Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Thursday, May 27, 2010

Wanita dambaan Surga - 1


Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassallam beserta keluarga, para Shahabat, para tabi'in, tabi'ut tabi'in dan para penerus perjuangan Beliau hingga akhir zaman.


Para Muslimah yang dimuliakan Allah,
Ingatlah bahwa wanita itu adalah figur yang dapat menentukan maju mundurnya generasi, oleh karena itulah kaum wanita, terutama wanita muslimah yang shalihah dituntut untuk membekali diri dengan nilai-nilai ajaran Islam yang mencakup semua aspek dalam kehidupan dalam kesehariannya, yang mencerminkan Akhlaqul Karimah. Figur wanita yang menjadi dambaan surga dan insya Allah kelak akan menjadi salah satu penghuninya.

Semoga tulisan ini benar-benar dapat membawa manfaat bagi semua pihak, terutama bagi kaum Wanita muslimah, yang diibaratkan sebagai tiang negara yang apabila wanitanya rusak, maka rusak pulalah negara itu.

WANITA DENGAN KHALIQ-NYA

1. Senantiasa Sadar (Eling) dan Waspada.
Pada hakikatnya, semua wanita di dunia ini adalah sama dimata Tuhan, baik yang hitam maupun yang putih, yang cantik maupun yang jelek, yang kaya maupun yang miskin, wanita karir maupun ibu rumah tangga, bagi Allah, dialah yang paling mulia, paling tinggi derajatnya, terutama, apabila wanita itu memang benar-benar beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Bagi seorang muslimah yang senantiasa sadar dan beriman, maka ia akan menganggap apapun peristiwa yang terjadi di dunia ini dan segala peristiwa yang menimpa pada diri manusia adalah merupakan takdir dari Yang Maha Kuasa. Dan dia juga yakin bahwa setiap musibah yang menimpa pada diri manusia itu, pada hakikatnya hanyalah merupakan cobaan atau ujian dari-Nya semata, bukan untuk membuatnya merasa bersalah, bukan pula merupakan murka Allah, namun sebaliknya adalah merupakan penguat jiwa dan penyadaran qalbu, bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah tiada daya upaya, dibandingkan dengan Kekuasaan Allah Yang tiada terbatas.

Kewajiban yang harus dilakukan manusia dalam mengarungi kehidupan ini adalah meniti jalan kebaikan dan juga berusaha sekuat mungkin untuk melakukan amal-amal shalih, apakah itu menyangkut keagamaan maupun hal-hal yang menyangkut keduniawiaan, seraya bertawakkal kepada Allah serta pasrah tunduk kepada ketetapan-Nya, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa karena keterbatasan dan kelemahannya sebagai makhluk, ia akan senantiasa membutuhkan pertolongan, bimbingan, rahmat, kasih sayang serta ridha dari Tuhan-nya Allah Azza wa Jalla.

Untuk meraih semuanya itu, wanita Muslimah telah mempunyai seorang figur dari seorang sosok teladan yang benar-benar beriman dan bertaqwa yang karena kekuatan Iman-nya yang begitu besar yang terus mengalir direlung-relung jiwanya, menyebabkan ia menjadi wanita yang sangat ta'at menjalani perintah dari Tuhannya serta tegar dan berani menghadapi segala rintangan hidup, karena ia yakin bahwa Allah akan selalu bersamanya dan pasti akan menolongnya.

Perhatikanlah kisah Siti Hajar saat beliau ditinggal oleh sang suaminya tercinta, Nabi Ibrahim Alaihi Salam, disamping Al-Bait di Makkah Al-Mukarramah, di dekat tenda tak jauh dari sumur Zam-zam. Sementara pada saat itu di Makkah belum terhuni oleh seorang pun manusia serta air pun tidak ada. Siti Hajar hanya di temani bayinya yang masih menyusu, yaitu Isma’il. Kisah ini menyajikan satu gambaran peristiwa yang sangat mengagumkan di kalangan wanita Muslimah, tentang dalamnya Iman dan ketaqwa’an, ketawakalan serta kepasrahan dari seorang Siti Hajar yang sangat mendalam dan utuh kepada Allah Azza wa Jalla. Untuk meyakinkan dirinya, dengan mantap dan ketegaran serta penuh keyakinan, Siti Hajar bertanya kepada nabi Ibrahim a.s, “Allah kah yang memerintahkan engkau berbuat seperti ini kepadaku wahai Ibrahim?” Ibrahim menjawab” Ya, Benar!”. ‘Kalau begitu Dia pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.”! Jawab Siti Hajar dengan penuh keridhaan dan disertai keyakinan akan datangnya kabar gembira dan perlindungan-Nya.

Kalau di nalar, sungguh merupakan tindakan yang sangat berat dan mengharukan. Bayangkanlah bagaimana berkecamuk dan hancurnya hati Ibrahim a.s. yang harus meninggalkan istrinya tercinta bersama anak satu-satunya Isma’il yang masih menyusu, seorang anak yang sangat di harapkan kehadirannya selama puluhan tahun dan yang kini, karena mematuhi perintah dari Tuhannya, terpaksa harus ditinggalkannya di tengah hamparan padang pasir yang gersang, tanpa ada tetumbuhkan, tidak ada sumber air, dan bahkan tanpa ada seorang manusia pun di sekitarnya. Namun, meskipun dengan hati yang sangat berat, perintah Rabb-Nya bagaimana pun juga harus dilaksanakan. Demikianlah, dengan penuh kepatuhan dan hati yang bertawakal, kemudian nabi Ibrahim a.s. berbalik kembali ke negeri Syam, yang amat jauh jaraknya dari Makkah. Beliau hanya meninggalkan satu kantong berisi buah kurma dan satu wadah dari kulit yang berisi air minum sebagai bekal bagi istri dan putra tercinta-nya itu. Andaikata tidak ada iman yang mendalam yang memenuhi seluruh relung hati dari Siti Hajar dan tidak ada tawakal yang sedemikian utuh kepada Allah yang menghiasi qalbu Siti Hajar, tak bakalan Siti Hajar mampu menghadapi keadaan pada saat itu.

Dan dari rangkaian peristiwa yang menakjubkan saat itu, telah di abadikan oleh seluruh kaum Muslimin-Muslimah yang menunaikan ibadah haji ke Baitullah Al-Haram yaitu dengan melaksanakan ibadah Umrah. Juga mereka mengenangnya menjelang malam dan di ujung siang, yaitu di saat mereka mengambil wudhu’ atau menikmati sejuk-segarnya air Zam-zam yang suci lagi barakah. Begitu juga saat mereka melakukan Sa’i dari Shafa ke Marwah, suatu ritual yang merupakan napak tilas serta penghayatan betapa beratnya perjuangan seorang wanita shalihah yang sungguh luar biasa, dimana demi untuk mencari setetes air di padang pasir yang gersang itu, maka tanpa kenal lelah, Siti Hajar terus bolak-balik berlari-lari kecil dari satu puncak bukit ke puncak lainnya, hanya sekedar untuk mencari sumber air minum pada hari yang sangat mendebarkan itu. Dan, karena keteguhan imannya kepada Allah SWT, maka, sebagai ganjarannya, Allah SWT Yang Maha Penyayang, memberinya rahmat karunia dari sisi-Nya yang besar, yaitu berupa munculnya sumber air yang belimpah dari dalam pasir yang gersang, yang kini kita kenal sebagai sumur Zam-Zam, sebuah sumur yang barakah dan yang tak pernah kering hingga hari ini dan insya’allah hingga akhir masa.

Contoh dari Keyakinan imani, ketaqwaan, kepatuhan, ketawakalan, keikhlasan dan kesabaran yang menghiasi jiwa nabi Ibrahim a.s. dan juga istri beliau Siti Hajar, telah membuahkan hasil yang sangat mengagumkan dalam kehidupan orang-orang Muslim dan Muslimah , yang menggugah perasaan dan membangkitkan keyakinan, bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyaksikan dan mengetahui semua rahasia dan peristiwa yang terjadi serta Dia senantiasa akan bersama hamba-hamba-Nya, dimana pun mereka berada, baik dalam keadaan sepi maupun ramai. Sebagai gambaran diceritakan dalam sebuah kisah tentang akhlaq dan kejujuran seorang wanita shalihah yang benar-benar beriman pada masa Khalifah ‘Umar bin Khathab r.a. sebagai berikut:

“Pada suatu malam seperti yang biasa di lakukannya, Khalifah ‘Umar bin Khathab r.a. melakukan pemeriksaan di Madinah, tiba-tiba beliau merasa kelelahan. Maka pada tengah malam itu, beliau pun beristirahat dengan duduk bersandar di samping sebuah dinding rumah. Tiba-tiba terdengan olehnya suara seorang wanita yang berkata kepada putrinya, “Wahai anakku, ambillah susu itu dan campurilah ia dengan air biasa!” Terdengar suara putrinya menjawab, “Apakah bunda tidak mengetahui keputusan yang di ambil Khalifah ‘Umar pada hari ini?”. “Keputusan apakah yang diambil beliau hari ini anakku?” Tanya sang ibu.” Putrinya menjawab, “Wahai ibunda, Beliau telah memerintahkan kepada seluruh rakyatnya, bahwa mulai hari ini, susu tidak boleh di campur dengan air”. Kemudian ibunya berkata lagi,”Wahai anakku, jangan hiraukan, ambil saja susu itu dan campurlah ia dengan air, bukankah saat ini kamu berada di suatu tempat yang tidak bisa dilihat oleh Khalifah Umar bin Khathab.?”Putrinya menjawab, ”Aku sama sekali tidak akan mena’atinya disaat ramai dan mendurhakainya di saat sepi.”!

Khalifah Umar yang kebetulan sedang beristirahat di luar dinding rumah itu, mendengar semua percakapan antara ibu dan anak di dalam rumah tersebut. Setelah kembali ke rumah, beliaupun berkata kepada salah seorang pengawalnya, “Wahai Aslam!” Datangi lagi rumah itu dan coba selidiki baik-baik siapa sebenarnya wanita yang menjawab seperti itu dan siapa pula wanita tua yang menjadi lawan bicaranya tadi dan apakah mereka mempunyai suami?” Keesokan paginya, tanpa panjang lebar Aslam menuju rumah yang disebutkan oleh Khalifah Umar untuk memperoleh keterangan sesuai dengan yang diminta oleh Khalifah. Setelah Aslam memperoleh keterangan yang di perlukannya, maka ia lalu melaporkan hasil temuannya itu kepada Khalifah Umar. Ternyata di dalam rumah itu hanya tinggal dua orang wanita; yang satu adalah ibunya dan yang satu lagi adalah putrinya yang masih gadis. Singkat cerita, karena ketaqwaannya, keimanan dan kejujurannya, maka gadis itu kemudian di jadikan menantu oleh Khalifah Umar yaitu di nikahkannya dengan putra beliau yang bernama Hashim. Dan, dari rahim wanita shalihah ini, kemudian lahirlah sosok pemimpin yang besar dan sangat terkenal yaitu Umar bin Abdul Aziz.

Kisah tersebut diatas merupakan kesadaran hakiki di dalam sanubari yang di tanamkan Islam ke dalam jiwa gadis muslimah tersebut. Sungguh akhlak seorang wanita muslimah yang shalihah, yang menggambarkan ketaqwaan yang lurus dan mendalam, walau dalam situasi terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, disaat ramai atau sepi, semata-mata karena keyakinannya bahwa Allah itu senantiasa bersamanya, Yang Maha melihat dan mendengar dan Maha mengetahui segalanya.

Iman yang mendalam, bersih dan jelas ini menambah kepribadian seorang wanita Muslimah menjadi semakin kuat, sadar dan matang. Dia melihat hakekat kehidupan ini sebagai tempat ujuan dan menentukan pilihan. Juga sebagai ladang amal, lalu hasilnya akan di panen pada suatu hari yang tidak pernah diragukan kedatangannya sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Mu’minun ayat 115 yang artinya sebagai berikut:

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثاً وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja) dan bahkan kamu tidak akan kembali kepada Kami?”.

Juga firman-Nya dalam surat Al-Mulk ayat 1-2 yang artinya:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِتَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌالَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Maha suci Allah yang ditangan-Nyalah segala kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kalian, siapa diantara kalian yang lebih baik amalnya.. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.

Pada hari yang telah ditentukan itu setiap manusia akan mendapat balasan , sesuai dengan tingkat amalannya masing-masing. Jika amalnya itu baik maka akan mendapat balasan kebaikan, begitu pula apabila amalnya buruk, maka akan mendapatkan balasan keburukan.. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah yang artinya:

الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Pada hari ini tiap-tiap jiwa akan diberi balasan dengan apa yang diperbuatnya.Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.” (QS. Al-Mu’min [ 40] :17)

Timbangan (hisab) yang benar-benar detail-rinci dan teliti, disatu pihak merupakan keuntungan, namun dipihak lain merupakan suatu kemalangan yang besar. Sebagaimana firman Allah yang artinya:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُوَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan,barangsiapa yang mengerjakan keburukan seberat dzarrah pun , niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya pula.” (QS.Az-Zalzalah [99 ]: 7-8).

Dan pada hari yang telah di tetapkan-Nya itu, tidak ada sesuatu apapun yang lolos dari perhatian Allah SWT, sekalipun hanya seberat biji sawi, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Anbiya’ [21 ] ayat 47; yang artinya:

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memandang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun .Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi sekali pun pasti Kami mendatangkan (pahalanya). Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan”.

Dari ayat-ayat yang telah disebutkan diatas, bagi seorang Wanita Muslimah yang sadar dan lurus serta mau menghayati makna yang terkandung di dalam ayat-ayat suci tersebut, tentunya akan semakin menambah ketaqwa’an, ketawadhu’annya kepada Allah Azza wa Jalla serta akan mengerjakan amalan-amalan yang shalih dan yang di ridhai oleh Allah SWT. (Bersambung).

0 Comments:

Post a Comment

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers