Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Saturday, May 29, 2010

Tentang Haji Badal


Puji dan syukur bagi Allah semata dan Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, baginda Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam, juga kepada keluarga ahlul baitnya serta seluruh umat yang setia mengikuti risalah yang dibawa oleh beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sampai akhir jaman. 


Para pembaca rahimakumullah,
Topik kita kali ini akan menyajikan sebuah kajian fiqh yang penting yaitu terkait dengan boleh-tidaknya seseorang mem-“Badal Haji”-kan orang lain, tentang syarat dan hukum-nya, semata-mata dengan maksud agar permasalahan ini menjadi jelas bagi kita semua. Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita semua pencari kebenaran, penerima kebenaran, dan penyeru kebenaran. Amiin.

Keutamaan Haji dan ‘Umrah:
Dari Abu Hurairah r.a. katanya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “ Masa dari satu ‘umrah ke ‘umrah berikutnya adalah masa penghapusan dosa. Dan ganjaran haji yang mabrur tiada lain hanya syurga.” [Shahih Muslim No.1287 KBC]

Keutamaan Hari ‘Arafah: Dari ummu ‘Aisyah r.a., katanya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “ Tidak ada suatu hari dimana Allah Ta’ala paling banyak membebaskan hamba-Nya dari neraka selain Hari ‘Arafah.” [Shahih Muslim No.1286 KBC]

HAJI BADAL, BOLEHKAH?

Ada beberapa hadits yang akan menjadi bahan berharga bagi kita untuk mengulas permasalahan ini, yaitu sebagai berikut:

1. Hadits Abdullah bin Abbas r.a. Riwayat dari ‘Abdullah bin Abbas r.a. ini sangat penting, diantaranya: Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “ Pernah Fadh bin Abbas di bonceng Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu datanglah seorang wanita dari Khots’am, maka Fadhl memandangnya dan wanita itupun memandangnya. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lalu menutup muka serta memalingkan wajah Fadhil kearah lain. Wanita itu berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya syarat wajib (yang dibebankan Allah) kepada hamba-Nya untuk berangkat haji telah terpenuhi pada ayahku yang telah lanjut usia dan serta tidak bisa naik kendaraan, bolehkan aku menghajikan untuknya?” jawab Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Boleh.” Hal itu pada saat haji wada’ . (Hadits tersebut SHAHIH, Diriwayatkan Bukhari No.785, Muslim No.1272, Abu Dawud No.1809, Nasa’i no.2634, Tirmidzi No.928, Ibnu Majah No.2367-2368) Dari Ibnu Abbas r.a. bahwasanya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah mendengar seorang lelaki berkata: “Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk Syubramah.”

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya: “Siapakah Syubramah?” Jawabnya: “Saudaraku atau kerabatku.” Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya lagi: “Sudahkah engkau ber-haji sebelumnya?” Jawabnya, “Belum.”! Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Kalau begitu jadikanlah ini untukmu, kemudian tahun berikutnya untuk Syubramah.” [Hadits tersebut SHAHIH, Diriwayatkan Abu Daud; Ibnu Majah No.2364]

2. Hadits Abu Rozin (Laqith bin Amir) r.a. Dari Abu Rozin al-Uqoili r.a. bahwa beliau pernah datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata: “Sesungguhnya ayahku telah lanjut usia, dia tidak mampu berhaji, berumrah, dan naik kendaraan”. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda,”Berangkatlah haji dan umroh untuk ayahmu.” (Hadits tersebut SHAHIH, Diriwayatkan Abu Dawud No.1810, Nasa’i no.2636, Tirmidzi No.930, Ibnu Majah No.2366) [* Perlu ditegaskan disini bahwa kisah dalam hadits Abu Rozin ini berbeda dengan hadits sebelumnya. Barangsiapa menganggapnya satu kejadian, maka dia telah jauh sekali dan menyusahkan diri. Demikian kata al-Hafidz Ibnu Hajarr.a. dalam Fathul Bari 4/49]

3. Hadits Buroidah r.a.
Dari Buroidah r.a. berkata, “ Telah datang seorang wanita kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu berkata: “Sesungguhnya ibuku meninggal dan belum haji, apakah saya menghajikan untuknya.?” Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Ya. ber-Hajilah untuknya.” (Hadits tersebut SHAHIH, Diriwayatkan Abu Daud No.2877, Tirmidzi No.929) Demikianlah beberapa hadits yang shahih tentang masalah ini. Sebenarnya masih lagi banyak hadits-hadits yang semakna dengannya, hanya saja secara sanad tidak luput dari pembicaraan ulama.


KESIMPULAN:
Hadits tentang haji badal adalah hadits-hadits yang shahih tanpa keraguan di dalamnya!

FIQIH HADITS 

Berbicara tentang haji badal, ada beberapa pembahasan dan hukum yang sangat penting untuk kita ketahui. Oleh karenanya, agar lebih mudah memahami masalah ini, akan kita urut pembahasannya satu persatu dalam beberapa point berikut:

A. Bolehnya Haji Badal
Hadits-hadits diatas secara jelas menunjukkan bolehnya seseorang menghajikan kerabatnya, baik yang sudah meninggal dunia maupun yang masih hidup, yaitu yang tidak mampu berangkat haji karena keterbatasannya seperti karena usia lanjut {uzur}, sakit yang tidak diharapkan sembuhnya, atau tidak kuat naik diatas kendaraan {seperti mabuk, mual}. Dan pahalanya akan sampai untuk orang yang dihajikan (lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah 24/306-315 dan ar-Ruuh Ibnul Qoyyim hal.305-320) Kalau ada yang berkata bahwa hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT: “Seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang di usahakannya.” (QS. An-Najm [53]:39)

Maka kita jawab:
a). Tidak ada pertentangan antara al-Qur’an dan hadits, sebab keduanya sama-sama wahyu dari Allah SWT. Hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam merupakan penjelas al-Qur’an, bukan penentang al-Qur’an. Metode mempertentangkan antara al-Qur’an dan hadits bukanlah metode ahli hadits, tetapi itu adalah metode ahlul bid’ah untuk menolak sunnah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Oleh karenanya perhatikanlah adab, sikap dan keta’atan dan kehati-hatian para shahabat, para tabi’in, tabi’ut tabi’in dan para ulama salaf yang merupakan generasi terbaik yang paling memahami al-Qur’an, apakah mereka menolak hadits dengan alasan ayat diatas?! Pahamilah!!

b). Ayat yang mulia (QS. An-Najm [53]:39) diatas hanya bersifat umum, yang di khususkan dengan hadits-hadits shahih diatas (lihat Nailil Author 2/592 asy-Syaukani. Subulus salam ash-Shon’ani 2/171) Al-Izzu bin Abdussalam berkata dalam al-fatawa (2/24) : “Barangsiapa melakukan ketaatan untuk Allah SWT kemudian dia menghadiahkan pahalanya untuk orang hidup atau mati, maka pahalanya tidak sampai kepadanya, karena manusia tidak memperoleh kecuali apa yang diusahakannya, kecuali apa yang dikecualikan oleh syari’at seperti shodaqoh, puasa dan haji.”

c). Telah datang beberapa hadits yang menunjukkan bahwa seorang anak merupakan usaha terbaik bagi orang tua. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Sebaik-baik harta yang dimakan oleh seorang adalah yang berasal dari hasil usahanya, dan anaknya termasuk hasil usahanya.” (Hadits tersebut HASAN, HR Ahmad 6/31, Abu Daud No.3530, Tirmidzi No.1358) Dengan demikian, hadits ini sama sekali tidak bertentangan dengan ayat diatas, karena anak merupakan usaha terbaik orang tua.

B. Kapan Seseorang Boleh di Haji-kan?
Tidak semua orang boleh untuk diwakili hajinya, namun harus diperinci sebagai berikut:

Pertama: Kalau dia mampu (secara materi dan phisik) untuk berangkat sendiri, maka tidak boleh di wakilkan, bahkan kalau sampai di wakilkan maka hajinya tidak sah. Ibnu Mundzir r.a. berkata: “Para ulama bersepakat bahwa orang yang berkewajiban haji dan mampu melakukannya sendiri maka tidak boleh dihajikan orang lain dan tidak sah.” (al-Ijma’ hal.24, al-Mughni Ibnu Qudamah 5/22). Hal itu karena pada asalnya ibadah itu harus dilakukan oleh orang itu sendiri sebagai bentuk peribadatan kepada Allah SWT Dan menurut pendapat yang kuat, hal ini juga mencakup haji yang sunnah, bukan hanya yang wajib saja.

Kedua: Kalau tidak mampu berangkat haji, maka hal ini diperinci lagi:
1. Kalau memang kemungkinan besar akan hilang penghalang tersebut, maka sebaiknya ditunggu hingga dia mampu melaksanakannya sendiri, Penghalang atau kendala yang dimaksud adalah seperti: kemiskinan, gila, sakit yang diharapkan kesembuhannya, dipenjara, dan sebagainya. Contoh, seseorang terkena penyakit yang kemungkinan besar akan sembuh dikemudian hari, maka kita katakan kepadanya: “Tunggulah sehingga Allah SWT menyembuhkanmu dan berangkatlah haji sendiri.” Kalau memungkinkan pada tahun ini maka itulah yang diharapkan tetapi kalu tidak memungkinkan maka tidak mengapa pada tahun-tahun berikutnya.

2. Kalau kemungkinan besar penghalangnya tidak hilang seperti usia lanjut atau sakit parah yang tidak lagi diharapkan bisa sembuh, maka disinilah dia hendaknya mewakilkan kepada orang lain untuk menghajikannya. [Lihat Fiqh Ibadat Syaikh Ibnu Utsaimin ha.336, al-Mughni Ibnu Qudamah 5/22-23, Fathul Bari Ibnu Hajar 4/91]

C. Syarat Orang Yang Menghajikan
Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi bagi orang yang menghajikan, baik syarat umum maupun syarat khusus. Adapun syarat umum ialah syarat-syarat yang umum berlaku bagi yang menunaikan ibadah haji, bahkan dalam semua ibadah.

Sedangkan syarat-syarat khusus adalah sebagi berikut:
Pertama: Ketika ihrom dia meniatkan hajinya untuk orang yang akan dihajikannya. Jadi dia tidak berniat untuk dirinya sendiri, tetapi niatnya adalah untuk orang lain yang akan dihajikannya, seperti mengatakan: “Labbaika ‘an fulan atau fulanah.”(Kami penuhi panggilan-Mu untuk si fulan/fulanah - sebutkan namanya). Syarat ini telah disepakati oleh semua ulama, berdasarkan hadits:

“Sesungguhnya semua amalan itu harus dengan niat.” [HR Bukhari:1]

Kedua: Dia sudah pernah melakukan kewajiban haji untuk dirinya sendiri, berdasarkan hadits “Syubrumah” dalam riwayat Ibnu Abba r.a diatas. Jadi seseorang tidak boleh menghajikan orang lain sebelum dia sendiri menunaikan kewajiban hajinya terlebih dahulu.

Ketiga: Ikhlas dan bukan karena mencari dunia. Barangsiapa berangkat haji untuk mengharap dunia dan harta, maka hukumnya haram. Tidak halal baginya melakukan amalan akhirat dengan niat untuk meraih dunia, berdasarkan firman Allah SWT:

مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَأُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada meeka balasan pekerjaan mereka disunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Hud [11 ]: 15-16)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah r.a. berkata: “Hendaklah dia mengambil uang untuk berangkat haji, bukan berangkat haji untuk mengambil uang. Barangsiapa haji dengan tujuan mengambil uang, maka tiada bagian baginya di akhirat kelak. Adapaun barangsiapa mengambil uang sekedarnya dengan tujuan untuk berangkat menghajikan saudaranya, hukumnya boleh.” (Majmu’ Fatawa 26/14-20)

Keempat: Haruskah anaknya sendiri?
Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/90) berkata: “Tidak ragu bahwa hal ini merupakan kejumudan.” Sebab dalam hadits ‘Syubrumah’ misalnya, dia menghajikan ‘saudaranya atau kerabatnya’. Demikian juga, dalam sebagian lafadz hadits Ibnu Abbas r.a. disebutkan ‘saudariku’. Apalagi Nabi Shallahu’Alaihi Wassalam telah menggambarkannya sebagai hutang, yang (hutang) itu bisa di bayar oleh siapapun, baik anak, kerabat, maupun selainnya."

Berkata Majd bin Taimiyyah r.a. “Hadits ini menunjukkan sahnya menghajikan orang yang telah meninggal dunia, baik yang menghajikannya itu ahli warisnya atau pun bukan, sebab Nabi Shallahu’Alaihi Wassalam memperinci dan bertanya kepada si penanya: Apakah engkau termasuk ahli warisnya atau tidak?"

Kelima: Haruskah dari tempat asal orang yang di hajikan?
Gambaran masalahnya sebagai berikut: Kalau orang yang dihajikan itu ada di Indonesia misalnya, sedangkan orang yang mau menghajikan sedang berada di Saudi Arabia, apakah berangkat hajinya dari Indonesia sehingga dia (yang akan mem-Badal haji) tersebut pulang ke Indonesia terlebih dahulu, ataukah cukup dari miqot terdekat di Saudi Arabia?

Adapun para ‘ulama lainnya mengatakan bahwa hal itu tidak perlu, karena hal itu hanya sekedar wasilah (perantara) saja, bukan tujuan utama, karena agama itu adalah untuk kemudahan, bukan mempersulit. Inilah pendapat yang lebih kuat. Wallahu A’lam

Masalah ini sama persis dengan seseorang yang berada di masjid (i’thiqof) menjelang waktu sholat, apakah akan kita katakan: "Pulanglah anda terlebih dahulu kerumahmu, kemudian datanglah lagi ke masjid untuk memenuhi panggilan sholat?! (Lihat Syarh Mumti’ Ibnu Utsaimin 8/34)

D. Wanita Boleh Menghajikan Pria dan Sebaliknya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah r.a. berkata: “Wanita boleh menghajikan wanita lainnya dengan kesepakatan ulama, baik putrinya sendiri atau selainnya. Demikian juga, wanita boleh menghajikan pria menurut Imam Empat dan mayoritas ‘ulama.” (Majmu’ Fatawa 26/13-14)

E. Bila Meninggal Dunia Sebelum Haji
Apabila ada seseorang berkewajiban haji meninggal dunia sebelum berangkat haji, wajibkah dihajikan oleh kerabatnya dengan uang peninggalannya?!

Masalah itu diperselisihkan para ulama. Madzhab Syafi’iyyah dan Hanablah mengatakan wajib dihajikan, baik dia berwasiyat maupun tidak, sebab hal itu adalah hutang yang harus dibayar berdasarkan hadits-hadits pembahasan diatas. Inilah pendapat yang kuat dalam masalah ini.

Adapun apabila dia meninggal dunia ketika melakukan manasik haji, maka menurut pendapat yang kuat tidak perlu diteruskan/disempurnakan manasiknya, berdasarkan hadits tentang seorang muhrim (orang yang berihrom) yang terlempar dari untanya ketika wukuf di Arofah lalu patah lehernya dan meninggal (Bukhari-Muslim) . Dan tidak ada penukilan dari Nabi Shalallaahu Alaihi Wassallam behwa beliau memerintahkan kepada para shahabat agar menyempurnakan ihromnya.

Hadits selengkapnya adalah sebagai berikut:

Dari Ibnu ‘Abbas r.a., katanya. Seorang laki-laki jatuh dari untanya ketika dia ihram lalu patah leher-nya dan meninggal. Maka bersabda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam,”Mandikan dia dengan air yang dicampur daun sidir (bidara), kemudian kafani dengan kedua kain ihramnya, dan jangan ditutup kepalanya; karena sesungguhnya Allah akan membangkitkannya kelak di hari kiamat dalam keadaan membaca talbiyah (sedang mengerjakan haji). [Shahih Muslim No. 1176 KCB M’sia]

Akhirul kata, demikianlah beberapa pembahasan kita tentang BADAL HAJI yang dapat kami kemukakan pada topik kita kali ini. Bilamana ada pendapat yang lemah maupun kesalahan dalam tulisan ini, maka kami sangat menunggu teguran dan nasihatnya. Semoga bermanfaat.

Wallahu al-Muwaffiq.

“Ya Allah, berilah kami rezeki untuk dapat memenuhi panggilan-Mu, dan berjumpa dengan-Mu di Bait-Mu. Lezatkan kami dengan dekat kepada-Mu dan memperoleh nikmat karunia memandang wajah-Mu di akhirat kelak. Ya, Allah Rabbul Idzati, Jadikan kami termasuk orang yang ridha kepada-Mu dari selain-Mu. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari bersandar kepada asbab dan berdiri bersama nafsu, keinginan, dan adat kebiasaan, dan kami berlindung kepada-Mu dari segala keburukan dalam setiap keadaan. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka". Aamiin Ya Rabbul ‘alamiin.

Alhamdulillah, segala puja dan puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Robbul ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam beserta keluarga, istri, para shahabatnya serta pengikut mereka dalam kebajikan hingga datangnya hari pembalasan nanti.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, ber-Shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah Salam penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab [33]:56)

SELESAI



[Dari Bulletin “An-Naba’ ” Edisi: 11/th ke II Dzulq. 1428]



Berulangkali Umroh ke Mekkah?

Puji dan syukur bagi Allah semata dan Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, baginda Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam, juga kepada keluarga ahlul baitnya serta seluruh umat yang setia mengikuti risalah yang dibawa oleh beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sampai akhir jaman.


Keutamaan Haji dan ‘Umrah
Dari Abu Hurairah r.a. katanya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Masa dari satu ‘umrah ke ‘umrah berikutnya adalah masa penghapusan dosa. Dan ganjaran haji yang mabrur tiada lain hanya syurga.” [Shahih Muslim No.1287 KBC]

Para pembaca rahimakumullah,
Topik kita kali ini akan menyajikan “Empat Alasan Tidak Melakukan Umrah Berulangkali Saat di Makkah”, karena hal itu memang tidak di syari’atkan, disamping itu, tidak ada nash-nashnya pendukung atau pun tuntunan Nabi SAW atau pun pernah dilakukan oleh para shahabat beliau yang kiranya dapat dijadikan rujukan bagi pelaksanaannya.

Ada suatu fenomena yang umum disaksikan oleh jama’ah haji Indonesia dan juga Negara lainnya. Saat berada di kota suci Makkah, banyak jama’ah yang berbondong-bondong menuju tanah yang halal (di luar tanah harom), seperti Masjid ‘Aisyah di Tan’im atau Ji’ronah. Tujuannya untuk melaksanakan umrah lagi. Umrah yang mereka kerjakan bisa lebih dari sekali dalam satu hari.Dalih mereka adalah, mumpung sedang berada di Makkah, sepantasnya memperbanyak ibadah umrah, yang belum tentu bisa dikerjakan lagi sesudah berada di tanah air. Atau dengan kata lain, untuk melipat-gandakan pahala.

Perlu diketahui, bahwa suatu ibadah akan di terima oleh Allah SWT manakala terpenuhi dua syarat mutlak, yaitu ikhlas karena Allah SWT & mengikuti petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam . Disamping itu juga, dengan mengetahui praktek dan pemahaman generasi Salaf dalam menjalankan ibadah Haji yang pernah dilaksanakan bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sebab, generasi Salaf merupakan generasi terbaik, yang paling semangat dalam meraih kebaikan serta paling wara’ dalam menjaga kemurnian agamanya dari segala hal yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. (As-Sunnah)

Umrah, termasuk dalam kategori ini. Sebagai ibadah yang disyari’atkan maka harus bersesuaian dengan rambu-rambu syari’at dan nash-nash-nya, sesuai dengan petunjuk/tuntunan Nabi dan para Shahabat, serta para pengikut mereka yang Ihsan sampai hari Kiamat. Inilah tonggak diterimanya amalan hamba di sisi Allah SWT.

Sepanjang hidupnya, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melakukan umrah hanya sebanyak 4 kali, yaitu Umrah Hudaibiyah, Umrah Qadha, Umrah ketiga dari Ji’ranah dan keempat yang bersamaan dengan pelaksanaan haji Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. (Shahih Sunan Tirmidzi, No.826, Shahih Sunan Ibnu Majah, No.2450, Shahih Sunan Abu Daud, No. 19993-1994 Pustaka Azzam)

Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, dalam masalah ini tidak ada perbedaan pendapat. Setiap Umrah tersebut, Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kerjakan dalam sebuah perjalanan tersendiri. Tiga Umrah secara tersendiri, tanpa disertai haji, dan sekali bersamaan dengan ibadah haji. (Lihat Kitab Mukhtasor ZADUL MA’AD, hal.127-129, al-Qowam Fatawa al ‘Utsaimin 2/668).

Berikut ini beberapa aspek yang menjelaskan bahwa umrah berulang-ulang seperti yang banyak dikerjakan oleh sebagian jama’ah haji sebagaimana fenomena diatas tidak disyari’atkan:

1. Pelaksanaan umrah yang di lakukan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, masing-masingnya dengan perjalanan (safar) tersendiri. Bukan satu perjalanan untuk sekian banyak umrah, seperti yang di lakukan oleh jama’ah haji sekarang ini. SyaikhMuhammad bin Shalih al’-Utsmain menyimpulkan: "Setiap umrah mempunyai safar tersendiri.

Artinya, satu perjalanan hanya untuk satu umrah saja. Sedangkan perjalanan menuju Tan’im belum bisa dianggap safar. Sebab masih berada dalam lingkup kota Makkah. (Lihat Fatawa al-/Utsaimin 2/668).

2. Umrah yang di lakukan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yang di mulai dari Ji’ronah tidak bisa di jadikan dalil untuk membolehkan umrah berulang-ulang. Sebab, pada awalnya Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memasuki kota Makkah untuk menaklukkannya dalam keadaan halal (bukan muhrim) pada tahun 8 Hijriyah. Selama 17 hari Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berada disana. Kemudian sampai kepada Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berita, kalau suku Hawazin bermaksud memerangi Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Akhirnya Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mendatangi dan memerangi mereka. Ghanimah {rampasan perang} di bagi di daerah Ji’ronah. Setelah itu, Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ingin mengerjakan umrah dari Ji’ronah. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak keluar dari Makkah ke Ji’ronah secara khusus. Namun ada perkara lain yang membuat Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam keluar dari Makkah. Jadi semata-mata bukan untuk mengerjakan umrah.

3. Thawaf mengelilingi Baitullah (Ka’bah) lebih afdhol ketimbang Sa’i. Maka daripada mereka menyibukkan diri dengan pergi keluar ke daerah Tan’im dan sibuk dengan amalan-amalan umrah yang baru sebagai tambahan dari umrah sebelumnya, alangkah lebih baik sekiranya mereka melakukan Thowaf di sekeliling Ka’bah. Dan sudah di maklumi, bahwa waktu yang tersita untuk pergi ke Tan’im karena ingin memulai ihrom untuk umrah yang baru, dapat dimanfaatkan untuk mengerjakan thowaf ratusan kali keliling Ka’bah.

4. Pada penaklukan kota Makkah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, berada di Makkah selama 19 hari. Tetapi, tidak ada riwayat bahwa Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam keluar ke daerah halal untuk melangsungkan umrah dari sana. Apakah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak tahu bahwa itu masyru’ (disyari’atkan)? Tentu saja tidak mungkin!

Berdasarkan alasan-alasan di atas, menjadi jelas bahwa thowaf lebih afdhol. Alasannya, kata Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; karena thowaf di Ka’bah merupakan ibadah dan qurbah (cara untuk mendekatkan diri kepada Allah) yang paling afdhol yang telah Allah tetapkan di dalam Kitab-Nya. Thowaf termasuk ibadah paling utama bagi penduduk Makkah. Maksudnya, yaitu orang-orang yang berada di Makkah, baik penduduk asli (tempatan) maupun pendatang. Thowaf juga termasuk ibadah istimewa yang tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang berada di kota lainnya.

Orang-orang yang berada di Makkah sejak masa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan masa Khulafa’ur Rasyidiin senantiasa menjalankan thowaf setiap saat. Dan lagi, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan kepada pihak yang bertanggung-jawab atas Baitullah, agar tidak menghalangi siapapun yang ingin mengerjakan thowaf pada setiap waktu. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Wahai bani Abdi Manaf, janganlah kalian menghalangi seorangpun untuk melakukan thowaf di Ka’bah dan mengerjakan sholat pada saat kapan pun, baik malam maupun siang.” (Shahih Sunan Tirmidzi No.868)

Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail:

وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thowaf, yang i’tikaf, yang rukuk dan sujud.” (QS al-Baqarah [2] ayat 125)

Dalam ayat yang lain:
وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
“Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang thowaf, dan orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku’ dan sujud.” (QS al-Hajj [22] ayat 26).

Pada dua ayat diatas, Allah SWT menyebutkan tiga ibadah di Baitulllah (Ka’bah), yaitu: thowaf, i’tikaf dan ruku’ bersama sujud, dengan mengedepankan yang paling istimewa terlebih dahulu, yaitu thowaf. Karena sesungguhnya, thowaf tidak di syari’atkan kecuali di Ka’bah berdasarkan kesepakatan jumhur ulama. Adapun i’tikaf, bisa dilakukan di masjid-masjid lain. Begitu pula ruku’ dan sujud, dapat dikerjakan dimana saja.

Bahkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda: “Barangsiapa mengelilingi Ka’bah tujuh kali, seperti membebaskan satu budak belian.” (Shahih Sunan An-Nas’i, No. 2919, Pustaka Azzam)

Oleh karena itu, ketika berada di Makkah sebelum atau sesudah pelaksanaan haji, yang paling baik bagi kita adalah memperbanyak thowaf, daripada melakukan perbuatan yang tidak ada contohnya dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Wallahu a’lam bish-shawwab.

“Ya Allah, berilah kami rezeki untuk dapat memenuhi panggilan-Mu, dan berjumpa dengan-Mu di Bait-Mu. Lezatkan kami dengan dekat kepada-Mu dan memperoleh nikmat karunia memandang wajah-Mu di akhirat kelak. Ya, Allah Rabbul Idzati, Jadikan kami termasuk orang yang ridha kepada-Mu dari selain-Mu. Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari bersandar kepada asbab dan berdiri bersama nafsu, keinginan, dan adat kebiasaan, dan kami berlindung kepada-Mu dari segala keburukan dalam setiap keadaan. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka." 

Alhamdulillah, segala puja dan puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Robbul ‘Alamin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam beserta keluarga, istri, para shahabatnya serta pengikut mereka dalam kebajikan hingga datangnya hari pembalasan nanti.

إِنّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِي ماً َ
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, ber-Shalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah Salam penghormatan kepadanya.” (QS Al-Ahzab [33]:5)



[Dipetik dari Bulletin “An-Naba’ ” Edisi: 12/th ke II Dzulhijjah 1428]





Surat dari Iblis untuk saya





Hallo, kawan!
Sungguh aku telah melihatmu kemarin. Engkau memulai kehidupan seharian. Engkau bangun tidur untuk pergi bekerja tanpa memikirkan shalat fajar apalagi shalat shubuh!

Di kantor, engkau tidak perduli sama sekali tentang aturan halal haram, sebagaimana yang di lakukan rekan-rekanmu.

Saat engkau pulang ke rumah, engkau masuki rumahmu tanpa mengucapkan salam, kemudian engkau pun menyantap makananmu tanpa menyebut nama Allah Sang Pemberi rizki kepadamu sehingga aku dan para setan pengikutku, bisa ikut berpesta bersamamu.

Juga tidak ada waktumu untuk sholat Magrib dan sholat Isya’ sebelum tidur, meskipun kamu sempat menonton tayangan TV kesukaanmu sampai engkau tertidur pulas.


Engkau adalah seorang pengingkar nikmat dan penentang sang pemberi nikmat. Aku sangat mencintaimu karena sikapmu itu. Kelakuanmu adalah salah satu dari sifatku. Aku sangat bahagia melihatmu hidup seperti itu. Engkau adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirimu.

Ingatlah, tahun-tahun telah berlalu, tahun berganti tahun, dan di antara kita ada hubungan intim selama puluhan tahun itu. Suatu persahabatan yang sangat panjang!


Meskipun demikian, aku tetap tidak mencintaimu.
Aku membencimu dengan segenap hatiku, dan memusuhimu dengan segenap raga dan jiwaku.

Allah telah mengusir dan mengeluarkanku dari surga setelah aku berpaling dari nikmat-Nya, dan menolak sujud kepada bapakmu, Adam! Bahkan DIA telah melaknatiku sampai dunia kiamat!

Aku akan berusaha terus untuk menyesatkanmu serta orang-orang sepertimu, dengan segenap kemampuanku agar engkau sengsara bersamaku.

Terus terang, engkau adalah orang yang sangat bodoh. Engkau tidak menggunakan akal serta nuranimu dalam memahami hakekat hidup ini.

Betapa tidak? Allah Yang Maha Pengampun telah membuka pintu syurga dan pintu taubat dari dosa untukmu. Akan tetapi engkau justru menghadap kepadaku. Engkau mengharap janjiku, yang sesungguhnya hanyalah angan-angan kosong belaka, dan kelak pasti akan menghantarkanmu ke neraka!

Bukankah Tuhanmu selalu mengingatkanmu bahwa aku adalah musuhmu yang nyata?
Bukankah Rasulmu telah mengajarkan bagaimana cara menghadapi bujukan serta tipu dayaku? Mengapa engkau tidak mendengarkan petunjuk wahyu serta tuntunan dari Rasulmu?

Untuk semua itu, sekali lagi kuucapkan terima kasih wahai kekasihku!

Sungguh aku telah bersumpah kepada Allah untuk menyesatkan seluruh anak keturunan Adam, orang-orang sepertimu, dan aku ingin sekali melaksanakan keinginanku itu. Agar aku yakin bahwa engkau mentaati perintah-perintahku.

Itulah dia, hari-hari yang telah berlalu.

Engkau beristighatsah, meminta pertolongan kepada ahli kubur, kepada dukun lepus bahkan engkau pun memuja tempat-tempat yang di anggap keramat oleh orang-orang yang telah menjadi pengikutku.

Engkau tidak mau berziarah ke tanah suci, sebaliknya engkau berziarah ke gunung kawi, gunung kemukus dan tempat-tempat sejenisnya. Tempat-tempat para ponggawaku dari jenis jin, dedemit, dan setan menyesatkan orang-orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya!

Engkau menyandarkan diri sekaligus menyanderakan dirimu kepada mereka saat terkena musibah atau menginginkan sesuatu hajatmu dan tanpa kau sadari engkau telah syirik kepada Tuhanmu!

Engkau suka mengerjakan yang bid’ah dan menyelisihi Nabimu serta mengingkari perintah-perintahnya karena engkau tidak cukup puas dengan as-sunnah!

Engkau berkelompok-kelompok (hizbiyyah ashabiyyah), dengan sebuah anggapan bahwa engkau telah membela Islam dan memperjuangkannya. Padahal kenyataannya, engkau melayaniku dengan membantuku menjauhkan manusia dari berpegang teguh dengan manhaj salafmu.

Engkau mendengarkan nyanyian-nyanyian,
Engkau melihat film-film yang haram,
Engkau kerjakan perbuatan-perbuatan keji dan hal-hal yang diharamkan agama,
Engkau melaknat manusia, mencuri, korupsi, menipu, berkhianat dan lain sebagainya.

Engkau menghardik anak yatim serta tidak mau memberi makan orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan pertolonganmu, dan karenanya, engkau pantas disebut sebagai Pendusta agama!
Terima kasih sahabat, atas semuanya.
Sungguh engkau telah sangat membahagiakanku.
Karena dengan entengnya engkau telah membuat murka Allah!
Maka marilah kita sahabat. Mari terbakar bersama-sama di jurang neraka!

Wahai sahabat, di hadapan kita masih banyak langkah untuk kita berdua. Aku tertawa mengejekmu, saat melihatmu melakukan maksiat dengan disertai tertawaan yang memenuhi tempat tersebut, seakan-akan engkau menantang keagungan Allah!

Aku menginginkanmu wahai kekasihku, agar engkau menyebarkan kerusakan diantara sesamamu. Doronglah mereka melakukan perbuatan maksiat dan dosa! Tuntunlah mereka, agar bermaksiat kepada Allah dengan segenap cara yang kau mampu. Sebarkanlah di antara mereka film-film dan nyanyian-nyanyian, serta berbagai permainan!

Setiap kali engkau melihat seseorang beribadah kepada Allah, jangan lupa memperolok serta menghina mereka. Mencemooh penampilannya, hingga engkau membuatku tertawa senang.

Maaf sahabat, aku masih ada urusan. Aku akan meninggalkanmu sejenak, untuk menyemangati orang-orang lain sepertimu. Cukuplah bagimu pasukanku setan-setan bangsa jin, dan kelak aku akan kembali melanjutkan kerjasama kita, memikirkan langkah baru bagi maksiat baru!

Seandainya engkau cerdas, tentu engkau akan lari dariku. Kemudian engkau memohon ampunan kepada Allah di tahun-tahun akhir dari usiamu yang tinggal sedikit ini, hingga engkau mendapatkan pahala serta kenikmatan iman, sebelum ridha Allah SWT yang abadi di dalam syurga. Daripada engkau kelak akan dilemparkan ke jurang neraka yang terdalam bersamaku, abadi selamanya!

Akan tetapi aku yakin, bahwa engkau lebih mencintaiku daripada kecintaanmu kepada Allah dan kepada Rasul-Nya!

Aku tetap yakin, bahwasanya engkau lebih mendahulukan hawa nafsumu daripada ketaatan kepada Allah dan janji syurga yang masih jauh katamu.

Sungguh! Engkau adalah sahabatku yang terkasih!


Yang menyesatkanmu,
dan YANG TERKUTUK
, IBLIS!



[Ditulis oleh Mamduh Farhan al-Bukhairi, diambil dari Majalah Qiblatain edisi 01]

Thursday, May 27, 2010

Jangan menentang Takdir




WASIYAT SYAIKH ABDUL QADIR AL JAILANI
(Majelis - 1)

Menentang Al-Haq Azza wa Jalla atas takdir yang telah ditentukan-Nya berarti kematian agama, kematian tauhid, bahkan kematian tawakkal dan keikhlasan. Hati seorang mukmin tidak mengenal kata mengapa dan bagaimana, tetapi ia hanya berkata, “Baik.“ Nafsu memang mempunyai waktu untuk suka menantang.

Barangsiapa ingin memperbaikinya, ia harus melatihnya hingga aman dari kejahatannya. Semua nafsu itu amat jahat. Bila dilatih dan menjadi jinak, maka ia menjadi sangat baik. Ia akan setia menjalankan seluruh ibadah dan meninggalkan semua kemaksiatan. Maka ketika itu akan dikatakan kepadanya:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr [89]:27-28)

Pada saat itu nafsu telah tenang, hilang kejahatannya, dan tidak berhubungan dengan makhluk. Bahkan ia akan bertemu nasabnya dengan ayahnya, Nabi Ibrahim a.s. Jika ia telah keluar dari kungkungan nafsunya, ia berjalan tanpa keinginan dan hatinya menjadi tenang. Meski datang banyak tawaran dari makhluk, ia hanya mengatakan, “Aku tidak memerlukan pertolonganmu.” Pengetahuan terhadap keadaannya menjadikan dirinya tak perlu meminta. Ketika telah sempurna kepasrahan dan ketawakalannya, maka dikatakan kepada api,

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْداً وَسَلَاماً عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“Wahai api, dinginlah, dan menjadilah keselamatan bagi Ibrahim.” (QS Al-Anbiya [21]:69).

Tidak ada sesuatu yang samar dalam pandangan Allah Swt. Bersabarlah bersama-Nya sesaat saja, sungguh setelah itu engkau akan melihat kelembutan dan kasih sayang-Nya selama bertahun-tahun. Pemberani yang sesungguhnya adalah orang yang mau bersabar sesaat. “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS.Al-Baqarah:153).

Bersabarlah dalam menunggu pertolongan dan kemenangan. Bersabarlah bersama-Nya. Sadarlah kepada-Nya, dan jangan pernah melupakan-Nya. Janganlah engkau sadar setelah mati, karena sadar setelah mati itu tidak berguna bagimu. Bangunlah sebelum kamu dibangunkan, supaya kamu tidak menyesal pada hari penyesalanmu yang tidak lagi berguna dan perbaikilah hatimu, sesungguhnya jika hatimu baik, maka seluruh keadaanmu akan menjadi baik. Nabi Saw.bersabda:

”Dalam diri anak Adam ada segumpal daging. Bila ia baik, akan baiklah seluruh jasadnya dan bila ia buruk, akan buruklah seluruh jasadnya. Ingat ia adalah hati.”

Hati dikatakan baik bila diisi dengan taqwa, tawakal, tauhid, dan ikhlas kepada-Nya dalam semua amalan. Bila tidak ada sifat-sifat tersebut, berarti hati dalam keadaan rusak.Hati ibarat burung dalam sangkar, ibarat biji dalam kelopak, dan ibarat harta dalam gudang. Yakni ia seperti burung bukan sangkar, seperti biji bukan kelopak, dan seperti harta bukan gudangnya.

“Ya Allah, sibukkan hati kami untuk mengenali-Mu sepanjang hidup kami siang dan malam. Masukkan kami dalam golongan orang-orang shalih terdahulu, berilah kami rezeki dengan sesuatu yang telah Engkau berikan kepada mereka. Engkau untuk kami sebagaimana Engkau untuk mereka.” Amin.

Engkau untuk Allah Swt. sebagaimana orang-orang shalih untuk-Nya sehingga engkau mendapat sesuatu sebagaimana yang mereka dapatkan. Jika engkau menginginkan Allah Azza wa Jalla bersamamu, maka sibukkanlah dirimu dengan mena’ati-Nya, sabar bersama-Nya, serta ridha akan perbuatan-Nya padamu. Kaum itu telah zuhud pada dunia dan mengambil bagian mereka daripadanya dengan tangan taqwa dan wara’. Kemudian mereka mencari akhirat dan melakukan amal-amal untuknya. Mereka mendurhakai nafsunya dan menta’ati Tuhannya. Mereka menasihati nafsunya sendiri baru kemudian menasihati orang lain.

Wahai ghulam, nasihatilah dirimu terlebih dahulu, barulah kemudian menasihati orang lain. Engkau harus lebih memperhatikan nasib dirimu. Janganlah engkau menoleh pada orang lain sedangkan dalam dirimu masih ada sesuatu yang harus diperbaiki. Celaka engkau. Engkau ingin menyelamatkan orang lain sedangkan dirimu sendiri dalam keadaan buta. Bagaimana orang buta dapat menuntun orang lain? Yang bisa menuntun manusia hanyalah orang yang dapat melihat. Yang bisa menolong mereka dari tenggelam di lautan hanyalah orang yang tangkas berenang. Yang dapat menuntun manusia kepada Allah Azza wa Jalla hanyalah orang yang telah memiliki ma’rifat kepada-Nya.

Adapun orang yang tidak mengenal-Nya, bagaimana mungkin ia dapat menunjukkan kepada-Nya? Engkau tidak mempunyai hak untuk berbicara tentang kebebasan perilaku Allah Swt., Engkau harus mencintai-Nya dan beramal untuk-Nya, bukan untuk lain-Nya. Hanya takut kepada-Nya, bukan kepada yang lain-Nya. Ini merupakan ungkapan hati, bukan hanya di lidah. Ini adalah bisikan nurani, bukan gerakan lahir. Jika tauhid berada di pintu rumah sedangkan syirik berada di dalam rumah, itu kemunafikan namanya. Celaka engkau, lidahmu takut tapi hatimu menentang. Lidahmu bersyukur sedangkan hatimu kufur. Allah Swt.berfirman dalam hadits Qudsi: “Wahai anak Adam, kebaikan-Ku turun kepadamu sedang keburukanmu naik kepada-Ku.”

Celaka, engkau mengaku menjadi hamba-Nya, tetapi mena’ati selain Dia. Jika engkau benar-benar hamba-Nya, engkau tentu akan setia kepada-Nya. Seorang mukmin yang yakin tidak pernah mengikuti nafsu, syaitan, dan keinginannya. Ia tidak mengenal syaitan, apalagi menta’atinya. Ia tidak memperdulikan dunia, apalagi tunduk kepadanya. Bahkan ia akan menghina-kan dunia dan mencari akhirat. Jika dia berhasil meninggalkan dunia dan sampai kepada Tuhannya, maka dia akan murni beribadah kepada-Nya sepanjang hayatnya, sebagaimana yang dikehendaki Allah Swt:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (QS.Al-Bayyinah [89]:5).

Tinggalkanlah bersekutu dengan makhluk. Tauhidkanlah Al-Haq Azza wa Jalla. Dialah pencipta segala benda. Segala sesuatu ada dalam genggaman-Nya. Wahai pencari sesuatu selain Dia, sesungguhnya engkau tidak berakal. Adakah sesuatu yang tidak terdapat dalam khazanah Allah Swt.?

وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلاَّ بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ
“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya.” (QS.Al-Hijr [15]:21)

Wahai ghulam, tidurlah di dalam pelukan takdir berbantalkan sabar, berselimut pasrah, sambil beribadah menantikan pertolongan Allah Swt. Jika kamu berbuat demikian, Allah Swt. akan melimpahkan karunia yang tidak kamu duga. Menyerahlah kepada ketentuan Allah Swt., terimalah pesan ini. Kepasrahanku kepada takdir telah membuatku semakin dekat dengan Dzat Yang Maha menentukan.

Kemarilah, kita bersimpuh di hadapan Allah Swt., dan bersimpuh kepada takdir dan perbuatan-Nya. Kita tundukkan zhahir dan batin kita. Kita menerima takdir dan berjalan di atasnya. Kita memuliakan utusan raja karena melihat yang mengutusnya. Jika kita bersikap demikian terhadap-Nya, sikap itu akan mengantarkan kita untuk bershuhbah kepada-Nya.

هُنَالِكَ الْوَلَايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ هُوَ خَيْرٌ ثَوَاباً وَخَيْرٌ عُقْباً
“Di sana pertolongan itu hanya dari Allah. Yang Haq.” (QS.Al-Kahfi [18 ]:44)

Engkau akan minum dari lautan ilmu-Nya, memakan dari gugusan karunia-Nya, dan berbahagia dengan sentuhan rahmat-Nya. Sungguh, keadaan ini hanya diberikan kepada satu di antara sejuta orang. Wahai ghulam, engkau harus selalu bertaqwa, janganlah mengikuti nafsu dan kawan-kawan yang jahat. Seorang mukmin tidak boleh lelah dalam memeangi mereka. Janganlah memasukkan pedang ke dalam sarungnya, bahkan jangan turun dari keduanya. Dia tidur seperti para wali, makan ketika telah lapar, yang dibicarakan dan diam telah menjadi perangai mereka. Hanya ketentuan Allah dan perbuatan Allah yang membuat mereka berbicara. Allah Swt yang menggerakkan lidah mereka untuk berbicara sebagaimana Allah akan menggerakkan anggota badan mereka untuk berbicara kelak pada Hari Kiamat. Allah Swt. yang menjadikan sesuatu dapat berbicara.

Jika Allah Swt. menghendaki itu semua untuk mereka, maka Allah akan menyediakannya. Allah Swt telah menghendaki agar berita gembira dan peringatan itu sampai kepada manusia. Agar kelak dapat meminta pertanggungjawaban ke atas mereka, maka Allah Swt. telah mengutus para nabi dan rasul a.s.. Manakala Allah Swt telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut, maka Allah Swt telah mengirim para ulama untuk meneruskan kerja tersebut dan membangun umat manusia. Nabi Saw.telah bersabda: ”Ulama adalah pewaris para nabi.” Bersyukurlah kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya dan pandanglah bahwa kenikmatan itu datang dari-Nya, sebagaimana Dia berfirman:

وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ 
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya).” (QS An-Nahl [16 ]: 53)

Dimanakah rasa syukurmu wahai orang-orang yang bergelimang dalam kenikmatan-Nya? Wahai orang yang menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Terkadang engkau menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya, terkadang engkau meremehkannya, terkadang engkau memandang pada sesuatu yang tidak ada padamu, bahkan terkadang engkau menggunakannya untuk mendurhakai-Nya 

Dimanakah rasa syukurmu wahai orang-orang yang bergelimang dalam kenikmatan-Nya? Wahai orang yang menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Ya, terkadang engkau menganggap kenikmatan itu datang dari selain-Nya. Terkadang engkau malah meremehkannya, terkadang engkau memandang pada sesuatu yang tidak ada padamu, bahkan engkau menggunakan itu untuk mendurhakai-Nya.
Wahai Ghulam, dalam kesunyianmu engkau memerlukan sifat “wara’ untuk mengeluarkan dirimu dari kemaksiatan dan kesalahan.Engkau juga perlu bermuraqabah supaya menyadarkanmu mengenai pandangan-Nya kepadamu. Dalam kesunyianmu, engkau memerlukan hal itu. Kemudian engkau harus memerangi nafsu keinginan dan syaitan. Kebanyakan manusia binasa disebabkan oleh dosa. Kebanyakan ahli zuhud binasa disebabkan oleh syahwat, dan kebanyakan wali binasa disebabkan oleh pikiran mereka pada waktu khalwat. Sedangkan para shiddiqin terkadang binasa karena kelengahan sekejap.

Jadi kesibukan mereka adalah menjaga hatinya. Karena mereka tertidur di pintu raja, mereka bangkit untuk berdakwah menyeru manusia agar mengenal Allah SWT. Tidak henti-hentinya mereka menyeru hati manusia. Mereka berkata, “Wahai hati, wahai ruh, wahai manusia dan jin, wahai yang menghendaki Allah, kemarilah menuju pintu-pintu Allah SWT.. Berlarilah kemari dengan langkah-langkah hatimu, dengan langkah-langkah taqwa dan tauhidmu. Ma’rifat, wara’, dan zuhud dari sesuatu selain-Nya adalah kesibukan para wali. Cita-cita mereka adalah kebaikan umat. Cita-cita mereka adalah memenuhi langit dan bumi.

Wahai Ghulam, tinggalkan nafsu dan keinginanmu. Jadilah bumi di bawah telapak kaki para wali itu dan tanah di depan mereka. Al-Haq Azza wa Jalla telah mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Dia mengeluarkan nabi Ibrahim a.s. dari kedua ibu bapaknya yang mati dalam kekufuran. Orang mukmin itu ibarat hidup sedangkan orang kafir itu ibarat mati. Orang yang bertauhid itu hidup, sedangkan orang musyrik itu mati. Oleh karena itu Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsi: “Orang yang pertama kali mati di antara makhluk-Ku adalah Iblis.” Yakni dia telah mendurhakai Allah SWT, sehingga mati dengan sebab kemaksiatannya.

Sekarang adalah zaman akhir, pada zaman ini telah muncul pasar kemunafikan dan kebohongan. Janganlah engkau duduk bersamaorang-orang munafik, para pendusta dan pembohong. Aduhai celaka engkau! nafsumu pendusta, munafik dan kufur, bahkan durhaka dan musyrik. Bagaimana engkau duduk dengannya? Tinggalkan ia dan jangan engkau ikuti bisikannya. Penjarakan ia. Berikan haknya saja, jangan lebih dari itu. Tahanlah ia dengan ‘mujahadah’. Adapun keinginan, tunggangilah ia, agar jangan sampai menunggangimu. Juga watak, jangan temani ia. Ia seperti anak kecil yang belum berakal. Bagaimana mungkin engkau bisa belajar dari anak kecil? Syaitan adalah musuhmu dan musuh ayahmu (Adam a.s.). Bagaimana mungkin engkau dapat berdampingan dengannya? Engkau tidak akan selamat.

Dia telah membunuh ayah dan ibumu (penyebab Adam dan Hawa terusir dari surga). Jika engkau lengah sedikit saja, ia pasti akan membunuhmu. Jadikanlah taqwa sebagai senjatamu. Kemudian tauhid, muraqabah, wara’, shidiq, dan memohon pertolongan Allah SWT sebagai pasukanmu. Pedang dan pasukan itu akan menghancurkan syaitan dan tentaranya. Setelah itu engkau akan menang karena Allah SWT bersamamu.

Wahai Ghulam, satukanlah antara dunia dan akhirat, letakkan mereka di satu tempat, lalu menyendirilah engkau dengan Tuhanmu di tempat hati yang telanjang tanpa dunia maupun akhirat. Janganlah engkau menghadap kepada-Nya kecuali menyepi dari sesuatu selain-Nya. Janganlah engkau terikat oleh makhluk yang menghalangimu dari Khaliq. Putuskanlah semua sebab.Tinggalkan tuhan-tuhan lainnya {harta-tahta-wanita-keluarga}. Selanjutnya, jadikan dunia untuk ragamu, akhirat untuk hatimu, dan Al-Haq Azza wa Jalla untuk nuranimu.

Wahai Ghulam, janganlah engkau bersama nafsu, keinginan, dunia dan akhirat. Janganlah engkau mengikuti selain Al-Haq Azza wa Jalla . Engkau akan tiba di gudang perbendaharaan yang tidak pernah habis selamanya. Ketika itu akan datang kepadamu petunjuk Allah SWT yang tidak ada kesesatan sesudahnya. Bertaubatlah dari dosa-dosamu dan larilah daripadanya kepada Maulamu. Jika engkau bertaubat, hendaklah engkau bertaubat secara lahir dan batin. Taubat adalah ketenangan hati. Lepaskanlah pakaian maksiat dengan taubat yang murni. Malu kepada Allah SWT., adalah kebenaran hakiki., bukan majazi. Ia termasuk amalan hati setelah mensucikan anggota badan dengan mengamalkan agama. Jika badan punya amal, hati pun punya amal. Jika hati keluar dari lingkungan asbab dan hubungan dengan makhluk, berarti ia telah berlayar meninggalkan asbab dan mencari “Al-Musabbib.”Ketika hati telah berlayar di lautan ini, maka di sana ia akan mengatakan, “(Yaitu) Tuhan Yang telah menciptakan aku, maka Dialah Yang menunjuki aku.”
 
Allah SWT akan menunjukkan dari satu pantai ke pantai lain, dari satu tempat ke tempat lain sehingga ia akan berdiri di atas keadaan yang lurus. Setiap kali ia mengingat Tuhannya, makin jelaslah penemuannya dan terbukalah rerimbunan yang menghalanginya. Hati pencari Al-Haq Azza wa Jalla akan berjalan cepat dan meninggalkan segala sesuatu di belakangnya. Jika ia takut pada sebagian jalan dari suatu kebinasaan, maka muncullah keimannya yang mendorong keberaniannya dan mengusir ketakutannya, bahkan akan datang pula cahaya kedamaian berupa “kedekatan” kepada Allah SWT.
 
Wahai Ghulam, jika datang padamu suatu penyakit, terimalah dengan tangan kesabaran dan tenanglah hingga datang obat. Dan jika datang obat, sambutlah dengan tangan syukur. Jika engkau berbuat demikian, berarti engkau berada dalam kehidupan dunia. Takut kepada api neraka akan mengetuk hati orangg-orang mukmin sehingga hati mereka menjadi pucat dan bersedih. Dalam keadaan demikian,, Allah SWT akan menyirami mereka dengan air rahmat dan kelembutan-Nya. Bahkan akan di bukakan untuk-nya pintu akhirat. Lalu mereka akan melihat tempat mereka yang aman.

Jika mereka telah tenang dan damai, akan dibukakan untuk mereka pintu keagungan, sehingga hati dan nurani mereka pasti akan semakin takut dibandingkan sebelumnya. Jika kesempurnaan itu telah ada pada diri mereka, maka akan dibukakan bagi mereka pintu keindahan sehingga tenteramlah mereka, dan mereka akan sadar serta menapaki tangga demi tangga.

Wahai Ghulam, janganlah cita-citamu hanya mencari makan dan minum, menikmati pakaian dan istri. Yang menikmati semua itu hanyalah nafsu dan watak. Lalu dimanakah hati da nurani, yang mencari Al-Haq Azza wa Jalla. Cita-citamu hendaklah ditujukan pada hal-hal yang meninggikanmu. Jadikanlah Tuhanmu dan apa yang ada di sisi-Nya sebagai cita-citamu. Dunia itu ada gantinya, yaitu akhirat. Dan makhluk juga ada gantinya, yaitu Khaliq Azza wa Jalla. Jika engkau meninggalkan sesuatu dari kehidupan dunia ini, maka akan ada gantinya yang lebih baik di akhirat. Anggaplah umurmu tinggal sehari saja. Bersiaplah menyambut kedatangan Malaikat maut dan pindah ke akhirat.

Dunia ibarat lading, sedangkan akhirat adalah kampong yang sebenarnya. Jika datang kecemburuan dari Allah SWT., maka akan menghalangi di antara mereka dengan makhluk. Kemudian mereka akan membutuhkan dunia maupun akhirat. Wahai para pendusta agama, engkau mencintai Allah pada waktu memperoleh nikmat. Tetapi jika datang musibah, engkau lari seolah-olah engkau tidak menyukainya. Seorang hamba itu terbukti saat ia bebas. Jika datang bencana dari Allah SWT dan engkau tetap teguh, berarti engkau mencintai Allah SWT. Namun jika engkau berubah, berarti engkau berdusta.

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku mencintaimu.” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bersiaplah untuk merahasiakan kefakiran.”

Lagi, Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku sangat mencintai Allah” Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bersiaplah untuk merahasiakan bencana.”

Sesungguhnya cinta Allah dan Rasul-Nya itu selalu dibarengi dengan kefakiran dan bencana. Oleh karena itu, sebagian orang shalih mengatakan, “Kedekatan itu diwakili oleh balak, supaya tidak semua orang mengaku.” Jika tidak, tentu orang akan dengan mudah mengaku mencintai Allah SWT. Jadi pakaian bencana dan kefakiran itu tanda dari mahabbah tersebut.


Ya Allah, berilah kami rezeki berupa kesehatan dan kelayakan bersama-Mu.
Ya Allah, masukkan kami kedalam rahmat-Mu. Dan berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta hindarkanlah kami dari siksa neraka.
Amin.

Dipetik dari kitab “Al-Fathur Rabbani Wal Faidhur Rahmani,
Menjadi Kekasih Allah - Ditulis oleh: Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani

Mencium Hajar Aswad


Puji dan syukur bagi Allah semata dan Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, baginda Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam, juga kepada keluarga ahlul baitnya serta seluruh umat yang setia mengikuti risalah yang dibawa oleh beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sampai akhir jaman.


Para pembaca rahimakumullah,
Ibadah Thawaf telah dijelaskan oleh baginda Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam dengan sabdanya: “ Sesungguhnya thawaf di ka’bah, sa’i diantara safa dan marwah, dan melontar jumrah itu dijadikan untuk menegakkan dzikrullah.”

Pelaku thawaf yang mengitari Baitullah itu dengan hatinya, ia melakukan pengagungan kepada Allah SWT yang menjadikannya selalu ingat kepada Allah SWT, semua gerak-geriknya seperti melangkah, mencium dan beristilam kepada hajar dan sudut (rukun) yamani dan membei isyarat kepada hajar aswad sebagai dzikir kepada Allah SWT, sebab hak itu merupakan bagian dari ibadah kepada-Nya. Dan setiap ibadah adalah dzikir dan doa yang diucapkan dengan lisan adalah sudah jelas merupakan dzikrullah; sedankan mencium hajar aswad itu merupakan ibadah dimana seseorang menciumnya tanpa ada hubungan antara dia dengan hajar aswad selain beribadah kepada Allah semata dengan mengagungkan-Nya tanpa mencontoh kan Rasulullah SAW dalam hal itu.
Hal ini ditegaskan oleh Amirul Mukminin, ‘Umar Bin Khattab r.a ketika beliau mencium hajar aswad mengatakan, “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau (hajar aswad) tidak dapat mendatangkan bahaya, tidak juga manfaat. Kalaulah sekiranya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu!”
Adapun dugaan sebagian orang-orang awam (bodoh) bahwa maksud dari mencium hajar aswad adalah untuk mendapat berkah adalah dugaan yang tidak mempunyai dasar (dalil), maka oleh karenanya batil. Sedangkan yang dinyatakan oleh sebagian kaum ziindiq (kelompok sesat) bahwa thawaf di Baitullah itu sama halnya dengan thawaf di makam para wali dan ia merupakan penyembahan terhadap berhala, maka hal ini merupakan ke-zindiiqan (kekufuran) mereka, sebab kaum Muslimin tidak melakukan thawaf kecuali atas dasar mematuhi perintah Allah SWT, sedangkan apa saja yang diperintahkan Allah, maka melaksanakannya merupakan ibadah kepada-Nya yang wajib dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Tidakkah anda tahu bahwa melakukan sujud kepada selain Alah merupakan syirik akbar, kecuali ketika Allah SWT memerintahkan kepada para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam, maka sujud kepada Adam itu merupakan bentuk keta’atan kepada perintah Allah SWT karena hakekatnya adalah meerupakan ibadah kepada Allah SWT dan tidak melakukannya merupakan kekufuran dan mendapat laknat Allah, sebagaimana yang ditimpakan kepada Iblis laknatullah yang mengingkari perintah Allah SWT untuk sujud kepada Adam, dan karena kesombongannya itu, Iblis mendapat laknat dari Allah SWT serta terusir dari syurga.

Maka dari itu, thawaf di Baitullah adalah merupakan salah satu ritual ibadah yang paling agung, ia merupakan salah satu rukun di dalam pelaksanaan haji, sedangkan melaksanaan ibadah haji itu sendiri adalah merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan sekali seumur hidup{bagi orang yang mampu}.

Maka dari itu,orang yang melaksanakan Thawaf dan hatinya merasakan kedekatan kepadanya kepada Rabb (Tuhannya) yang dengannya (thawaf itu) dapat dirasakan keagungan-Nya dan besarnya karunia-Nya.

Wallahul musta’an.

Nasehat Mukmin kepada saudaranya





WASIYAT DARI SYAIKH ABDUL QADIR AL-JAILANI RA

[Majelis - 6]


Hati kaum sufi itu bersih, lupa akan makhluk dan selalu mengingat Allah swt., Mereka lupa dunia dan ingat akhirat. Mereka melupakan sesuatu yang ada di tanganmu dan ingat apa yang ada di sisinya. Engkau terhijab mereka dan apa yang mereka dapatkan.

Engkau sibuk dengan dunia dan lupa akhirat, tidak mempunyai rasa malu kepada Tuhan.

Terimalah nasihat saudaramu seiman, janganlah engkau menolaknya. Sungguh Dia melihat apa yang tidak engkau lihat pada dirimu.

Oleh karena itu, Nabi Saw. Bersabda:
“Seorang mukmin itu cermin bagi mukmin lainnya.” 

Nasihat yang benar dari seorang mukmin untuk saudaranya akan memperjelas hal-hal yang samar baginya, membedakan antara yang baik dan yang buruk, menerangkan apa yang berbahaya baginya dan apa yang bermanfaat baginya. Maha Suci Allah Yang telah memberiku kelapangan hati untuk memberikan nasihat kepada manusia dan menjadikannya sebagai cita-cita terbesarku. Sesungguhnya aku tidak mengharapkan balasan apa pun dari nasihatku ini. Akhiratku telah tersedia untukku di sisi Tuhanku.

Aku tidak mencari dunia. Aku bukan penyembah dunia, akhirat, atau segala sesuatu selain Allah Swt. Tidak ada yang aku sembah kecuali Al-Khaliq Yang Maha Esa dan Mahadahulu. Aku hanya ingin agar engkau berbahagia, aku tidak ingin engkau binasa. Jika aku melihat seorang murid Berjaya di tanganku, sungguh aku akan bergembira. Wahai ghulam, yang menjadi keinginanku adalah engkau, bukan aku. Jika ada yang berubah, maka yang berubah itu adalah engkau, bukan aku. Aku telah lewat, aku juga ingin engkau secepatnya lewat.

Wahai ghulam, tinggalkan takabur kepada Allah Swt., dan makhluk-Nya. Sadarilah kemampuanmu, dan rendahkanlah hatimu. Engkau tidak lain hanyalah dari setets air hina dan akan menjadi bangkai yang hina pula. Janganlah engkau termasuk orang yang diseret hawa nafsunya ke pintu raja-raja untuk mendapatkan sesuatu, baik yang telah menjadikan bagianmu atau tidak, secara hina. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda:

“Siksa Allah yang paling pedih bagi hamba-Nya ialah yang mencari sesuatu yang tidak ditentukan menjadi bagiannya.”

Duhai Celaka kamu, wahai orang yang tidak mengetahui kemampuan dan takdir. Apakah kamu mengira bahwa pemilik dunia itu mampu memberimu apa yang tidak dibagikan untukmu? Tetapi inlah bisikan syaitan dalam hati dan kepalamu. Engkau bukanlah hamba Allah SWT, engkau adalah hamba nafsu, keinginan, syaitan, watak, dinar, dan dirhammu. Lihatlah orang-orang yang berhasil sehingga engkau juga berhasil karena mengikuti jalan mereka.

Sebagian ahli sufi mengatakan bahwa orang yang tidak pernah melihat orang yang berhasil tidak akan bisa berhasil. Jika engkau melihat orang berhasil dengan mata kepalamu, bukan dengan mata hati dan nuranimu, berarti imanmu belum hidup. Allah Swt. berfirman:

الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
”Karena sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta itu adalah hati yang di dalam dada.” (QS.Al-Hajj [22]:46).

Seorang yang tamak dalam mengambil dunia dari tangan makhluk berarti telah menjual agama dengan buah tin, yakni menjual sesuatu yang kekal dengan sesuatu yang fana. Tentu saja ia tidak akan beruntung. Selagi imanmu kurang, meski berusaha memperbaiki kehidupanmu, jangan sampai kamu menukar agamamu dengan makanan mereka.

Jika imanmu kuat, engkau pasti bertawakal kepada Allah Swt., keluar dari asbab, dan tekun beribadah. Dan engkau pasti pergi meninggalkan segala sesuatu dengan hatimu, sehingga hatimu keluar dari negerimu, keluargamu, bahkan toko dan kenalanmu. Kemudian engkau menyerahkan apa yang ada padamu pada keluarga dan kawan-kawanmu. Seolah-olah malaikat maut telah mencabut nyawamu, seolah-olah malaikat telah membawamu pergi. Seolah-olah bumi telah terbelah dan menenggelamkanmu dari lautan ilmu dan ruanganmu. Barangsiapa sampai pada maqam ini, maka asbab tidak membahayakannya. Karena asbab hanya lahirnya, bukan bathinnya. Asbab itu untuk orang lain, bukan untuknya.

Wahai ghulam, jika kamu tidak mampu melaksanakan apa yang aku katakan ini, yakni keluar dari asbab dan bergantung padanya dari segi hati, dan jika engkau tidak mampu melaksanakan sepenuhnya, hendaklah engkau laksanakan sebagian. Nabi Saw.,bersabda:“Kosongkanlah dari cita-cita dunia semampumu.”

Wahai ghulam, jika engkau mampu, kosongkanlah hatimu dari cita-cita dunia. Jika tidak, melangkahlah dengan hatimu kepada Al-Haq Azza wa Jalla. Berpeganglah kepada tali rahmat-Nya sehingga cita-cita dunia keluar dari hatimu. Dia Mahakuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Setiap sesuatu berada di tangan-Nya. Tetaplah berada di pintu-Nya. Mohonlah kepada-Nya agar Dia membersihkan hatimu dari selain-Nya dan memenuhi hatimu dengan iman, ma’rifat, ilmu, dan kaya bersama-Nya, bukan bersama makhluk-Nya. Mohonlah agar Dia memberimu keyakinan dan menenteramkan hatimu serta menyibukkan dirimu dengan menaati-Nya. Mohonlah segala sesuatu kepada-Nya, bukan kepada selain Dia. Janganlah engkau merendahkan kepada sesama makhluk. Hendaklah engkau hanya untuk-Nya, bukan untuk selain Dia.

Wahai ghulam, kefasihan lisan tanpa amalan hati tidak akan mengantarkanmu kepada Al-Haq Azza wa Jalla. Perjalanan ini adalah perjalanan hati. Amalan ini juga amalan hati dengan menjaga batas syari’at dan tawadhu’ kepada-Nya. Dengan menjalankan ibadah. Barangsiapa menganggap dirinya berharga, sesungguhnya tidak ada harga baginya. Barangsiapa menampakkan amalnya kepada makhluk, sungguh tidak ada amal baginya. Amalan itu hendaknya pada waktu sepi. Janganlah menampakkan amalan kecuali amalan wajib yang memang harus ditampakkan sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Landasilah amalanmu dengan tauhid dan ikhlas, kemudian bangunlah amal dengan daya upaya Allah SWT. dan kekuatan-Nya, bukan dengan upaya dan kekuatanmu. Tangan tauhid itulah yang membangun, bukan tangan niatmu. Tangan tauhid itulah yang membangun, bukan tangan nifak dan syirik. Orang yang bertauhid, amalannya akan naik. Berbeda dengan orang munafik.

"Ya Allah, jauhkanlah kami dari sifat munafik dalam seluruh keadaan kami. Dan berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta peliharalah kami dari siksa api neraka."


[Dipetik dari kitab “Al-Fathur Rabbani Wal Faidhur Rahmani; Menjadi Kekasih Allah, oleh Syaikh Abdul-Qadir al-Jailani]

Wanita dambaan Surga - 1


Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassallam beserta keluarga, para Shahabat, para tabi'in, tabi'ut tabi'in dan para penerus perjuangan Beliau hingga akhir zaman.


Para Muslimah yang dimuliakan Allah,
Ingatlah bahwa wanita itu adalah figur yang dapat menentukan maju mundurnya generasi, oleh karena itulah kaum wanita, terutama wanita muslimah yang shalihah dituntut untuk membekali diri dengan nilai-nilai ajaran Islam yang mencakup semua aspek dalam kehidupan dalam kesehariannya, yang mencerminkan Akhlaqul Karimah. Figur wanita yang menjadi dambaan surga dan insya Allah kelak akan menjadi salah satu penghuninya.

Semoga tulisan ini benar-benar dapat membawa manfaat bagi semua pihak, terutama bagi kaum Wanita muslimah, yang diibaratkan sebagai tiang negara yang apabila wanitanya rusak, maka rusak pulalah negara itu.

WANITA DENGAN KHALIQ-NYA

1. Senantiasa Sadar (Eling) dan Waspada.
Pada hakikatnya, semua wanita di dunia ini adalah sama dimata Tuhan, baik yang hitam maupun yang putih, yang cantik maupun yang jelek, yang kaya maupun yang miskin, wanita karir maupun ibu rumah tangga, bagi Allah, dialah yang paling mulia, paling tinggi derajatnya, terutama, apabila wanita itu memang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Bagi seorang muslimah yang senantiasa sadar dan beriman, maka ia akan menganggap apapun peristiwa yang terjadi di dunia ini dan segala peristiwa yang menimpa pada diri manusia adalah merupakan takdir dari Yang Maha Kuasa. Dan dia juga yakin bahwa setiap musibah yang menimpa pada diri manusia itu, pada hakikatnya hanyalah merupakan cobaan atau ujian dari-Nya semata, bukan untuk membuatnya merasa bersalah, bukan pula merupakan murka Allah, namun sebaliknya adalah merupakan penguat jiwa dan penyadaran qalbu, bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah tiada daya upaya, dibandingkan dengan Kekuasaan Allah Yang tiada terbatas.

Kewajiban yang harus dilakukan manusia dalam mengarungi kehidupan ini adalah meniti jalan kebaikan dan juga berusaha sekuat mungkin untuk melakukan amal-amal shalih, apakah itu menyangkut keagamaan maupun hal-hal yang menyangkut keduniawiaan, seraya bertawakkal kepada Allah serta pasrah tunduk kepada ketetapan-Nya, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa karena keterbatasan dan kelemahannya sebagai makhluk, ia akan senantiasa membutuhkan pertolongan, bimbingan, rahmat, kasih sayang serta ridha dari Tuhan-nya Allah Azza wa Jalla.

Untuk meraih semuanya itu, wanita Muslimah telah mempunyai seorang figur dari seorang sosok teladan yang benar-benar beriman dan bertaqwa yang karena kekuatan Iman-nya yang begitu besar yang terus mengalir direlung-relung jiwanya, menyebabkan ia menjadi wanita yang sangat ta'at menjalani perintah dari Tuhannya serta tegar dan berani menghadapi segala rintangan hidup, karena ia yakin bahwa Allah akan selalu bersamanya dan pasti akan menolongnya.

Perhatikanlah kisah Siti Hajar saat beliau ditinggal oleh sang suaminya tercinta, Nabi Ibrahim Alaihi Salam, disamping Al-Bait di Makkah Al-Mukarramah, di dekat tenda tak jauh dari sumur Zam-zam. Sementara pada saat itu di Makkah belum terhuni oleh seorang pun manusia serta air pun tidak ada. Siti Hajar hanya di temani bayinya yang masih menyusu, yaitu Isma’il. Kisah ini menyajikan satu gambaran peristiwa yang sangat mengagumkan di kalangan wanita Muslimah, tentang dalamnya Iman dan ketaqwa’an, ketawakalan serta kepasrahan dari seorang Siti Hajar yang sangat mendalam dan utuh kepada Allah Azza wa Jalla. Untuk meyakinkan dirinya, dengan mantap dan ketegaran serta penuh keyakinan, Siti Hajar bertanya kepada nabi Ibrahim a.s, “Allah kah yang memerintahkan engkau berbuat seperti ini kepadaku wahai Ibrahim?” Ibrahim menjawab” Ya, Benar!”. ‘Kalau begitu Dia pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.”! Jawab Siti Hajar dengan penuh keridhaan dan disertai keyakinan akan datangnya kabar gembira dan perlindungan-Nya.

Kalau di nalar, sungguh merupakan tindakan yang sangat berat dan mengharukan. Bayangkanlah bagaimana berkecamuk dan hancurnya hati Ibrahim a.s. yang harus meninggalkan istrinya tercinta bersama anak satu-satunya Isma’il yang masih menyusu, seorang anak yang sangat di harapkan kehadirannya selama puluhan tahun dan yang kini, karena mematuhi perintah dari Tuhannya, terpaksa harus ditinggalkannya di tengah hamparan padang pasir yang gersang, tanpa ada tetumbuhkan, tidak ada sumber air, dan bahkan tanpa ada seorang manusia pun di sekitarnya. Namun, meskipun dengan hati yang sangat berat, perintah Rabb-Nya bagaimana pun juga harus dilaksanakan. Demikianlah, dengan penuh kepatuhan dan hati yang bertawakal, kemudian nabi Ibrahim a.s. berbalik kembali ke negeri Syam, yang amat jauh jaraknya dari Makkah. Beliau hanya meninggalkan satu kantong berisi buah kurma dan satu wadah dari kulit yang berisi air minum sebagai bekal bagi istri dan putra tercinta-nya itu. Andaikata tidak ada iman yang mendalam yang memenuhi seluruh relung hati dari Siti Hajar dan tidak ada tawakal yang sedemikian utuh kepada Allah yang menghiasi qalbu Siti Hajar, tak bakalan Siti Hajar mampu menghadapi keadaan pada saat itu.

Dan dari rangkaian peristiwa yang menakjubkan saat itu, telah di abadikan oleh seluruh kaum Muslimin-Muslimah yang menunaikan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram yaitu dengan melaksanakan ibadah Umrah. Juga mereka mengenangnya menjelang malam dan di ujung siang, yaitu di saat mereka mengambil wudhu’ atau menikmati sejuk-segarnya air Zam-zam yang suci lagi barakah. Begitu juga saat mereka melakukan Sa’i dari Shafa ke Marwah, suatu ritual yang merupakan napak tilas serta penghayatan betapa beratnya perjuangan seorang wanita shalihah yang sungguh luar biasa, dimana demi untuk mencari setetes air di padang pasir yang gersang itu, maka tanpa kenal lelah, Siti Hajar terus bolak-balik berlari-lari kecil dari satu puncak bukit ke puncak lainnya, hanya sekedar untuk mencari sumber air minum pada hari yang sangat mendebarkan itu. Dan, karena keteguhan imannya kepada Allah SWT, maka, sebagai ganjarannya, Allah SWT Yang Maha Penyayang, memberinya rahmat karunia dari sisi-Nya yang besar, yaitu berupa munculnya sumber air yang belimpah dari dalam pasir yang gersang, yang kini kita kenal sebagai sumur Zam-Zam, sebuah sumur yang barakah dan yang tak pernah kering hingga hari ini dan insya’allah hingga akhir masa.

Contoh dari Keyakinan imani, ketaqwaan, kepatuhan, ketawakalan, keikhlasan dan kesabaran yang menghiasi jiwa nabi Ibrahim a.s. dan juga istri beliau Siti Hajar, telah membuahkan hasil yang sangat mengagumkan dalam kehidupan orang-orang Muslim dan Muslimah , yang menggugah perasaan dan membangkitkan keyakinan, bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyaksikan dan mengetahui semua rahasia dan peristiwa yang terjadi serta Dia senantiasa akan bersama hamba-hamba-Nya, dimana pun mereka berada, baik dalam keadaan sepi maupun ramai. Sebagai gambaran diceritakan dalam sebuah kisah tentang akhlaq dan kejujuran seorang wanita shalihah yang benar-benar beriman pada masa Khalifah ‘Umar bin Khathab r.a. sebagai berikut:

“Pada suatu malam seperti yang biasa di lakukannya, Khalifah ‘Umar bin Khathab r.a. melakukan pemeriksaan di Madinah, tiba-tiba beliau merasa kelelahan. Maka pada tengah malam itu, beliau pun beristirahat dengan duduk bersandar di samping sebuah dinding rumah. Tiba-tiba terdengan olehnya suara seorang wanita yang berkata kepada putrinya, “Wahai anakku, ambillah susu itu dan campurilah ia dengan air biasa!” Terdengar suara putrinya menjawab, “Apakah bunda tidak mengetahui keputusan yang di ambil Khalifah ‘Umar pada hari ini?”. “Keputusan apakah yang diambil beliau hari ini anakku?” Tanya sang ibu.” Putrinya menjawab, “Wahai ibunda, Beliau telah memerintahkan kepada seluruh rakyatnya, bahwa mulai hari ini, susu tidak boleh di campur dengan air”. Kemudian ibunya berkata lagi,”Wahai anakku, jangan hiraukan, ambil saja susu itu dan campurlah ia dengan air, bukankah saat ini kamu berada di suatu tempat yang tidak bisa dilihat oleh Khalifah Umar bin Khathab.?”Putrinya menjawab, ”Aku sama sekali tidak akan mena’atinya disaat ramai dan mendurhakainya di saat sepi.”!

Khalifah Umar yang kebetulan sedang beristirahat di luar dinding rumah itu, mendengar semua percakapan antara ibu dan anak di dalam rumah tersebut. Setelah kembali ke rumah, beliaupun berkata kepada salah seorang pengawalnya, “Wahai Aslam!” Datangi lagi rumah itu dan coba selidiki baik-baik siapa sebenarnya wanita yang menjawab seperti itu dan siapa pula wanita tua yang menjadi lawan bicaranya tadi dan apakah mereka mempunyai suami?” Keesokan paginya, tanpa panjang lebar Aslam menuju rumah yang disebutkan oleh Khalifah Umar untuk memperoleh keterangan sesuai dengan yang diminta oleh Khalifah. Setelah Aslam memperoleh keterangan yang di perlukannya, maka ia lalu melaporkan hasil temuannya itu kepada Khalifah Umar. Ternyata di dalam rumah itu hanya tinggal dua orang wanita; yang satu adalah ibunya dan yang satu lagi adalah putrinya yang masih gadis. Singkat cerita, karena ketaqwaannya, keimanan dan kejujurannya, maka gadis itu kemudian di jadikan menantu oleh Khalifah Umar yaitu di nikahkannya dengan putra beliau yang bernama Hashim. Dan, dari rahim wanita shalihah ini, kemudian lahirlah sosok pemimpin yang besar dan sangat terkenal yaitu Umar bin Abdul Aziz.

Kisah tersebut diatas merupakan kesadaran hakiki di dalam sanubari yang di tanamkan Islam ke dalam jiwa gadis muslimah tersebut. Sungguh akhlak seorang wanita muslimah yang shalihah, yang menggambarkan ketaqwaan yang lurus dan mendalam, walau dalam situasi terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, disaat ramai atau sepi, semata-mata karena keyakinannya bahwa Allah itu senantiasa bersamanya, Yang Maha melihat dan mendengar dan Maha mengetahui segalanya.

Iman yang mendalam, bersih dan jelas ini menambah kepribadian seorang wanita Muslimah menjadi semakin kuat, sadar dan matang. Dia melihat hakekat kehidupan ini sebagai tempat ujuan dan menentukan pilihan. Juga sebagai ladang amal, lalu hasilnya akan di panen pada suatu hari yang tidak pernah diragukan kedatangannya sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Mu’minun ayat 115 yang artinya sebagai berikut:

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahkan kamu tidak akan kembali kepada Kami?”.

Juga firman-Nya dalam surat Al-Mulk ayat 1-2 yang artinya:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِتَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌالَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Maha suci Allah yang ditangan-Nyalah segala kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik amalnya.. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.

Pada hari yang telah ditentukan itu setiap manusia akan mendapat balasan , sesuai dengan tingkat amalannya masing-masing. Jika amalnya itu baik maka akan mendapat balasan kebaikan, begitu pula apabila amalnya buruk, maka akan mendapatkan balasan keburukan.. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah yang artinya:

الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa akan diberi balasan dengan apa yang diperbuatnya.Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS. Al-Mu’min [ 40] :17)

Timbangan (hisab) yang benar-benar detail-rinci dan teliti, disatu pihak merupakan keuntungan, namun dipihak lain merupakan suatu kemalangan yang besar. Sebagaimana firman Allah yang artinya:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُوَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan,barangsiapa yang mengerjakan keburukan seberat dzarrah pun , niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula.” (QS.Az-Zalzalah [99 ]: 7-8).

Dan pada hari yang telah di tetapkan-Nya itu, tidak ada sesuatu apapun yang lolos dari perhatian Allah SWT, sekalipun hanya seberat biji sawi, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Anbiya’ [21 ] ayat 47; yang artinya:

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memandang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun .Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi sekali pun pasti Kami mendatangkan (pahalanya). Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan”.

Dari ayat-ayat yang telah disebutkan diatas, bagi seorang Wanita Muslimah yang sadar dan lurus serta mau menghayati makna yang terkandung di dalam ayat-ayat suci tersebut, tentunya akan semakin menambah ketaqwa’an, ketawadhu’annya kepada Allah Azza wa Jalla serta akan mengerjakan amalan-amalan yang shalih dan yang di ridhai oleh Allah SWT. (Bersambung).

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers