Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Keimanan. Show all posts
Showing posts with label Keimanan. Show all posts

Wednesday, September 21, 2011

15 Dasar Penguat Iman




Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Segala puji bagi Allah Yang membaguskan susunan ciptaan-Nya, Yang menciptakan langit dan bumi, mengatur rezeki dan makanan, Yang menurunkan Kitabullah Al-Qur'anul Kariim, Yang menghidupkan dan mematikan, serta Yang memberi pahala atas perbuatan-perbuatan baik.

shalawat dan salam bagi junjungan kita, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam beserta ahlul baitnya, para shahabat, para tabi'in, tabi'ut tabi'in serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Ma'syiral Muslimin rahimakumullah,
Tak seorangpun bisa menjamin dirinya akan tetap terus berada dalam keteguhan iman sehingga meninggal dalam keadaan husnul khatimah. Untuk itu kita perlu memelihara bahkan senantiasa berusaha menguatkan keimanan kita. Tulisan ini insya'allah dapat membantu kita dalam usaha mulia itu.

TSABAT (kekuatan keteguhan iman) adalah tuntutan asasi setiap muslim. Karena itu tema ini penting dibahas. Ada beberapa alasan mengapa tema ini begitu sangat perlu mendapat perhatian serius.

Pertama, pada zaman ini kaum muslimin hidup di tengah berbagai macam fitnah, syahwat dan syubhat dan hal-hal itu sangat berpotensi menggerogoti iman. Maka kekuatan iman merupakan kebutuhan muthlak, bahkan lebih dibutuhkan dibanding pada masa generasi sahabat, karena kerusakan manusia di segala bidang telah menjadi fenomena umum.

Kedua, banyak terjadi pemurtadan dan konversi (perpindahan) agama.
Jika pada awal kemerdekaan jumlah umat Islam di Indonesia mencapai 90 % maka saat ini jumlah itu telah berkurang hampir 5%. Ini tentu menimbulkan kekhawatiran mendalam. Untuk menga-tasinya diperlukan jalan keluar, sehingga setiap muslim tetap memiliki kekuatan iman.

Ketiga, pembahasan masalah tsabat berkait erat dengan masalah hati sebagaimana digambarkan dalam sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:

"Dinamakan hati karena ia (selalu) berbolak-balik. Perumpamaan hati itu bagaikan bulu yang ada di pucuk pohon yang diombang-ambingkan oleh angin." [HR. Ahmad, Shahihul Jami' no. 2361]

Maka, mengukuhkan hati yang senantiasa berbolak-balik itu dibutuhkan usaha keras, agar hati tetap teguh dalam keimanan. Dan sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim kepada hambaNya. Melalui Al Qur'an dan Sunnah Rasul-Nya IA memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai tsabat.

Berikut 15 petunjuk dan 
penjelasan tentang bagaimana memelihara kekuatan dan keteguhan iman kita berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah.

1. AKRAB DENGAN AL-QUR'AN

Al Qur'an merupakan petunjuk utama mencapai tsabat. Al Qur'an adalah tali penghubung yang amat kokoh antara hamba dengan Rabbnya. Siapa akrab dan berpegang teguh dengan Al Qur'an niscaya Allah memeliharanya; siapa mengikuti Al Qur'an, niscaya Allah menyelamatkannya; dan siapa yang mendakwahkan Al Qur'an, niscaya Allah menunjukinya ke jalan yang lurus.

Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Orang-orang kafir berkata, mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami teguhkan hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar)." (QS. Al Furqan: 32-33)

Beberapa alasan mengapa Al Qur'an dijadikan sebagai sumber utama mencapai tsabat adalah:

Pertama, Al Qur'an menanamkan keimanan dan mensucikan jiwa seseorang, karena melalui Al Qur'an, hubungan kepada Allah menjadi sangat dekat.

Kedua, Ayat-ayat Al Qur'an diturunkan sebagai penentram hati, menjadi penyejuk dan penyelamat hati orang beriman sekaligus benteng dari hempasan berbagai badai fitnah.

Ketiga, Al Qur'an menunjukkan konsepsi serta nilai-nilai yang dijamin kebenarannya. Karena itu, seorang mukmin akan menjadikan Al Qur'an sebagai ukuran kebenaran.

Keempat, Al Qur'an menjawab berbagai tuduhan orang-orang kafir, munafik dan musuh Islam lainnya. Seperti ketika orang-orang musyrik berkata, Muhammad ditinggalkan Rabbnya, maka turunlah ayat:

"Rabbmu tidaklah meninggalkan kamu dan tidak (pula) benci kepadamu." (QS. Adl Dluha: 3) [Syarh Nawawi,12/156]

Orang yg akrab dengan Al Qur'an akan menyandarkan semua perihalnya kepada Al Qur'an dan tidak kepada perkataan manusia. Maka, betapa agung sekiranya penuntut ilmu dalam segala disiplinnya menjadikan Al Qur'an berikut tafsirnya sebagai obyek utama kegiatannya menuntut ilmu.

2. ILTIZAM, KOMIT PADA SYARI'AT ALLAH

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akherat. Dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim. Dan Allah berbuat apa saja yang Ia kehendaki." (QS. Ibrahim: 27)

Pada ayat lain Allah 'Azza wa Jalla menjelaskan jalan mencapai tsabat yang dimaksud.

"Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih meneguhkan (hati mereka di atas kebenaran)." (QS. An-Nisa': 66)

Menjelaskan surat Ibrahim di atas Qatadah berkata:

"Adapun dalam kehidupan di dunia, Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan kebaikan dan amal shalih sedang yang dimaksud dengan kehidupan akherat adalah alam kubur."  [Ibnu Katsir: IV/421]

Maka jelas sekali, sangat mustahil orang-orang yang malas berbuat kebaikan dan amal shaleh diharapkan memiliki keteguhan iman.

Karena itu, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam senantiasa melakukan amal shaleh secara kontinyu, sekalipun amalan itu sedikit, demikian pula halnya dengan para sahabat. Komitmen untuk senantiasa menjalankan syariat Islam akan membentuk kepribadian yang tangguh, dan iman pun menjadi teguh.

3. MEMPELAJARI KISAH PARA NABI

Mempelajari kisah dan sejarah itu penting. Apatah lagi sejarah para Nabi. Ia bahkan bisa menguatkan iman seseorang. Secara khusus Allah Subhanahu wa Ta'ala menyinggung masalah ini dalam firman-Nya:

"Dan Kami ceritakan kepadamu kisah-kisah para rasul agar dengannya Kami teguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran , pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman." (QS. QS Hud: 120)

Sebagai contoh, marilah kita renungkan kisah Ibrahim Alaihis Salam yang diriwayatkan dalam Al Qur'an:

"Mereka berkata, bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak. Kami berfirman, hai api menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim. Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim maka Kami jadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi." (QS. Al Anbiya': 68-70)

Bukankah hati kita akan bergetar saat merenungi kronologi pembakaran nabi Ibrahim sehingga ia selamat atas izin Allah? Dan bukankah dengan demikian akan membuahkan keteguh-an iman kita?

Lalu, kisah nabi Musa Alaihis Salam yang tegar menghadapi kezhaliman Fir'aun demi menegakkan agama Allah. Bukankah kisah itu mengingatkan kekerdilan jiwa kita dibanding dengan nabi Musa?

Tak sedikit umat Islam sudah merasa tak punya jalan karena kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan misalnya, sehingga mau saja saat diajak kolusi dan berbagai praktek syubhat lain oleh koleganya. Lalu mereka mencari-cari alasan menjustifikasi pernbuatanya yang keliru. Dan bukankah karena takut akan gertakan penguasa yang tiranik, banyak di antara umat Islam (termasuk ulamanya) yang menjadi tuli, buta dan bisu sehingga tidak melakukan amar ma'ruf nahi mungkar? Bahkan sebaliknya malah bergabung dan bersekongkol serta melegitimasi status quo (menganggap yang ada sudah baik dan tak perlu diubah).

Dengan mempelajari kisah-kisah Nabi yang penuh dengan perjuangan menegakkan dan meneguhkan iman itu seharusnya kita menjadi malu kepada diri sendiri dan kepada Allah. Kita mengharap Surga tetapi banyak hal dari perilaku kita yang menjauhinya. Mudah-mudahan Allah menunjukkan kepada kita jalan yang diridhaiNya.

4. BERDO'A

Di antara sifat hamba-hamba Allah yang beriman adalah mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan iman, seperti do'a yang diajarkan dalam firman-Nya:

"Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaytanaa wahab lanaa min ladunka rahmatan innaka anta alwahhaabu.." ~ "Ya Rabb, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami." (QS. Ali-Imran [3]: 8)

"Rabbanaa afrigh 'alaynaa shabran watsabbit aqdaamanaa waunshurnaa 'alaa alqawmi alkaafiriina.." ~ "Ya Rabb kami, berilah kesabaran atas diri kami dan teguhkanlah pendirian kami serta tolonglah kami dari orang-orang kafir." (QS Al-Baqarah [2]: 250)

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

"Sesungguhnya seluruh hati Bani Adam terdapat di antara dua jari dari jemari Ar Rahman (Allah), bagaikan satu hati yang dapat Dia palingkan ke mana saja Dia kehendaki." (HR. Muslim dan Ahmad)

Agar hati tetap teguh maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam banyak memanjatkan do'a berikut ini terutama pada waktu duduk takhiyat akhir dalam shalat "Wahai (Allah) yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada dien-Mu." (HR. Turmudzi)

Banyak lagi do'a-do'a lain tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam agar kita mendapat keteguhan iman.

Mudah-mudahan kita senantiasa tergerak hati untuk berdo'a utamanya agar iman kita diteguhkan saat menghadapi berbagai ujian kehidupan.

5. DZIKIR KEPADA ALLAH

Dzikir kepada Allah merupakan amalan yang paling ampuh untuk mencapai tsabat. Karena pentingnya amalan dzikir maka Allah memadukan antara dzikir dan jihad, sebagaimana tersebut dalam firmanNya:

"Hai orang-orang yang beriman, bila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh-hatilah kamu dan dzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Anfal: 45)

Dalam ayat tersebut, Allah menjadikan dzikrullah sebagai amalan yang amat baik untuk mencapai tsabat dalam jihad.

Ingatlah Nabi Yusuf Alaihis Salam ! Dengan apa ia memohon bantuan untuk mencapai tsabat ketika menghadapi fitnah rayuan seorang wanita cantik dan berkedudukan tinggi? Bukankah dia berlindung dengan kalimat ma'adzallah (aku berlindung kepada Allah), lantas gejolak syahwatnya reda?

Demikianlah pengaruh dzikrullah dalam memberikan keteguhan iman kepada orang-orang yang beriman.

6. MENEMPUH JALAN LURUS 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia dan jangan mengikuti jalan-jalan (lain) sehingga menceraiberaikan kamu dari jalanNya." (QS. Al- An'am: 153)

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mensinyalir bahwa umatnya 
"bakal terpecah-belah menjadi 73 golongan, dan semuanya masuk Neraka kecuali hanya satu golongan yang selamat [HR. Ahmad, status hasan]

Dari sini kita mengetahui, tidak setiap orang yang mengaku muslim mesti berada di jalan yang benar.

Rentang waktu 14 abad dari datangnya Islam cukup banyak membuat terkotak-kotaknya pemahaman keagamaan. Lalu, jalan manakah yang selamat dan benar itu? Dan, pemahaman siapakah yang mesti kita ikuti dalam praktek keberagamaan kita?

Berdasarkan banyak keterangan ayat dan hadits , jalan yang benar dan selamat itu adalah jalan Allah dan RasulNya. Sedangkan pemahaman agama yang autentik kebenarannya adalah pemahaman berdasarkan keterangan Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada para sahabatnya. [HR. Turmudzi, status hasan].

Itulah yang mesti kita ikuti, tidak penafsiran-penafsiran agama berdasarkan akal manusia yang tingkat kedalaman dan kecerdasannya majemuk dan terbatas.

Tradisi pemahaman itu selanjutnya dirawat oleh para tabi'in dan para imam shalihin. Paham keagamaan inilah yang dalam terminologi (istilah) Islam selanjutnya dikenal dengan paham Ahlus Sunnah wal Jamaah . Atau sebagian menyebutnya dengan pemahaman para salafus shalih.

Orang yang telah mengikuti paham Ahlus Sunnah wal Jamaah akan tegar dalam menghadapi berbagai keanekaragaman paham, sebab mereka telah yakin akan kebenaran yang diikutinya.

Berbeda dengan orang yang berada di luar Ahlus Sunnah wal Jamaah, mereka akan senantiasa bingung dan ragu. Berpindah dari suatu lingkungan sesat ke lingkungan bid'ah, dari filsafat ke ilmu kalam, dari mu'tazilah ke ahli tahrif, dari ahli ta'wil ke murji'ah, dari thariqat yang satu ke thariqat yang lain dan seterusnya. Di sinilah pentingnya kita berpegang teguh dengan manhaj (jalan) yang benar sehingga iman kita akan tetap kuat dalam situasi apapun.

7. MENJALANI TARBIYAH

Tarbiyah (pendidikan) yang semestinya dilalui oleh setiap muslim cukup banyak. Paling tidak ada empat macam:
Tarbiyah Imaniyah, yaitu pendidikan untuk menghidupkan hati agar memiliki rasa khauf (takut), raja' (pengharapan) dan mahabbah (kecintaan) kepada Allah serta untuk menghilangkan kekeringan hati yang disebabkan oleh jauhnya dari Al Qur'an dan Sunnah.

Tarbiyah Ilmiyah, yaitu pendidikan keilmuan berdasarkan dalil yang benar dan menghindari taqlid buta yang tercela.

Tarbiyah Wa'iyah, yaitu pendidikan untuk mempelajari siasat orang-orang jahat, langkah dan strategi musuh Islam serta fakta dari berbagai peristiwa yang terjadi berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar.

Tarbiyah Mutadarrijah, yaitu pendidikan bertahap, yang membimbing seorang muslim setingkat demi setingkat menuju kesempurnaannya, dengan program dan perencanaan yang matang. Bukan tarbiyah yang dilakukan dengan terburu-buru dan asal jalan.

Itulah beberapa tarbiyah yang diberikan Rasul kepada para sahabatnya. Berbagai tarbiyah itu menjadikan para sahabat memiliki iman baja, bahkan membentuk mereka menjadi generasi terbaik sepanjang masa.

8. MEYAKINI JALAN YANG DITEMPUH

Tak dipungkiri bahwa seorang muslim yang bertambah keyakinannya terhadap jalan yang ditempuh yaitu Ahlus Sunnah wal Jamaah maka bertambah pula tsabat (keteguhan iman) nya. Adapun di antara usaha yang dapat kita lakukan untuk mencapai keyakinan kokoh terhadap jalan hidup yang kita tempuh adalah:

Pertama, kita harus yakin bahwa jalan lurus yang kita tempuh itu adalah jalan para nabi, shiddiqien, ulama, syuhada dan orang-orang shalih.

Kedua, kita harus merasa sebagai orang-orang terpilih karena kebenaran yang kita pegang, sebagai-mana firman Allah: "Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-hambaNya yang Ia pilih." (QS. 27: 59)

Bagaimana perasaan kita seandainya Allah menciptakan kita sebagai benda mati, binatang, orang kafir, penyeru bid'ah, orang fasik, orang Islam yang tidak mau berdakwah atau da'i yang sesat?

Mudah-mudahan kita berada dalam keyakinan yang benar yakni sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sesungguhnya.

9. BERDAKWAH

Jika tidak digerakkan, jiwa seseorang tentu akan rusak ! Untuk menggerakkan jiwa maka perlu dicarikan medan yang tepat. Di antara medan pergerakan yang paling agung adalah berdakwah. Dan berdakwah merupakan tugas para rasul untuk membebaskan manusia dari adzab Allah.

Maka tidak benar jika dikatakan, fulan itu tidak ada perubahan. Jiwa manusia, bila tidak disibukkan oleh ketaatan maka dapat dipastikan akan disibukkan oleh kemaksiatan. Sebab, iman itu bisa bertambah dan berkurang. Jika seorang da'i menghadapi berbagai tantangan dari ahlul bathil dalam perjalanan dakwahnya, tetapi ia tetap terus berdakwah maka Allah akan semakin menambah dan mengokohkan keimanannya.

10. DEKAT DENGAN ULAMA

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

"Di antara manusia ada orang-orang yang menjadi kunci kebaikan dan penutup kejahatan." [HR. Ibnu Majah, no. 237, status hasan]

Senantiasa bergaul dengan ulama akan semakin menguatkan iman seseorang.

Tercatat dalam sejarah bahwa berbagai fitnah telah terjadi dan menimpa kaum muslimin, lalu Allah meneguhkan iman kaum muslimin melalui ulama.

Di antaranya seperti diutarakan Ali bin Al Madini Rahimahullah: 

"Di hari riddah (pemurtadan) Allah telah memuliakan din ini dengan Abu Bakar dan di hari mihnah (ujian) dengan Imam Ahmad."

Bila mengalami kegundahan dan problem yang dahsyat Ibnul Qayyim mendatangi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah untuk mendengarkan berbagai nasehatnya. Sertamerta kegundahannya pun hilang berganti dengan kelapangan dan keteguhan iman [Al Wabilush Shaib, hal. 97].

11. MEYAKINI PERTOLONGAN ALLAH

Mungkin pernah terjadi, seseorang tertimpa musibah dan meminta pertolongan Allah, tetapi pertolongan yang ditunggu-tunggu itu tidak kunjung datang, bahkan yang dialaminya hanya bencana dan ujian. Dalam keadaan seperti ini manusia banyak membutuh-kan tsabat agar tidak berputus asa.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Dan berapa banyak nabi yang berperang yang diikuti oleh sejumlah besar pengikutnya yang bertaqwa, mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do'a mereka selain ucapan, Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami. Tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akherat. " (QS. Ali-Imran: 146-148)

12. MENGETAHUI HAKEKAT KEBATHILAN

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: 

"Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir yang bergerak dalam negeri ." (QS Ali Imran: 196)

"Dan demikianlah Kami terang-kan ayat-ayat Al Qur'an (supaya jelas jalan orang-orang shaleh) dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berbuat jahat (musuh-musuh Islam)." (QS Al An'am: 55)


"Dan Katakanlah, yang benar telah datang dan yang batil telah sirna, sesungguhnya yang batil itu pastilah lenyap." (QS Al Isra': 81)

Berbagai keterangan ayat di atas sungguh menentramkan hati setiap orang beriman. Mengetahui bahwa kebatilan akan sirna dan kebenaran akan menang akan mengukuhkan seseorang untuk tetap teguh berada dalam keimanannya.

13. MENUMBUH KEMBANGKAN AKHLAK PENDUKUNG TSABAT

Akhlak pendukung tsabat yang utama adalah sabar, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam:

"Tidak ada suatu pemberian yang diberikan kepada seseorang yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran." [HR. Al Bukhari dan Muslim]

Tanpa kesabaran iman yang kita miliki akan mudah terombang-ambingkan oleh berbagai musibah dan ujian. Karena itu, sabar termasuk senjata utama mencapai tsabat.

14. MENTADABURI NASEHAT ORANG SHALIH 

Nasehat para shalihin sungguh amat penting artinya bagi keteguhan iman. Karena itu, dalam segala tindakan yang akan kita lakukan hendaklah kita sering-sering meminta nasehat mereka. Kita perlu meminta nasehat orang-orang shalih saat mengalami berbagai ujian, saat diberi jabatan, saat mendapat rezki yang banyak dan lain-lain.

Bahkan seorang sekaliber Imam Ahmad pun, beliau masih perlu mendapat nasehat saat menghadapi ujian berat oleh intimidasi penguasa yang tiranik. Bagaimana pula halnya dengan kita?

15. MERENUNGI NIKMATNYA SURGA

Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, kegembiraan dan suka-cita. Ke sanalah tujuan pengembaraan kaum muslimin. Orang yang meyakini adanya pahala dan Surga niscaya akan mudah menghadapi berbagai kesulitan. Mudah pula baginya untuk tetap tsabat dalam keteguhan dan kekuatan imannya.

Dalam meneguhkan iman para sahabat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam sering mengingatkan mereka dengan kenikmatan Surga.

~ Ketika melewati Yasir, istri dan anaknya Ammar yang sedang disiksa oleh kaum musyrikin beliau mengatakan:

"Bersabarlah wahai keluarga Yasir, tempat kalian nanti adalah Surga". [HR. Al Hakim/III/383, hasan shahih]

Mudah-mudahan kita bisa merawat dan terus-menerus meneguhkan keimanan kita sehingga Allah menjadikan kita khusnul khatimah. Amin.

Subhanakallahumma wabihamdika, Allahumaghfirli.

[Dari:Muhammad Shalih Al Munajjid, bit tasharruf waz ziyadah]

Shalat dan kekuatan Iman





Maasyiral muslimin rakhimakumullah,
Dalam sebuah riwayat, amirul mukminin Umar bin Khattab RA berkata;
"Tatkala sepuluh ayat pertama dari surah Al-Mukminun turun, Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, 'Ya Allah, tambahilah kami dan jangan kurangi kami, muliakan kami dan jangan hinakan kami, berilah kami dan jangan halangi kami, utamakan kami dan jangan utamakan yang lain mendahului kami, dan jadikanlah supaya kami rida kepada-Mu dan Engkau rida kepada kami." 

Setelah itu, beliau menghadap para sahabat dan berkata:

"Allah telah menurunkan sepuluh ayat, barang siapa yang beramal dengannya maka Allah akan memasukkannya ke surga Firdaus yang tinggi'."

Maasyiral muslimin rakhimakumullah, Sepuluh ayat itu adalah:

قَدۡ اَفۡلَحَ الۡمُؤۡمِنُوۡنَۙ‏ ١
الَّذِيۡنَ هُمۡ فِىۡ صَلَاتِهِمۡ خَاشِعُوۡنَ ۙ‏ ٢
وَالَّذِيۡنَ هُمۡ عَنِ اللَّغۡوِ مُعۡرِضُوۡنَۙ‏ ٣
وَالَّذِيۡنَ هُمۡ لِلزَّكٰوةِ فَاعِلُوۡنَۙ‏ ٤
وَالَّذِيۡنَ هُمۡ لِفُرُوۡجِهِمۡ حٰفِظُوۡنَۙ‏ ٥
اِلَّا عَلٰٓى اَزۡوَاجِهِمۡ اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُهُمۡ فَاِنَّهُمۡ غَيۡرُ مَلُوۡمِيۡنَ​ۚ‏ ٦
فَمَنِ ابۡتَغٰى وَرَآءَ ذٰ لِكَ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡعٰدُوۡنَ​ ۚ‏ ٧
وَالَّذِيۡنَ هُمۡ لِاَمٰنٰتِهِمۡ وَعَهۡدِهِمۡ رَاعُوۡنَ ۙ‏ ٨
وَالَّذِيۡنَ هُمۡ عَلٰى صَلَوٰتِهِمۡ يُحَافِظُوۡنَ​ۘ‏ ٩
اُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡوَارِثُوۡنَ ۙ‏ ١٠

"Qad aflaha almu'minuuna; alladziina hum fii shalaatihim khaasyi'uuna; waalladziina hum 'ani allaghwi mu'ridhuuna; waalladziina hum lilzzakaati faa'iluuna; waalladziina hum lifuruujihim haafizhuuna; illaa 'alaa azwaajihim aw maa malakat aymaanuhum fa-innahum ghayru maluumiina; famani ibtaghaa waraa-a dzaalika faulaa-ika humu al'aaduuna; waalladziina hum li-amaanaatihim wa'ahdihim raa'uuna waalladziina hum 'alaa shalawaatihim yuhaafizhuuna ulaa-ika humu alwaaritsuuna; alladziina yaritsuuna alfirdawsa hum fiihaa khaaliduuna." 
"Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam salatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna, dan orang yang menunaikan zakat, dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan (sungguh beruntung) orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya, serta orang yang memelihara salatnya. Mereka itulah orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya." (QS Al-Mu'minuun [23]: 1-11)
Dan, marilah kita tafakur sejenak menyelami ayat tersebut beserta para pemilik keimanan yang dijanjikan Allah meraih kesuksesan, kebaikan, dan keberhasilan. Mereka adalah orang yang menang, beruntung, dan berbahagia. Mereka adalah orang yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir serta qadha dan qadar yang baik maupun yang buruk.

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,
Suatu hari, Rasulullah saw. memasuki sekumpulan sahabat, lalu beliau bertanya kepada mereka,

"Apakah kalian orang yang beriman?" Umar menjawab, "Ya, kami adalah orang yang beriman wahai Rasulullah." Kemudian beliau bertanya, "Apa tanda keimanan kalian?" 

Umar menjawab, "Kami bersabar terhadap cobaan, rida dengan qadha, dan bersyukur terhadap kelapangan hidup!"

Maka Rasulullah saw. bersabda, "Kalian adalah orang yang beriman. Demi pemilik Kakbah, iman adalah SABAR, SYUKUR dan RIDHLA."

Dalam sebuah hadis Qudsi Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman;

"Apabila AKU menguji hamba-Ku pada harta atau anak atau jiwanya, kemudian ia menerima dengan kesabaran yang baik, maka pada hari kiamat AKU merasa malu darinya untuk memberikan timbangan atau membentangkan pengadilan kepadanya, kemudian AKU akan memasukkannya ke janah tanpa hisab. Demi izah-KU dan kebesaran-KU.., AKU tidak akan mengeluarkan seorang hamba dari dunia ini dan AKU senang menyayanginya, sehingga AKU akan penuhi segala keburukan yang telah diperbuatnya dengan penyakit di badan atau kesempitan rezeki atau musibah harta atau anaknya meskipun keburukan itu sebesar biji atom. Seandainya kejelekan itu masih tersisa, maka akan AKU keraskan sakratul mautnya sehingga ia menjumpai-KU seperti hari ketika ia dilahirkan ibunya."

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,
Mungkin kita masih teringat dengan Urwah bin Zubeir yang betisnya terkena pedang tajam, lalu para tabib berkata kepadanya, "Tidak ada cara untuk mengobati, kecuali dengan memotongnya," Lantas apakah yang akan dilakukan Urwah? Ia tengah berhadapan dengan ketentuan Allah dan tidak ada cara untuk menghindari, kecuali hanya dengan kesabaran. Tabib lalu menyarankan agar Urwah menggunakan sesuatu yang bisa menghilangkan rasa sakit tatkala betisnya dipotong, tetapi apa jawab Urwah? Ia berkata, "Demi Allah, saya tidak akan menggunakan sesuatu yang menghalangi akalku berzikir kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala." Urwah lalu berkata kepada para Tabib, "Bila saya telah menjalankan salat kemudian saya sudah dalam kondisi duduk untuk membaca dan bertasyahud, potonglah betisku karena sesungguhnya saat itu saya merasa berada di hadapan Allah, tidak ada dalam hatiku, kecuali Allah Tabaraka wa Ta'ala". Urwah kemudian melaksanakan salat dan salatnya merupakan contoh yang istimewa."

Imam Hatim al-Ashim suatu hari ditanya, "Bagaimana kondisimu ketika engkau melaksanakan salat, wahai Hatim?" Ia menjawab, "Ketika akumelaksanakan salat, kujadikan Ka'bah ada di hadapanku, kematian di belakangku, ash-Shirath di bawah dua telapak kakiku, jannah di sebelah kananku, neraka ada disebelah kiriku dan aku merasa Allah mengawasiku. Lalu aku sempurnakan ruku dan sujudku, kemudian bila aku telah mengucapkan salam, aku tidak mengetahui apakah Allah akan menerima atau menolaknya."

Dalam sebuah riwayat, seorang wanita datang menjumpai Musa a.s. seraya berkata, "Saya telah melakukan dosa besar, maka adakah pintu tobat untukku?" Musa lalu bertanya, "Apa dosamu wahai hamba Allah?" Ia menjawab, "Saya telah berzina dan melahirkan anak, lalu anak itu saya bunuh." Musa berkata, "Pergilah engkau dari sisiku, aku takut azab Allah akan menimpaku lantara dosamu"

Maka, wanita itu pergi meninggalkan Musa dengan menangis dan kondisi yang menyedihkan. Setelah wanita keluar, turunlah wahyu kepada Musa melalui Jibril, "Wahai Musa, Allah Ta'ala berfirman kepadamu, 'Apakah engkau menolaknya, padahal ia ingin bertaubat? Apakah kamu tidak mengetahui dosa yang lebih besar daripada itu'?" Musa bertanya, "Apakah dosa yang lebih besar daripada itu?" Jibril menjawab, "Orang yang meninggalkan salat dengan sengaja."

Maasyiral muslimin rakhimakumullah,
Di tengah-tengah kita ada seorang muslim yang tidak masuk masjid, kecuali pada hari besar, bulan Ramadan ataupun hari Jumat. Bahkan, ada muslim yang selama hidupnya tidak pernah mrmasuki masjid, kecuali hanya sekali saja, yaitu saat ia akan dikuburkan. Ia masuk masjid BUKAN untuk salat, tetapi UNTUK DI SHALATKAN!

Allah lalu berfirman yang artinya,  "(Yaitu) orang-orang yang khusyu dalam salatnya."

Maksud ayat ini adalah mereka memasuki salat sebagaimana manusia memasukkan pakaian ke dalam tubuhnya. Bila baju itu akan melindungi pemakainya dari panas dan dingin, salat akan melindungi pemiliknya dari azab jahannam. KHUSYU' adalah datangnya hati dan tenangnya anggota tubuh.

Aisyah r.a. berkata, "Adalah Rasulullah saw. menceritakan kepada kami dan kami pun bercerita kepadanya, beliau berkata kepada kami dan kami pun berkata kepadanya. Apabila tiba waktu salat, beliau seakan tidak mengenali kami dan kami pun tidak mengenalinya. Itulah khusyu wahai hamba Allah."

Marilah kita kembali kepada kisah Urwah di atas. Para tabib berkata kepadanya, "Bagaimana kami akan memotong betismu wahai Urwah?" Ia menjawab, "Apabila saya memulai salat."

Salatlah Urwah dan ia membentangkan betisnya, sedang dia dalam keadaan duduk membaca tasyahud, dan setelah mengucapkan dua salam, ia menanyakan kondisinya, "Apakah kalian telah selesai memotong?'

Mereka menjawab, "Ya." Mereka lalu membawa Urwah ke rumahnya sementara darah masih menetes dari betisnya. Sesampai di rumah, Urwah lalu memanggil anak-anaknya, tetapi yang datang hanya seorang.

Lalu, ia bertanya, "Apa yang terjadi?" Mereka menjawab, "Semoga Allah membesarkan pahalamu wahai Urwah, anakmu yang besar meninggal."

Lalu, Urwah bertanya, "Apa yang terjadi?" Lihatlah kepada kekuatan iman, bagaimana ia membuat keajaiban, mendatangkan mukjizat dan menggerakkan gunung. Urwah berkata, "Apakah ia menampar pipi, merobek saku, menyeru dengan seruan jahiliyah, ataukah berkata dengan sebuah ucapan yang menyebabkan Allah Ta'ala marah kepada-Nya?"

Betis di hadapannya belum pula dikafani dan dikuburkan, darahnya juga masih mengalir, tetapi apa yang dikatakannya? Ia menghadap kepada Allah, lalu berkata,

"Wahai Rab, Engkau telah memberiku rezeki dua orang anak dan kini Engkau telah mengambil salah satunya dan meninggalkan yang satu. Maka, segala puji untuk-Mu atas apa yang telah engkau ambil dan segala syukur untukmu atas apa yang engkau tinggalkan. Engkau telah memberiku dua betis, satu telah Engkau ambil dan satu engkau sisakan. Maka, segala puji untukmu atas apa yang Engkau ambil dan segala syukur untukmu atas apa yang engkau tinggalkan. Kemudian, ia mengambil betis yang telah dipotong dan dipandanginya." Lalu, ia berkata, "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sesungguhnya saya tidak berjalan denganmu ke tempat yang dimurkai Allah."

INILAH IMAN! Inilah penyerahan kepada Allah Yang Maha Esa. Beginilah nabi kita mengajari kita untuk bersabar terhadap musibah, bersabar ketika mendapat kesulitan. Kita sangat membutuhkan untuk mencontoh Rasulullah saw. dan para sahabatnya karena mereka adalah teladan.

Maha benar Allah Tabaraka wa Ta'ala dengan firmannya!

"Laqad kaana lakum fiihim uswatun hasanatun liman kaana yarjuu allaaha waalyawma al-aakhira waman yatawalla fa-inna allaaha huwa alghanniyyu alhamiidu..."

~"Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Kaya lagi terpuji." (QS Al-Mumtahanah [60]:6)

Ya Allah, kepadamulah kami bertawakal. Kepadamulah kami kembali, dan Engkaulah tempat kembali. Ya Allah, janganlah engkau jadikan kami fitnah atas orang-orang kafir, ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana.

Wassalam..

Manisnya 10 Buah Keimanan



Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah,
Bila cahaya iman telah meresap dalam sanubari niscaya akan mendatangkan keunikan-keunikan dalam aqidah, amal dan akhlak.

Maka barangsiapa yang dikaruniai iman, sungguh ia telah dikaruniai kebaikan yang sangat banyak dan tiada ternilai.

Iman akan memberikan pengaruh, buah dan akibat-akibat yang terpuji baik di dunia maupun di akhirat kelak. 

Diantara buah dari keimanan tersebut adalah:

KECINTAAN ALLAH KEPADA AHLUL IMAN

Firman Allah:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya.” (QS Al-Maidah: 54)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa iman tidak diberikan kecuali kepada orang-orang yang ia cintai dan dipilih dari kalangan manusia.

Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
”Sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan orang yang tidak dicintai, dan Dia tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Dia cintai.” [HR al Hakim dari Ibnu Mas’ud].

KE-RIDHAAN ALLAH KEPADA AHLUL IMAN
Allah Berfirman Tentang Orang–Orang Mukmin:

خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya.Yang demiki-an itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (QS Al-Bayyinah [98]: 8)

Sesuatu yang paling mulia dan agung didunia adalah keridhaan Allah kepada seorang hamba. Apabila Allah telah meridhai seorang hamba maka Dia akan menjadikanya hidup bahagia, meridhainya dan meneguhkan hatinya diatas jalan yang lurus. Allah juga akan memudahkan kepadanya kebaikan dimanapun berada, kapanpun dan kemanapun ia menuju. Allah meridhai-nya ketika di dunia dan setelah ia meninggalkan dunia.

AHLUL IMAN MEMILIKI RASA AMAN YANG SEMPURNA
Allah Ta'ala berfirman:

الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-An'am: 82)

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan kepada kita bahwa;

".... barangsiapa yang diberi taufik untuk ikhlas dan tidak syirik maka berarti ia telah mendapatkan dua faedah yaitu rasa aman yang sempurna dan hidayah di dunia dan akhirat". 

Ada sebagian penafsiran yang menjelaskan bahwa yang dimaksud rasa aman adalah ketika di dunia, ada pula yang menafsirkan dengan rasa aman di akhirat.

Namun yang jelas bila tauhid seorang hamba telah sempurna maka dia tidak akan takut dengan suatu apapun kecuali hanya kepada Allah.

DIANTARA BUAH IMAN ADALAH KETEGUHAN HATI
Firman Allah dalam surat:

يُثَبِّتُ اللّهُ الَّذِينَ آمَنُواْ بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ 
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS Ibrahim [14]: 27)

Di antara musibah yang sangat besar adalah berbolak-baliknya hati dari ketaatan kepada Allah. Akan tetapi ahlul iman adalah orang-orang yang diberi keteguhan dan keyakinan yang mantap sehingga fitnah apapun tidak akan berdampak negatif kepada mereka, ujian seberat apapun tidak akan menggoyahkan mereka, sebab mereka berpegang teguh kepada tali Allah yang kokoh.

HIDAYAH DAN RAHMAT BAGI ORANG YANG BERIMAN
Allah ber firman:

وَمَن يُؤْمِن بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
“Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi pe-tunjuk kepada hatinya.” (QS At-Taghabun [64]: 11)

Petunjuk dan hidayah Allah adalah sempurna, dalam segala kondisi dan urusan, hidayah yang tak teriringi oleh kesesatan.

NIKMATNYA KETA'ATAN DAN MANISNYA BERMUNAJAT
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
 
”Telah merasakan nikmat iman orang yang rela Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Rasulnya.” [HR Muslim].

Rasulullah memberitahukan bahwa iman memiliki rasa nikmat, maka buah dari keridhaan adalah mencicipi nikmatnya iman.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Madarijus Salikin berkata:
“Hadits ini adalah landasan bagi kedudukan-kedudukan dalam agama, ia mengandung sikap ridha terhadap rubbubiyah dan uluhiyyah Allah Ta'ala, ridha kepada rasul dan tunduk kepadanya, ridha dan berserah diri kepada agamaNya. Barang siapa yang terkumpul dalam dirinya empat perkara diatas maka ia adalah as-shiddiq (benar imannya), kami memohon semoga Allah Yang Maha Agung berkenan menjadikan kita orang-orang yang merasakan nikmatnya bermunajat, manisnya iman dan ketaatan.

MENDAPATKAN PEMBELAAN DAN KESELAMATAN DARI ALLAH
Firman Allah:

إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا 
“Sesungguhnya Allah membela oarang-orang yang telah beriman.” (QS Al-Hajj [22]: 38)

As-Sa’diy berkata: ”Ini adalah pemberitahuan, janji dan kabar gembira bagi orang-orang mukmin, bahwasanya Allah membela mereka --karena iman mereka-- dari kejahatan orang-orang kafir, sikap was-was, kejahatan jiwa dan amal-amal yang buruk. Dia juga meringankan kesulitan-kesulitan mereka dengan seringan-ringannya, dan pembelaan ini menurut kadar iman masing-masing.
 
Ahlul iman bila melakukan ketaatan maka akan dimudahkan untuk melakukakan bentuk ketaatan yang lain.

Hal ini disebabkan karena Allah melapangkan dadanya dan memudah-kan perkaranya sehingga merasa mudah dan ringan (karena taufik dari Allah) dalam menjalankan amal shalih yang lain, maka akan terus bertambah amal seorang mukmin.

Firman Allah SWT;

وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىفَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى 
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa,dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.” (QS Al-Lail [92]: 5-7)

Juga firman-Nya yang lain:

وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ لَهُ فِيهَا حُسْناً 
“Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.” (QS. Asy-Syura: 23)

IMAN AKAN MENGHIDUPKAN HATI SEORANG HAMBA
Barangsiapa beriman kepada Allah maka ia akan selalu mengingatNya, hati dan fikirannya terfokus secara kuat terhadap akhirat. Setiap kali muncul ketaatan ia bisa merasakan akibat-akibatnya yang mulia pada hari kiamat, ketika muncul rasa malas dalam mengerjakan shalat misalnya maka ia langsung ingat akan pahala dan buahnya di alam kubur maupun akhirat. Sehingga akhirnya terpacu untuk memperbaiki diri dan memperbanyak ibadah, demikianlah kondisi hati yang hidup dan berisikan keimanan.

MALAIKAT MEMOHONKAN AMPUNAN BAGI ORANG MUKMIN
Firman Allah SWT;

هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيماً
"Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS Al-Ahzab [33] : 43)

Firman-Nya pula;

“(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekililingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepadaNya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman.” (QS al-Ghafir [40]: 7)

SYAITAN TIDAK AKAN MENGUASAI ORANG-ORANG MUKMIN
Firman Allah, artinya:

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguh-nya syaitan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan ber-tawakkal kepada Rabbnya.” (QS An-Nahl [16]: 99)

Allah memberitakan dalam kitab-Nya bahwa sebab yang paling besar untuk melindungi kejahatan syetan adalah dengan berlindung kepada-Nya dan Dia juga menjelaskan bahwa ada sebab lain yang paling kuat untuk melawannya yaitu membentengi diri dengan iman dan tawakkal.

PENUTUP
Setelah kita mengetahui buah iman dan keutamaan-keutamaanya maka selayaknya bagi kita yang hidup di zaman ini untuk senantiasa menjaga aqidah, iman dan agama kita. Hendaknya kita senantiasa menjaga diri agar tidak melenceng dari rel agama tanpa kita menyadarinya. Setan dari golongan jin maupun manusia memiliki banyak cara, taktik dan strategi yang samar yang hampir-hampir kita tidak dapat mendeteksinya.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa di akhir zaman ada orang yang di pagi hari ia mukmin namun di sore hari ia telah kafir demikian pula sebaliknya.

Selain itu juga banyak terjadi kerancuan sehingga mengaburkan batasan-batasan antara keimanan dan kekufuran yang mengakibatkan banyak orang terkecoh.

Namun bagi orang yang memiliki kesempurnaan iman dan terbebas dari noda syirik maka baginya rasa aman dan hidayah yang sempurna di dunia dan akherat. Dia meraih semua keutamaan iman yang begitu besar, maka wajib bagi setiap muslim agar senantiasa memikirkan bagaimana menambah iman dan amal shalih untuk mendapatkan rasa aman dan hidayah sepanjang masa.



Disarikan dari buletin Darul Wathan “Tsamaratul Iman”, karya Abdur Rahman Al-Yahya (Izzudin Karimi)

Tuesday, July 12, 2011

Catatan penting tentang Iman





Pembaca yang budiman,
Segala puji hanyalah milik Allah semata. Setiap kita selalu memuji-Nya, memohon pertolongan-Nya, dan memohon ampunan-Nya. Siapapun yang mendapatkan hidayah dari Allah, niscaya tidak ada yang mampu membuatnya tersesat. Sebaliknya, siapapun yang disesatkan Allah, tak akan ada makhluk yang mampu memberi petunjuk kepadanya.

HAKIKAT IMAN
Kita harus meyakini bahwa iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Pokok dasarnya adalah tashdiq (pembenaran) terhadap khabar (berita yang disampaikan Nabi Salallahu alaihi wa salam) dan tunduk terhadap syari’at yang dibawanya. Barang siapa dalam hatinya tidak ada tashdiq (pembenaran) dan inqiyad (ketundukan), maka ia bukan seorang muslim. Kesempurnaan iman yang bersifat wajib diraih dengan cara menjalankan kewajiban-kewajiban dan menjauhi segala yang diharamkan, sedang kesempurnaannya yang mustahab (ekstra) adalah dengan menjalankan amalan sunnah (mandub) dan meninggalkan yang makruh (dibenci namun tidak sampai tingkat haram) ditambah dengan kewaspadaan terhadap perkara yang samar (mutasyabihat).

Orang yang mengeluarkan jenis ‘amal dari hakikat iman serta membatasi iman hanya sebatas keyakinan saja maka ia adalah batil, karena iman tidak akan terealisasi hanya dengan keyakinan akan benarnya ajaran (agama) yang disampaikan Nabi Salallahu alaihi wa salam. Sudah amat banyak orang yang hanya memiliki keyakinan seperti ini, namun ternyata hal itu tidak membuat mereka masuk ke dalam jajaran orang-orang mukmin.

Dalil-dalil berkaitan dengan pembahasan di atas di anaranya:

Firman Allah Ta'ala,

فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah-nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi-mu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 59) 

Ayat ini mengisyaratkan bahwa siapa yang tidak mengembalikan urusan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka bukan seorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir. Ini menunjukkan bahwa iman bukan sekedar membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi Salallahu alaihi wa salam, bukan pula sekedar ucapan (pengakuan), tetapi harus disertai adanya ketundukkan terhadap syariat, taat kepada Rasul Salallahu alaihi wa salam dan berhukum kepadanya. 

Firman Allah Ta'ala;

فَلاَ وَرَبِّكَ لاَ يُؤْمِنُونَ حَتَّىَ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لاَ يَجِدُواْ فِي أَنفُسِهِمْ حَرَجاً مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسْلِيماً
“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa’ [4]: 65)

Allah telah bersumpah dengan Dirinya Yang Suci dan Mulia bahwa seseorang tidak dikatakan mukmin hingga ia berhukum kepada Rasul SAW dalam segala urusan. Apa yang telah beliau tetapkan adalah benar dan wajib untuk ditaati secara lahir dan batin. 

Firman Allah Ta'ala, 

وَيَقُولُونَ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالرَّسُولِ وَأَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلَّى فَرِيقٌ مِّنْهُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُوْلَئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ 
“Dan mereka berkata, “Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul, dan kami pun ta’at,” kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu. Mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nuur [24]:47) 

Ayat ini menafikan keimanan orang-orang munafik yang mulut mereka menyatakan iman, namun perbuatan mereka menyelisihi apa yang seharusnya menjadi tuntutan dari ucapannya, mereka berpaling dari hukum Allah dan Rasul-Nya Salallahu alaihi wa salam. 

Firman Allah Ta'ala;

وَكَيْفَ يُحَكِّمُونَكَ وَعِندَهُمُ التَّوْرَاةُ فِيهَا حُكْمُ اللّهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِن بَعْدِ ذَلِكَ وَمَا أُوْلَـئِكَ بِالْمُؤْمِنِينَ 
“Dan bagaimana mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, kemudian mereka berpaling sesudah itu (dari putusanmu) dan mere-ka sungguh-sungguh bukan orang yang beriman.” (QS. al-Maidah [5]: 43)

Mereka (Yahudi) bukanlah orang-orang beriman terhadap Taurat karena tidak berhukum kepadanya. Dan orang yang tidak mengikuti kebenaran yang dibawa oleh Nabi n juga bukanlah orang mukmin. 

Firman Allah Ta'ala;

وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya al-Qur’an itulah yang hak dari Rabbmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Hajj [22]:54) 

Allah Ta'ala berfirman,

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.Maka perhati-kanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS. 27:14) 

Allah Ta'ala memberitahukan bahwa sekedar membenarkan apa yang disampaikan Nabi n saja belumlah disebut dengan iman. 

Allah juga telah berfirman;

الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءهُمْ وَإِنَّ فَرِيقاً مِّنْهُمْ لَيَكْتُمُونَ الْحَقَّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (QS. 2:146)
Maka berdasarkan ayat ini, pengetahuan dalam hati saja tidaklah disebut dengan iman, apabila ucapan dan perbuatan mendustakan apa yang diketahuinya itu. Sebagaimana para ulama Ahlul Kitab yang mengetahui kebenaran berita diutusnya Rasulullah Salallahu alaihi wa salam, pengetahuan mereka terhadap Rasulullah Salallahu alaihi wa salam sama seperti pengetahuan mereka terhadap anak-anak mereka (karena berita yang amat jelas).
Adapun dalil-dalil dari as-Sunnah di antaranya adalah:
Sabda Nabi Salallahu alaihi wa salam;

“Seluruh umatku masuk Surga, kecuali yang enggan.”  Para shahabat bertanya, “Siapa yang enggan itu wahai Rasulullah? Nabi menjawab, ”Barang siapa yang taat kepada-ku, maka masuk surga dan barang siapa maksiat kepadaku maka ia telah enggan (masuk surga).” [HR. Al-Bukhari]. 

Barang siapa yang enggan mengikuti Nabi Salallahu alaihi wa salam dan berpaling dari ajarannya maka ia termasuk ahlun naar (penduduk neraka) meskipun ia meyakini di dalam hatinya akan kebenaran ajaran tersebut.
Sabda Nabi Salallahu alaihi wa salam, dari Abu Hurairah Radiallahuanhu, Rasulullah Salallahu alaihi wa salam pernah ditanya, ”Amal apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan rasul-Nya.” Ditanyakan lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jihad fi sabilillah”. Ditanyakan, “Lalu apa?” Beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” 
Dalam hadits tersebut tampak jelas, bahwa iman adalah sebaik-baik amal. Hadits ini juga merupakan bantahan bagi orang yang mengeluarkan amal dari definisi iman. 

Ketika datang utusan Abdul Qais, Nabi Salallahu alaihi wa salam memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah, beliau menanyai mereka, “Tahukah kalian apa iman itu?” Mereka menjawab,” Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.

Beliau bersabda, “Persaksian bahwa tidak ada ilah (yang haq) kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, Puasa Ramadahan dan membayar seperlima dari harta rampasan.” (HR. Muslim) 

IMAN DAPAT BERTAMBAH DA BERKURANG  
Kita harus meyakini bahwa iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Allah Ta'ala berfirman;

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَاناً مَّعَ إِيمَانِهِمْ
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (QS. Al-Fath [48]: 4) 

Firman Allah Ta'ala,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karena-Nya).” (QS. Al-Anfal [8]: 2) 

Firman Allah Ta'ala, 

وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَـذِهِ إِيمَاناً فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, ”Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?”. Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah [9]:124) 
Di dalam sebuah hadits Muttafaq ’alaih disebutkan bahwa Allah akan mengeluarkan dari neraka orang yang di hatinya masih ada sebiji gandum dari iman, sebesar zarah atau sebiji sawi dan yang lebih kecil lagi dari itu. Ini menunjukkan bahwa ukuran keimanan itu berbeda-beda dan dapat berubah-ubah. 
DOSA BESAR TIDAK MENGGUGURKAN IMAN
Seorang muslim tidak boleh dikafirkan dengan sebab melakukan dosa besar (kabair), kecuali bila melakukan pembatal keimanan seperti syirik atau apabila ia menghalalkan perbuatannya itu. 

Firman Allah Ta'ala, 

إِنَّ اللّهَ لاَ يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ 
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa’: 48 dan 116)

Berdasarkan ayat ini, maka pelaku dosa besar masih dalam lingkup Islam, ia berada di bawah kehendak Allah, apakah diadzab atau diampuni semua terserah Allah. Dan yang dimaksudkan dosa disini adalah dosa yang tidak ditaubati hingga dibawa mati. 

Allah Ta'ala berfirman; 

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُوْلَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. [49]:7)

Ayat di atas menunjukkan, bahwa Allah membedakan antara kekufuran dengan yang lebih kecil daripadanya yaitu kefasikan dan kemaksiatan. 

Nabi SaW bersabda:

“Mencaci maki orang Islam adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah kekufuran.”  [Muttafaq ‘alaih] 

Dalam hadits ini Rasulullah Saw membedakan antara kefasikan dan kekufuran, sedangkan dalam sabda beliau lainnya,

“Syafaatku bagi pelaku dosa besar dari umatku.” [HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban]. 

Menunjukkan kepada ahlul kabair (pelaku dosa besar) bahwa mereka masih berada dalam lingkup iman. 

KEIMANAN GUGUR OEH RIDDAH 
Iman menjadi gugur atau batal karena riddah (murtad), sebagaimana wudlu batal dengan hadats. Riddah terjadi dengan keluarnya seseorang dari Islam secara total, lalu masuk agama lain, atau pengingkaran yang murni terhadap ajaran Islam. Dapat pula terjadi karena tidak menerima sesuatu yang telah diturunkan oleh Allah setelah adanya ilmu, baik itu dengan mendustakan atau menolaknya. Orang yang mati dalam keadaan murtad, maka seluruh amalnya terhapus. 

Allah Ta'ala berfirman, 

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ 
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 34)

Ketika iblis enggan untuk taat kepada Allah, maka keimanannya menjadi gugur, sehingga disebut sebagai kafir dan berhak mendapatkan laknat dan adzab yang kekal. 

Firman Allah Ta'ala,

وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَن دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَـئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalan-nya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217) 

Firman Allah Ta'ala, 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُواْ كُفْراً لَّن تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الضَّآلُّونَ
“Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima taubatnya; dan mereka itulah orang- orang yang sesat.” (QS. Ali Imran [3]:90) 

Barang siapa yang kufur setelah beriman dan terus dalam kekufurannya hingga mati, maka tidak akan diterima taubatnya ketika sudah menjelang ajal. 



Sumber: Kitab “Maa la yasa’u al-Muslim jahluhu”  DR. Abdullah Al-Muslih dan DR. Sholah ash-Showi.

Friday, September 24, 2010

Memurnikan Iman

Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita, baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam beserta ahlul bait-nya, para shahabat Salaffus Shalih, para tabi'in, tabi'ut tabi'in serta seluruh umat Islam yang setia dan menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman. 


Allah berfirman,

الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
"Orang-orang yang beriman dan tidak menodai iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat ketentraman dan mereka itulah orang-orang yang menepati jalan hidayah." (QS Al-An'am [6]: 82).

Banyak orang yang menganggap dan mengaku dirinya beriman, akan tetapi di samping itu, dia juga melakukan hal-hal yang mengeruhkan keimanannya itu, atau bahkan sampai menggugurkan iman itu sendiri. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor; di antaranya, karena kebodohan mereka, atau mungkin karena kesombongan dan keangkuhan mereka sehingga mereka tidak mau menerima kebenaran yang disampaikan pada mereka. Padahal, dalam masalah keimanan dan tauhid, tidak ada udzur (alasan) kebodohan.

Jadi, seseorang tidak bisa beralasan dengan kebodohan (ketidaktahuan)-nya ketika salah dalam masalah iman dan tauhid ini. Dan salah dalam masalah ini akan berakibat fatal.

Masalah keimanan dan tauhid ini adalah masalah yang sangat prinsip bagi seorang muslim, yang merupakan dasar dan pondasi baginya, yang menentukan kuat tidaknya bangunan yang dibangun di atas pondasi itu. Tetapi, justru kebanyakan manusia bodoh dalam hal ini, sehingga sadar atau tidak sadar mereka sering menodai keimanan mereka itu.Maka, tidaklah perlu diherankan jika ada tokoh agama, yang konon luas wawasan agamanya kemudian sembrono dalam mengambil sikap yang justru jelas-jelas bertentangan dengan agama. Seakan-akan dia adalah orang yang sama sekali tidak mengenal agama. Mengapa demikian? Hal itu di antaranya adalah karena pondasi, dasar pijakannya tidak kuat. Pondasi yang dimaksud adalah akidah.

Banyak juga orang, bahkan yang disebut ulama, yang keliru dalam memahami ayat di atas.

Mungkin karena ketidaktahuan mereka akan keterangan tentang ayat tersebut yang datang dari Rasulullah SAW, atau mungkin karena mereka terbiasa menafsirkan ayat dengan pikiran mereka sendiri tanpa didasari oleh ilmu.

Mereka menafsirkan ayat tersebut adalah bahwa orang yang beriman dan tidak menodai imannya dengan kedzaliman, yaitu kedzaliman kepada orang lain dan diri mereka, maka mereka itulah yang berhak mendapat ketentraman dan petunjuk. Mereka menafsiri kedzaliman hanya sebatas itu. Sedangkan tidak ada manusia di dunia ini yang tidak pernah mendzalimi dirinya sendiri, kecuali beberapa orang yang dilindungi oleh Allah.

Maka dari itu, marilah kita simak bagaimana Ibnu katsir mengomentari ayat tersebut.
Beliau mengatakan, "Maksudnya, mereka adalah orang-orang yang memurnikan ibadah hanya kepada Allah saja, mereka tidak menyekutukan-Nya sama sekali, dan mereka itulah orang-orang yang tenteram pada hari kiamat dan mendapat petunjuk di dunia akherat."

Diriwayatan oleh Imam Bukhari, "Ketika turun ayat, 'Orang-orang yang beriman, dan tidak menodai iman mereka dengan kedzaliman', kami (para sahabat) berkata, 'Wahai Rasulullah, siapakan di antara kami yang tidak mendzalimi dirinya?' Beliau bersabda, 'Bukan seperti yang kamu katakan, mereka tidak menodai iman mereka dengan kedzaliman, tetapi dengan kemusyrikan.

"Bukankah kamu telah memperhatikan perkataan Luqman kepada anaknya?, 

يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya, mempersekutukan Allah adalah kedzaliman yang besar" (QS Luqman: 13).

Syaikhul Islam berkata, "Yang membuat mereka resah adalah, mereka mengira bahwa kedzaliman yang harus dihilangkan itu adalah kedzaliman seorang hamba kepada dirinya sendiri".

Sementara itu, tidak ada ketentraman dan petunjuk kecuali bagi orang yang tidak pernah mendzalimi dirinya sendiri. Maka dari itu, Nabi saw. menerangkan tentang sesuatu yang menunjukkan kepada mereka, bahwa kemusyrikan disebut kedzaliman menurut ungkapan Kitab Allah. Maka, tidak akan ada ketentraman dan petunjuk kecuali bagi orang yang tidak menodai keimanannya dengan kedzaliman ini. karena, orang yang tidak menodai keimanannya dengan kedzaliman berhak meneriman ketentraman dan petunjuk sebagaiamana ia termasuk orang-orang pilihan.

Seperti dalam firman Allah, 

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ
وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ
"Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan, dan di antara mereka ada (pula) yang terdepan dalam berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar." (QS Faathir [35]: 32).

Ini tidak menafikan bahwa salah seorang dari mereka disiksa karena kedzalimannya terhadap diri sendiri dengan melakukan dosa jika ia tidak bertobat. Sebagaimana firman Allah ta'ala, 

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُوَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
"Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula." (QS Az-Zalzalah: 7-8).

Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah saw., "Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak melakukan perbuatan buruk? Maka beliau menjawab, 'Wahai Abu Bakar, bukankah kamu pernah berjerih payah? Bukankah kamu pernah sedih? Bukankah kamu pernah tertimpa keresahan? Itulah yang kamu dibalas dengannya'."

Dengan demikian, beliau menjelaskan bahwa seorang mukmin yang jika mati lalu ia masuk surga, terkadang kejahatannya telah dibalas di dunia dengan musibah.

Barangsiapa yang selamat dari tiga jenis kedzaliman;

  • syirik,
  • mendzalimi orang lain, dan
  • mendzalimi diri sendiri dengan perilaku dosa yang selain syirik, maka baginya ketenteraman dan petunjuk yang sempurna.
Sedangkan barang siapa yang tidak selamat dari kedzaliman terhadap dirinya sendiri, maka baginya ketentraman dan petunjuk yang masih bersifat mutlak. Dalam artian, bahwa ia pasti masuk surga sebagaimana yang dijanjikan Allah pada ayat lain.

Allah telah memberinya petunjuk ke jalan yang lurus yang menyebabkan dia masuk surga. Namun, ia pun akan mendapatkan keamanan dan petunjuk yang kurang sempurna tergantung dari kurangnya iman yang berupa kedzaliman terhadap dirinya sendiri.

Bukanlah yang dimaksud Nabi saw. dalam sabdanya, "Akan tetapi itu adalah syirik."
Adalah bahwa orang yang tidak pernah melakukan syirik besar, baginya ketenteraman dan petunjuk yang sempurna. Karena, banyak hadis dan ayat-ayat Alquran yang menerangkan bahwa orang-orang yang maklukan dosa besar (ahlul kaba'ir) akan menghadapi ketakutan.

Mereka tidak mendapatkan ketenteraman dan petunjuk yang penuh, yang dengan keduanya mereka mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu jalan bagi orang-orang yang telah Allah berikan nikmat kepadanya tanpa adanya siksa yang menimpa. Sebaliknya mereka mendapatkan standar minimal petunjuk menuju jalan ini dan nikmat dari Allah untuk mereka, dan mereka pun nantinya masuk surga.

Sabda Nabi, "Akan tetapi itu adalah syirik, "jika yang dikehendaki adalah syirik besar, maka maksudnya adalah orang yang tidak melakukan syirik besar akan selamat dari siksa dunia dan akherat, yang diancamkan kepada orang-orang musyrik. Jika yang dimaksud di sini adalah syirik kecil, maka jika seorang hamba mendzalimi dirinya sendiri, seperti bakhil dalam sebagian kewajiban karena cinta kepada dunia, maka itu adalah syirik kecil. Juga, kecintaannya kepada sesuatu yang dimurkai Allah sehingga mendahulukan hawa nafsunya atas kecintaannya kepada Allah dan sebagainya, itu adalah syirik kecil dan sebagainya. Maka, orang seperti ini akan kehilangan petunjuk, tergantung pada kesyirikannya. Dengan pertimbangan tersebut, para ulama' salaf yang saleh mengategorikan dosa ke dalam kesyirikan ini." Demikian pendapat Ibnu Taimiyah.Dari keterangan di atas, kiranya cukup jelas bagi kita apa makna yang terkandung dalam ayat di atas. Kedzaliman yang dimaksud dalam ayat di atas adalah syirik. Meskipun sebagian kedzaliman pada diri sendiri juga bisa termasuk dalam kesyirikan ini. Jadi, orang yang beriman, yang tidak mencampuri keimanan mereka dengan kesyirikan, mereka itulah yang berhak mendapatkan ketenteraman dan petunjuk.

Padahal, sangat sedikit sekali orang yang benar-benar murni imannya, bersih dan tidak ternodai dengan kotoran syirik. Hal ini seharusnya memberikan dorongan kepada kita agar berhati-hati jangan sampai kita terjerumus ke dalam jurang kesyirikan, yang apabila keimanan kita ternodai dengannya, maka ketenteraman dan petunjuk yang kita harapkan tidak akan kita dapatkan, dan justru sebaliknya, kita akan mendapatkan kecelakaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan. Na'udzubillah min dzaliq.

Allah berfirman, 
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
"Tauhid (iman) dan syirik, keduanya tidak akan mungkin pernah bersatu di hati seseorang. Karena keduanya bertentangan. Jika beriman, maka harus menghilangkan dan membuang jauh-jauh kesyirikan. Jika seseorang melakukan kesyirikan (syirik besar), secara langsung keimanan akan luntur dan batal."Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (QS Yusuf [12]: 106).

Adapun hal-hal yang termasuk perbuatan syirik sangatlah banyak. Yang semua itu intinya adalah mempersekutukan Allah, atau menjadikan tandingan untuk Allah.

Terkadang seseorang melakukan suatu perbuatan yang dia yakini bahwa perbuatan itu adalah benar karena dia melakukannya tanpa petunjuk (dalil), hanya karena persangkaan atau karena ikut-ikutan, padahal perbuatannya itu adalah termasuk kesyirikan. Maka, terhapuslah amalan yang dia lakukan itu atau semua amalnya, dan akhirnya, dia akan menanggung beban yang teramat sangat berat di hadapan Allah. Sebab, syirik adalah merupakan dosa besar yang paling besar. Dan tidak akan diampuni apabila tidak bertobat sebelum nyawa sampai di tenggorokan.

Kendati demikian, idealnya kita harus berusaha sekuat tenaga dan semampu kita untuk meninggalkan segala macam dosa. Karena, para ulama' mengategorikan segala macam dosa ke dalam kedzaliman. Baik itu dzalim kepada diri sendiri, atau dzalim kepada orang lain.

Adapun kedzaliman yang paling besar adalah kedzaliman dalam masalah tauhid, yaitu kedzaliman seorang hamba kepada Allah swt. Yang disebut dengan dosa itu adalah bersumber dari dua hal; meninggalkan perintah, atau mengerjakan larangan. Dan dari semua itu, perkara yang paling besar adalah yang berkaitan dengan iman dan tauhid. Perintah yang paling utama adalah tauhid, dan larangan yang paling besar adalah syirik."Ya Allah, lindungilah kami dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu, sedangkan kami mengetahuinya. Dan ampunilah kami, terhadap suatu kesyirikan yang kami tidak mengetahuinya".

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers