang hadits juga memiliki berbagai keutamaan, seperti di antaranya diriwayatkan dalam salahsatu hadits;
“Semoga Allah menjadikan berseri-seri wajah seseorang yang mendengar dari kami hadits lalu dia menghafalkannya kemudian menyampaikannya kepada orang lain ….” [HR. Tirmidzi, HR. Abu Daud dan HR Ibnu Majah; dari Zaid bin Tsabit ra]
Berikut adalah 40 hadits pendek pilihan yang dapat kita ajarkan pada anak sejak dini:
1. HADITS IMANIAH

الَدِّيْنُ يُسرٌ
Ad diinu yusrun
Artinya: Agama itu mudah [HR Bukhari]

نمَا الأعْمَالُ باِلنِّيَةِإِ
Innamal a’maalu bin niyyaat  

Artinya: Setiap amal sesuai dengan niatnya [HR Bukhari]
 


لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ عَلَى أَحَدٍ يَقُولُ : اَللهُ اَللهُ
Laa taquumus saa’atu ‘alaa ahadin yaquulu Allah … Allah …
Artinya: Tidak akan datang kiamat selama masih ada yang mengucap Allah… Allah…[HR Muslim]
 
 

الَدُّعَاءُ مُخُّ اْلِعبَادَةِ

Ad du’aau mukhkhul ibaadah
Artinya: Do’a adalah inti ibadah [HR Tirmizi]
 


اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
Ittaqillaha haitsu maa kunta  
Artinya: Takutlah kepada Allah dimana saja kamu berada [HR Tirmizi]


 
لدَّالُّ عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعِلِهِا
Ad daallu ‘alal khairi kafaa’ilihi
Artinya: Orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan orang yang diajaknya [HR Tirmizi]
 


مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Man tashabbaha bi qaumin fa huwa min hum
Artinya: Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia akan digolongkan sebagai kaum tersebut [HR Abu Daud]
 
 

مَنْ بَنىَ لِلّهِ مَسْجِدًا بَنىَ اللهُ لَهُ بَيْةً فِي الجَنَّةِ

Man banaa lillahi masjidan banallahu lahuu baytan fil jannah  
Artinya: Barangsiapa membangun masjid karena Allah maka Allah akan bangunkan rumah baginya di dalam surga [HR Muslim]



2. HADITS IBADAH
 


مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ الصَّلاَةُ

Miftaahul Jannati As Sholaah  
Artinya: Kunci surga adalah shalat [HR Ahmad]
 


الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ
At thuhuuru syathrul imaan  
Artinya: Kebersihan adalah sebagian iman [HR Muslim]
 


اَلدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنِ
Ad du’aau silaahul mu’min  
Artinya: Do’a adalah senjata orang beriman (Jamius Saghir)
 


الْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
Al kalimatut thayyibatu shadaqah
Artinya: Berkata yang baik adalah sedekah [HR Bukhari]
 


خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ اْلقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
Khairukum man ta’allamal Qur’aana wa ‘allamahu
Artinya: Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya [HR Bukhari]
 
 

أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ يُنْفَقْ عَلَيْكَ

Anfiq yabna Aadama yunfaq ‘alaik  
Artinya: Berinfaqlah wahai anak Adam maka engkau akan dibalas [HR Bukhari]
 
مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلاَحَ فَلَيْسَ مِنَّا
Man hamala ‘alainas silaaha fa laisa minnaa
Artinya: Barangsiapa menakut-nakuti dengan senjata kepada kami maka bukan golongan kami [HR Bukhari]
 
 

مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ

Man ‘azzaa musaaban falahu mitslu ajrih
Artinya: Barangsiapa menghibur orang yang tertimpa musibah maka baginya pahala seperti orang yang tertimpa musibah [HR Tirmizi]
 


3. HADITS MUAMALAH

 


مَنْ غَشَّنا فَلَيْسَ مِنَّا
Man ghassyanaa fa laisa minnaa
Artinya: Siapa yang curang bukan golongan kami [(HR Muslim]
 


مَنِ انْتَهَبَ نُهْبَةً فَلَيْسَ مِنَّا

Manintahaba nuhbatan fa laisa minnaa
Artinya: Siapa merampas milik orang bukan golongan kami [HR Tirmizi]
 


لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ

La’ana Rasulullahi (SAW) ar rasyia wal murtasyia
Artinya: Laknat Rasulullah (saw) kepada orang yang menyogok dan yang disogok [HR Abu Daud]
 


الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Al mar’u maa man ahabba
Artinya: Seseorang akan bersama siapa yang dicintainya [HR Muslim]
 
 

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Sibaabul muslimi fusuuqun wa qitaaluhu kufrun  
Artinya: Mencaci seorang muslim adalah dosa dan memeranginya adalah kufur [HR Tirmizi]
 


أحَبُّ الْبِلاَدِ إِلَى اللهِ مَسَاجِدُهَا
Ahabbul bilaadi ilallaahi masaajiduha  
Artinya: Tempat yang paling dicintai Allah di muka bumi adalah masjid-masjidnya [HR Bukhari]



بَلِّـغُوْا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
Ballighuw anniy walau aayah
Artinya: Sampaikan dariku walau satu ayat [HR Bukhari]



اَلأَنَاةُ مِنَ اللَّهِ وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Al-anaatu minallahi wal ‘ajalatu minas syaithan  
Artinya: Kehati-hatian datangnya dari Allah dan ketergesa-gesaan datangnya dari setan [HR Tirmizi]


4. HADITS MUASYARAH
 


الَسَّلامُ قَبْلَ الكَلاَمِ
Assalamu qablal kalam  
Artinya: Ucap salam sebelum bicara [HR Bukhari]



الْجَنَّةُ تَحْتَ أقْدامِ الأُمَّهَاتِ
Al Jannatu tahta aqdaamil ummahaat  
Artinya: Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu (Kanzul Ummal)



رِضَى الرَّبِّ في رِضَى الْوَالِدِ

Ridhar Rabbii fii ridhal waalid
Artinya: Ridha Allah terletak di dalam ridha orang tua [HR Tirmizi]



لايَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
Laa yadkhulul jannata qaati’un  
Artinya: Tidak akan masuk surga pemutus tali persaudaraan [HR Muslim]

مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يوم القيامة
Man satara musliman satarahullaahu yaumal qiyamah
Artinya: Siapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat [HR Muslim]



اَلْيَدُ اْلعُلْياَ خَيْرٌ مِنَ اْليَدِ السُّفْلَى

Al yadul ulya khairun minal yadis suflaa  
Artinya: Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah [HR Muslim]



لاَ يَدْخُلُ الجنَّةَ مَنْ لاَ يَأمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Laa yadkhulul jannata man laa ya’manu jaaruhu bawaa’iqahu
Artinya: Tidak masuk surga orang yang tetanggannya tidak merasa aman dari gangguannya [HR Muslim]

لايُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ مَرَّتَيْنِ

Laa yuldaghul mu’min min juhrim marratain
Artinya: Orang beriman tidak akan tersengat dua kali di lubang yang sama [HR Bukhari]

Saturday, July 29, 2017

Keutamaan Majelis Dzikir


“Bersabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam:

“Tidakkah duduk suatu kaum pada suatu mejelis (tempat duduk), dimana mereka berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, melainkan mereka dikelilingi oleh malaikat, diliputi oleh rahmat dan disebutkan mereka oleh Allah Ta’ala dalam golongan orang yang di-hadlirat-Nya.” (¹)

“Tidaklah duduk suatu kaum pada suatu mejelis seraya berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, melainkan para malaikat mengelilingi mereka, mencurahkan rahmat kepada mereka, dan Allah pun menyebut mereka di tengah-tengah para malaikat yang ada di sisi-Nya”.

“Tidakkah duduk suatu kaum pada suatu mejelis seraya berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tanpa menginginkan sesuatu selain keridhaan-Nya, melainkan diserukan kepada mereka oleh penyeru dari langit: “Berdirilah dengan ampunan bagimu! Sesungguhnya segala keburukanmu telah digantikan dengan kebaikan”.

“Tidak duduklah suatu kaum pada suatu mejelis tanpa berdzikir (menyebut nama/mengingati) kepada Allah SWT dan tidak bershalawat kepada Nabi SAW., melainkan bagi mereka yang sedemikian itu akan menjadi suatu penyesalan pada Hari Kiamat”.
(²)

“Majelis kebaikan menghapuskan bagi orang Mukmin dua juta majelis kejahatan…”
Bersabda Nabi Dawud a.s
“Wahai Tuhanku! Apabila Engkau melihat aku melewati majelis orang berzikir, menuju mejelis orang-orang yang lalai, maka patahkanlah kakiku, supaya tidak sampai kepada mereka. Karena itu adalah suatu nikmat yang Engkau anugerahkan kepadaku”.
Berkata Abũ Hurayrah r.a.:
“Penghuni langit memperhatikan rumah-rumah penduduk bumi yang disebutkan nama Allah SWT didalamnya, sebagaimana mereka memperhatikan bintang-bintang”.

Sufyân ibn ‘Uyaynah r.a. mengatakan bahwa jika suatu kaum berkumpul untuk berzikir kepada Allah SWT, pastilah setan dan dunia lari.

Setan berkata kepada dunia, “Tidakkah engkau melihat apa yang mereka perbuat?”

Lalu dunia menjawab, “Biarkanlah mereka! Karena apabila mereka telah bubar, aku akan membawa leher mereka kepadamu”.

Abũ Hurayrah r.a. meriwayatkan bahwa ia masuk ke sebuah pasar, lalu ia berkata:
“Aku lihat kalian di sini sementara pusaka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam Dibagi-bagikan di dalam masjid.”

Maka pergilah orang banyak itu ke masjid dan meninggalkan pasar, akan tetapi mereka tidak melihat harta pusaka itu. Maka mereka bertanya: “Wahai Abũ Hurayrah, kami tidak melihat harta pusaka dibagikan di dalam masjid.”Abũ Hurayrah balik bertanya: “Apa yang kalian lihat?” Mereka menjawab:“Yang kami lihat adalah suatu kaum yang sedang berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan membaca Al-Qur’an”. Abũ Hurayrah berkata:· “Itulah harta pusaka Rasulullah Saw.”

Al-A’masy meriwayatkan hadis dari Abũ Shâlih, dari Abũ Hurayrah dan Abũ Sa’îd al-Khudrî. Dari Nabi Saw., bahwa beliau Shallallahu 'alaihi wassalam., bersabda:

“Allah ‘Azza wa Jalla memiliki para malaikat yang selalu memuji-Nya di bumi. Mereka mencatat amalan manusia. Apabila mereka menemukan suatu kaum sedang berzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla, mereka saling panggil-memanggil sesama mereka; “Marilah menuju sasaran!” Para malaikat pun datang dan mengelilingi kaum yang berzikir itu. Kemudian mereka kembali ke langit.

Allah SWT bertanya; “Apa yang hamba-hamba-Ku kerjakan ketika kalian meninggalkan mereka?”
Para malaikat menjawab; “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan memuji, memuliakan, dan bertasbih menyucikan-Mu”. 
Allah SWT bertanya lagi, “Apakah mereka melihat-Ku?”
Para malaikat menjawab, “Tidak.”
Allah SWT bertanya lagi, “Bagaimanakah seandainya mereka melihat-Ku?”
Para malaikat menjawab, ”Seandainya mereka melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih banyak bertasbih dan memuliakan-Mu”.
Allah SWT bertanya lagi, ”Dari apakah mereka memohon perlindungan?”
Para malaikat menjawab, “Dari api neraka.”·
Allah SWT bertanya lagi, “Apakah mereka melihatnya?”
Para malaikat menjawab, ”Tidak”.
Allah SWT bertanya lagi, “Bagaimanakah seandainya mereka melihat-nya??”
Para malaikat menjawab, "Seandainya mereka melihatnya, niscaya mereka lebih takut padanya dan lebih banyak berusaha menghindarinya”.
Allah SWT bertanya lagi, “Apa yang mereka cari?”
Para malaikat menjawab, “Surga”.
Allah SWT bertanya lagi, “Apakah mereka melihatnya?”
Para malaikat menjawab, "Tidak”.
Allah SWT bertanya lagi, “Bagaimanakah seandainya mereka melihatnya??”
Para malaikat menjawab, ”Seandainya mereka melihatnya, niscaya mereka lebih besar lagi keinginannya”.
Allah berfirman, ”Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka”.
Menjawab para malaikat, “Dalam kelompok mereka itu ada si Fulan, yang tiada berkehendak kepada mereka. Ia datang hanya karena ada suatu keperluan”·
Maka berfirmanalah Allah ‘Azza wa Jalla, ”Mereka itu adalah kaum, yang tidak merugi orang yang duduk bersama mereka”.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wassalam Bersabda:
“Seutama-utamanya ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah kalimat “Lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîkalah" (Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya). Barangsiapa mengucapkan “Lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîkalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alâ kulli syay’in qadîr" (Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya.Milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu), setiap hari seratus kali, maka ia diberi pahala sama dengan pahala memerdekakan sepuluh hamba sahaya, dituliskan baginya seratus kebaikan, dan dihapuskan darinya seratus kejelekan. Selain itu, baginya perlindungan dari setan pada hari itu hingga malam. Tidak ada seorang pun memperoleh sesuatu yang lebih utama dari itu selain yang mengamalkan lebih dari itu. Tiadalah seorang hamba yang berwudhu, lalu membaguskannya, kemudian mengangkat kedua tangannya seraya berdoa, “Asyhadu alla ilâha illallâh wahdahu lâ syarîkalah wa Asyhadu annaMuhammadan ‘abduhu wa rasũluh" (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya), melainkan dibukakan baginya pintu-pintu surga. Ia masuk dari pintu mana saja yang disukainya.”

Dipetik dari tulisan:  al-Imam Al-Ghazali dalam bukunya: “IHYA’-ULUMIDDIN” (Menghidupkan Kembali Ilmu-Ilmu Agama) dan Kitab “Mukasyafah al-Qulub

Saturday, December 29, 2012

Allah Menjamin Sorga Bagi Seluruh Umat Nabi Muhammad SAW

 
Di dalam Al-Quran Al-Karim dan Hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam terdapat sekian banyak kabar gembira dan ancaman dari Allah kepada  hamba-Nya yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. Jika Allah telah berjanji, maka tidak ada keraguan bahwa Dia pasti akan menepatinya. Demikian pula jika Dia telah memberi peringatan dan ancaman kepada hamba-Nya maka Dia pasti akan membuktikan ancaman tsb jika Dia tidak berkenan mengampuni kesalahan-kesalahan hamba-Nya.

Di antara janji Allah kepada seluruh hamba-Nya tanpa membedakan antara satu dengan yang lainnya adalah; kabar gembira bahwa siapa pun dijamin akan masuk surga jika sungguh-sungguh beriman dan bertakwa kepada-Nya serta mengikuti dan mentaati syariat Rasul-Nya, shallallahu alaihi wasallam.

Berikut ini adalah beberapa di antara ayat-ayat Al-Quran dan hadits shahih yang menerangkan hal itu. 

1. Allah ta’ala berfirman:
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 25)

2. Allah ta’ala berfirman:
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mu’min lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; Itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah: 72)

3. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga dan kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka; dan Rabb mereka memelihara mereka dari azab neraka. Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan”. Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.” (QS. Ath-Thuur: 17-20)

4. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah daripadanya.” (QS. Al-Kahfi: 107-108)

5. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shalih, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi: 30-31)

6. Allah ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Rabbnya dibawa ke surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya. “Dan mereka mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam surga di mana saja kami kehendaki”. Maka surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (QS. Az-Zumar: 73-74)

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ مَنْ أَبَى » . قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ : « مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

“Semua umatku pasti akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang enggan itu?” Beliau menjawab, “Barangsiapa mentaatiku pasti masuk surga, dan barangsiapa mendurhakaiku maka dialah orang yang enggan (tidak mau masuk surga).” [HR. Al-Bukhari no.6851, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu].

BEBERAPA PELAJARAN PENTING 
DARI FIRMAN ALLAH DAN HADITS NABI 
DALAM PERKARA INI


PELAJARAN PERTAMA
Orang-orang yang dijanjikan oleh Allah pasti masuk Surga dan bebas dari siksa api Neraka adalah siapa saja yang memiliki sifat dan perilaku sebagai berikut:
  1. Beriman kepada Allah dengan baik dan benar.
  2. Selalu giat dalam beramal shalih atau bertakwa kepada Allah kapan dan dimana pun ia berada.
  3. Selalu bersikap taat dan tunduk serta mengikuti syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam di dalam Al-Quran Al-Karim dan Al-Hadits yang shohih.
PELAJARAN KEDUA
Amal Shalih atau perbuatan baik adalah bagian dari makna dan hakekat iman. Bahkan amal shalih adalah konsekuensi dan tanda kejujuran iman seorang hamba. Maka dari itu, dalam banyak ayat, Allah ta’ala selalu menyebutkan amal shalih berdampingan dengan iman.

PELAJARAN KETIGA
Makna iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah ialah: Pembenaran dengan hati, ucapan dengan lisan, dan perbuatan dengan anggota badan. Iman dapat bertambah dan menguat dengan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan akan berkurang dan melemah dengan berbuat maksiat kepada Allah, dan mengikuti seruan-seruan setan.

Dengan demikian, seorang muslim yang berbuat maksiat atau dosa besar selain kesyirikan, kekufuran dan kemunafikan yang besar, maka tidak boleh "dikeluarkan" dari agama Islam atau divonis sebagai orang kafir dan musyrik atau murtad. Akan tetapi menurut aqidah dan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa muslim yang berbuat dosa besar hanya dihukumi di dunia ini sebagai muslim fasiq, atau mukmin yang lemah dan tidak sempurna imannya. Sedangkan di akhirat ia berada di bawah kehendak Allah, atau terserah kepada Allah.

Jika Allah, insha Allah, berkehendak mengampuni dosa-dosanya, maka ia akan terbebas dari siksa api Neraka dan berhak masuk surga secara langsung. Namun jika Allah tidak mengampuninya, maka ia akan disiksa di dalam api Neraka sesuai dengan kadar dosa-dosanya, lalu setelah itu ia akan dikeluarkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam Surga-Nya yang penuh dengan kenikmatan yang hakiki dan kekal abadi.

PELAJARAN KEEMPAT
Jalan yang dapat mengantarkan seorang hamba memasuki  Surga Allah hanya  satu, yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan diikuti oleh para sahabat beliau radhiyallahu anhum ajma’in. Hal ini diterangkan dalam salahsatu sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

« مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ »
“Barangsiapa mentaatiku, ia pasti masuk Surga!”

Ini sesuai dengan firman Allah ta’ala yang artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka jannah (surga-surga) yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100).

PELAJARAN KELIMA
Barangsiapa yang mengaku CINTA RASUL dan ingin masuk Surga, akan tetapi pada kenyataannya ia selalu menyelisihi dan menentang ajaran beliau dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah, akhlak dan adab, maka pengakuan cintanya kepada Rasul itu bohong, dan ia dipastikan jatuh dalam kesesatan dan berakhir di Neraka. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya:

“Barangsiapa menentang Ar-Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan selain jalannya kaum mukminin, maka Kami biarkan dia leluasa bergelimang dalam kesesatan (berpaling dari kebenaran), dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa’ : 115).

Demikian beberapa pelajaran penting dari ayat-ayat di atas secara ringkas. Semoga dapat dipahami dan bermanfaat bagi kita semua.
Amin, Ya, Rabbal Alamin.


[Klaten, 21 April 2012 | Muhammad Wasitho Abu Fawaz]


Friday, June 15, 2012

Jaminan Sorga Bagi Nabi Muhammad Saw Dan Umatnya



  • Allah memberikan jaminan bahwa Nabi Muhammad akan masuk sorga
Agar Allah mengampuni dosamu (Muhammad) yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya kepadamu dan menunjukimu jalan yang lurus. (QS. 48:2)
 
  • Allah memberikan jaminan bahwa Nabi Muhammad yang pertama masuk sorga.
Hadits riwayat Anas bin Malik, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: “Aku datang ke pintu sorga pada hari kiamat, lalu aku meminta supaya pintu sorga dibuka. Penjaga sorga bertanya: “Engkau siapa?” Saya menjawab: “Muhammad!” Lalu dia berkata: “Saya diperintahkan, supaya tidak membukakan pintu sorga kepada siapapun sebelum engkau.”
 
  • Allah memberikan jaminan bahwa 10 sahabat Nabi masuk sorga.
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka sorga-sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100)
 
  • Allah memberikan jaminan bahwa 70.000 umat Nabi Muhammad akan masuk sorga tanpa hisab
Imam Bukhari di dalam kitab shahihnya telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau berkata: “Ditampakkan beberapa umat kepadaku, maka ada seorang Nabi atau dua orang Nabi yang berjalan dengan diikuti oleh antara 3-9 orang. Ada pula seorang Nabi yang tidak punya pengikut seorangpun, sampai ditampakkan kepadaku sejumlah besar. Aku pun bertanya apakah ini? Apakah ini ummatku? Maka ada yang menjawab: ‘Ini adalah Musa dan kaumnya,’ lalu dikatakan, ‘Perhatikanlah ke ufuk.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah besar manusia memenuhi ufuk kemudian dikatakan kepadaku, ‘Lihatlah ke sana dan ke sana di ufuk langit.’ Maka tiba-tiba ada sejumlah orang telah memenuhi ufuk. Ada yang berkata, ‘Inilah ummatmu, di antara mereka akan ada yang akan masuk sorga tanpa hisab, sejumlah 70.000 orang. Kemudian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam masuk tanpa menjelaskan hal itu kepada para shahabat. Maka para shahabat pun membicarakan tentang 70.000 orang itu. Mereka berkata, ‘Kita orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya maka kitalah mereka itu atau anak-anak kita yang dilahirkan dalam Islam, sedangkan kita dilahirkan di masa jahiliyah.’ Maka sampailah hal itu kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu beliau keluar dan berkata, ‘mereka adalah orang yang tidak minta diruqyah (dimanterai), tidak meramal nasib dan tidak minta di-kai, dan hanya kepada Allahlah mereka bertawakkal.” [HR. Bukhari  No. 8270]

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dia berkata: "aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Akan masuk sorga sekelompok dari ummatku sejumlah 70.000 orang. Wajah-wajah mereka bercahaya seperti cahaya bulan.” [HR. Bukhari]
 
  • Allah memberikan jaminan bahwa umat Islam masuk sorga
Hadits Nabi,
يأبى قال من أطاعني دخل الجنة ومن عصاني فقد أبى رواه البخاري
Dari Abi Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap ummatku pasti akan masuk sorga, kecuali yang tidak mau.” Shahabat bertanya, “Ya Rasulallah, siapa yang tidak mau?” Beliau menjawab, “Mereka yang mentaatiku akan masuk sorga dan yang menentangku maka dia telah enggan masuk sorga.”

Dari Abi Said bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bila ahli sorga telah masuk sorga dan ahli neraka telah masuk neraka, maka Allah SWT akan berkata, Orang yang di dalam hatinya ada setitik iman, hendaklah dikeluarkan. Maka mereka pun keluar dari neraka.”

Dari Anas ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Dikeluarkan dari neraka orang yang mengucapkan dan di dalam hatinya ada seberat biji dari kebaikan.”

Rasulullah Saw bersabda: “Semua ummatku akan masuk sorga, kecuali orang yang enggan (tidak mau).” [HR. Bukhori 22/248]

Dari sedikit penjelasan di atas, maka sangat jelas bagi siapa saja yang mengerti bahasa Indonesia, bahwa Nabi Muhammad saw sudah dijamin oleh Allah sebagai penghuni Sorga!

Adapun kaum kuffar dan kaum munafik yang selalu berteriak-teriak menyerukan pemahaman mereka yang keliru tentang Nabi Muhammad saw yang menurut mereka belum dijamin masuk sorga, sebenarnya adalah bukti nyata betapa jauh mereka terperangkap dalam kebodohan diri sendiri sehingga sama sekali tidak mampu melihat kebenaran sejati sebagai akibat terlalu banyak dicekoki dogma "melawan akal" oleh para Bapa Gereja! 


Salam bagi kaum yang mengikuti petunjuk![Sumber: Islam Menjawab Fitnah]

BACA JUGA


Tuesday, September 20, 2011

Klasifikasi Hadits Dhaif





Klasifikasi Hadits Dhaif berdasarkan kecacatan perawinya 

  • Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta yang ciptaan itu mereka katakan berasal dari sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, baik hal itu disengaja maupun tidak. 
  • Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan. 
  • Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan, misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang lebih lemah dinamakan hadits Munkar. 
  • Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik, namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits. 
  • Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits. 
  • Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan. 
  • Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan, dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan). 
  • Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk tulisannya. 
  • Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah. 
  • Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau perempuan. 
  • Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih, lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain sebagainya, dari segi pentarjihan. 
  • Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya, disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang kitab-kitabnya. 
Klasifikasi hadits Dhaif berdasarkan gugurnya rawi 

  • Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad. 
  • Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in. 
  • Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian disebut Mudallis. 
  • Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat, disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut. 
  • Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in. 
Klasifikasi hadits Dhaif berdasarkan sifat matannya 

  • Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik sanadnya bersambung atau terputus. 
  • Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung atau tidak. 
Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu' tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:

Pendapat Pertama, Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.

Pendapat Kedua, Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti, menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan untuk menetapkan aqidah-aqidah). 

Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata: "Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami perlunak rawi-rawinya."

Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
  1. Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta, dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul amal. 
  2. Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan hasan) 
  3. Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka. 
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi

Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.

Syarat syarat hadits mutawatir 
  1. Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri. 
  2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta. 
  3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits diriwayatkan oleh lima sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh lima tabi'in demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits mutawatir. 
Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.

Klasifikasi hadits Ahad
  1. Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir. 
  2. Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, walaupun dua orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja, kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya. 
  3. Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi. 




Hadits Qudsi






Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi

Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.

Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi

Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat:
  • Qala (yaqalu) Allahu
  • Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
  • Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:

  • Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
  • Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang berhadats, dll.
  • Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
  • Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.
BID'AH
Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak menyontohkannya.

Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Allah Subhanahu wata'ala berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3,
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." 
Jadi tidak ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu adalah bid'ah.

"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah ibadah). 
"Wa dholalatin fin Naar.." . dan setiap kesesatan itu adanya dalam neraka.

Beberapa hal seperti peralatan audio, alat telekomunikasi, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang ada ruku', sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka itu adalah bid'ah. 

Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'alaihi wa Sallam menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi, terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.

Mengapa ada Hadits Palsu?

Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam: 

  • Yang wajib dibenarkan (diterima). 
  • Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam . 
  • Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam). 
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya: 

  1. Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: "Aku pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab Al-Baa'itsul Hatsiits). 
  2. Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan Hadits itu. 
  3. Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa yang ada dalam ayat-ayat Qur'an. 
  4. Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya (grammarnya). 
Sebab-sebab timbulnya Hadits Palsu 

  1. Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam. Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje). 
  2. Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu. Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud, golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'. 
  3. Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan. 
  4. Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu). 
  5. Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya. 
Hukum meriwayatkan Hadits Palsu

  • Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu. 
  • Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya. 
  • Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits). 

[Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad Nashruddin Al-Albany; Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah; Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin Al-Albany); Kitab Mushtholahul Hadits - A. Hassan]




Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers