Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Gunakan tanda panah di sudut kanan bawah halaman untuk melanjutkan penelusuran artikel dalam kategori ini
Showing posts with label Kematian. Show all posts
Showing posts with label Kematian. Show all posts

Tuesday, September 28, 2010

Setiap yang hidup pasti akan mati



Menurut orang-orang yang bodoh, hal terburuk yang dapat terjadi pada seseorang adalah mati. Itulah yang paling menakutkan bagi mereka, yaitu mendekati kematian atau kehilangan seseorang yang mereka cintai. Bahkan, kematian adalah peristiwa yang sedapat mungkin dihindari, meskipun orang yang bodoh dapat mengetahui kebaikan dalam peristiwa tersebut. Baginya, kematian tak pernah menjadi hal yang baik.

Cara pandang masyarakat yang tidak beriman terhadap kematian adalah sama. Mereka tidak pernah dapat melihatnya dengan cara pandang yang berbeda. Kematian adalah benar-benar kebinasaan, sedangkan akhirat hanyalah semata-mata spekulasi.

Bagi orang-orang yang jauh dari kebenaran agama, kehidupan dunia ini adalah satu-satunya kehidupan. Dengan kematian, satu-satunya kesempatan telah berakhir. Inilah sebabnya, mereka menangisi hilangnya orang yang dicintainya. Parahnya, kematian orang yang dicintainya secara tiba-tiba di usia yang sangat muda, menjadi penyebab kemarahan mereka kepada Allah dan takdir.

Bagaimanapun juga, orang-orang tersebut melupakan kenyataan-kenyataan penting. 

Pertama, tak ada seorang pun di bumi ini yang mendapatkan semua yang diinginkan. Setiap kehidupan seseorang adalah milik Allah; setiap orang lahir di waktu yang telah ditakdirkan Allah sebelumnya dan sesuai kehendak Allah. Inilah sebabnya, Allah—yang kepada-Nya kembali segala sesuatu di langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya—dapat mengambil kembali jiwa siapa pun yang diinginkannya, kapan pun Dia menginginkannya.

Kedua, tak ada seorang pun yang dapat menunda ketentuan Allah. Hal ini dinyatakan di dalam Al-Qur`an, 

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلاَّ بِإِذْنِ الله كِتَاباً مُّؤَجَّلاً وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ
مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ الآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
[wamaa kaana linafsin an tamuuta illaa bi-idzni allaahi kitaaban mu-ajjalan waman yurid tsawaaba alddunyaa nu/tihi minhaa waman yurid tsawaaba al-aakhirati nu/tihi minhaa wasanajzii alsysyaakiriina]
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran [3]: 145)

Tak peduli cara berhitung apa pun yang dipakai seseorang atau seaman apa pun tempat tinggalnya, ia tidak dapat menghindari kematian. Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu sabda Nabi saw., “Jika Allah memutuskan bahwa seseorang akan mati di sebuah tempat, Allah membuatnya pergi ke tempat itu.” (Tirmidzi) 

Seseorang dapat pergi dari dunia ini kapan pun. Demikian pula orang yang menghindari kematian, tak peduli betapa kerasnya ia berjuang untuk tidak kehilangan orang yang dicintainya. Bahkan, jika segala daya upaya telah dilakukan, ia tidak dapat menghindari kematian. Orang tersebut akan menghadapi kematian di mana pun ia berada, sebagaimana disebutkan dalam ayat;

أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِ اللّهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُواْ هَـذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلًّ مِّنْ عِندِ اللّهِ فَمَا لِهَـؤُلاء الْقَوْمِ لاَ يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيث 
[aynamaa takuunuu yudrikkumu almawtu walaw kuntum fii buruujin musyayyadatin wa-in tushibhum hasanatun yaquuluu haadzihi min 'indi allaahi wa-in tushibhum sayyi-atun yaquuluu haadzihi min 'indika qul kullun min 'indi allaahi famaali haaulaa-i alqawmi laa yakaaduuna yafqahuuna hadiitsaan]
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memeroleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini adalah dari sisi Allah,’ dan kalau mereka ditimpa suatu bencana mereka mengatakan, ‘Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad).’ Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS an-Nisaa` [4]: 78)

Karena itu, solusinya bukan berusaha untuk menghindari kematian, tetapi bagaimana menyiapkan kehidupan untuk hari akhirat.

Kematian Adalah Awal, Bukan Akhir
Manusia yang miskin iman atau mereka yang tidak punya keimanan sedikit pun tentang akhirat, memiliki pandangan yang salah tentang kematian dan kehidupan setelah itu. Inilah sebabnya, sebagaimana disebutkan di awal, mereka percaya bahwa saat mereka kehilangan seseorang (karena kematian), mereka akan kehilangan untuk selamanya. Karena itu, menurut mereka, orang itu menyatu dengan tanah untuk sebuah kesia-siaan.

Sebaliknya, sebagian di antara mereka yang yakin akan kebenaran akhirat boleh saja menangisi kematian seseorang. Akan tetapi, Allah Mahaadil. Orang yang mati akan diberikan tabungan amalannya di dunia dan berdasarkan keputusan-Nya orang tersebut dibalas dengan kebaikan. Karena alasan itulah, bagi orang-orang yang memiliki keyakinan kepada Allah dan hari akhir-dan karena itu hidup mengabdi kepada Tuhannya-kematian adalah gerbang menuju kebahagiaan abadi. Akan tetapi, dari sudut pandang orang yang bodoh, yang menafikan akhirat dan meremehkan hari pembalasan, kematian adalah gerbang kesengsaraan abadi. 

Karena itu, sulit bagi mereka untuk menilai kematian sebagai suatu kebaikan. Bagi seorang muslim, kematian adalah awal dari sebuah kebebasan penuh.

Karena kematian dianggap sebagai hal terburuk yang dapat terjadi pada siapa pun, namun sebenarnya merupakan kebaikan bagi orang-orang beriman, maka reaksi mereka terhadap kematian dibedakan dengan jelas dari akhlaq atau sikap bodohnya akan hal itu. Sikap seorang mukmin terhadap kematian digambarkan dengan jelas dalam ayat;

وَلَئِن قُتِلْتُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَوْ مُتُّمْ لَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّهِ وَرَحْمَةٌ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ 
[wala-in qutiltum fii sabiili allaahi aw muttum lamaghfiratun mina allaahi warahmatun khayrun mimmaa yajma'uuna]
“Dan sungguh jika kamu gugur di jalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik (bagimu) dari harta rampasan yang mereka kumpulkan.” (QS Ali Imran [3]: 157)

Seperti halnya kehidupan, kematian seorang mukmin juga membawa kebaikan 
Dalam pandangan Allah, tingkatan istimewa menanti seorang mukmin yang syahid saat berjuang karena-Nya, karena kesyahidan adalah sebuah kemuliaan dan berkah yang memperbanyak balasan yang akan didapatnya di akhirat. 

Kematian seorang mukmin yang menjadikan satu-satunya tujuan hidupnya adalah menggapai ridha Allah dan mendapatkan surga-Nya, adalah sebuah peristiwa yang agung. Dengan memahami kabar gembira yang dicantumkan di dalam Al-Qur`an ini, seorang mukmin tidak pernah menangisi kematian mukmin lainnya yang mati karena Allah. Sebaliknya, ia melihat kebaikan dan berkah dalam kematian itu, dan mereka bergembira. Sesungguhnya, balasan terbesar adalah mendapatkan keridhaan Allah dan surga-Nya.

Seorang mukmin yang menghabiskan waktunya untuk melayani Allah akan dibalas dengan kebaikan. Contohnya Nabi Nuh a.s. yang diberi umur panjang oleh Allah. Karena manusia mulia ini berjuang di setiap detik kehidupannya, ia mendapatkan keridhaan Allah, kasih, dan surga-Nya. Usahanya dalam menambah balasan pahala di akhirat.

Sebaliknya, kaum yang kufur cenderung terjerumus ke dalam khayalan semu. Mereka mengira umur panjang adalah anugerah. Ayat di bawah ini menjelaskan kekeliruan tersebut.

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِّأَنفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُواْ إِثْماً وَلَهْمُ عَذَابٌ مُّهِينٌ
[walaa yahsabanna alladziina kafaruu annamaa numlii lahum khayrun li-anfusihim innamaa numlii lahum liyazdaaduu itsman walahum 'adzaabun muhiinun]
"Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya, Kami memberi tangguh kepada mereka supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS Ali Imran: 178)
Mereka yang menjadi bagian masyarakat bodoh yang menjadikan kesenangan sementara didunia ini satu-satunya tujuan hidupnya, menganggap umur yang panjang sebagai kesempatan untuk menikmati kesenangan dunia. Karena itu, mereka melupakan Allah dan hari pembalasan. Mereka tidak dapat menangkap nilai waktu yang mereka habiskan sia-sia. Bagaimanapun juga, seperti yang disebutkan dalam ayat di atas, waktu yang diberikan kepada mereka sebenarnya menghancurkan diri mereka sendiri.
Seseorang yang memikirkan hal ini akan memahami sepenuhnya bagaimana kita bisa menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, sesuai dengan pernyataan Allah,

“Bisa jadi seseorang membenci sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mungkin seseorang mencintai sesuatu, padahal itu buruk untuknya.”


[Dari: Harun Yahya]

Friday, September 3, 2010

Detik Detik Terakhir Kehidupan Rasulullah Saw


Inilah bukti cinta yang sebenar-benarnya tentang cinta, yang telah dicontohkan Allah SWT melalui kehidupan Rasul-Nya.

Pagi itu, meski langit mulai menguning di ufuk timur, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayapnya. Rasulullah dengan suara lemah memberikan khutbah terakhirnya:
“Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintaiku dan kelak, orang-orang yang mencintaiku akan masuk syurga bersama-sama denganku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu-persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, dada Umar naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba Rasulullah akan meninggalkan kita semua!” bisik hati para sahabat saat menangkap pandangan mata orang yang sangat mereka cintai.

Sosok mulia itu hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin terlihat saat Ali dan Fadhal dengan sigap memeluk Rasulullah yang terlihat sangat lemah ketika melangkah turun dari mimbar. Saat itu, jika saja mereka mampu, maka seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan berusaha keras menahan detik-detik yang berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalam, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan kening dan sekujur tubuh berkeringat membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang mengucapkan salam lalu meminta izin untuk masuk. “Bolehkah saya masuk?” pintanya dengan santun. Namun Fatimah yang menemui tamu ayahnya itu tidak mengizinkannya masuk. “Maafkanlah wahai tuan, ayahku sedang sakit." kata Fatimah yang kemudian membalikkan badan dan menutup pintu kembali. "Tidak mengapa," kata tamu itu lagi dari balik pintu, "saya akan bersabar menunggu di sini sampai sahibul bait bersedia menemui tamunya." lanjutnya lembut. Lalu ia pun duduk di salahsatu sudut di depan rumah Rasulullah. Fatimah memperhatikannya sejenak, kemudian kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya, “Siapakah yang datang itu, wahai anakku?”

“Tidak tahu, ayah. Sepertinya baru kali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lemah lembut. Mendengar itu Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian dari wajah anaknya itu ingin dikenangnya baik-baik.

“Ketahuilah, anakku. Dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah. "ijinkan ia masuk, dan katakan padanya bahwa aku sudah siap ... "

Mendadak hati Fatimah seakan luruh bagai gunung es yang tiba-tiba saja mencair. Namun sambil menahan ledakkan tangisnya, ia pun kemudian keluar mempersilakan sang tamu untuk masuk menemui ayahnya.

Saat melihat kedatangan tamunya itu, Rasulullah pun menanyakan mengapa Malaikat Jibril tidak menyertainya. Mendengar itu, maka atas ijin Allah SWT, dipanggilah Malaikat Jibril yang sebelumnya sudah bersiap untuk menyambut kedatangan ruh kekasih Allah dan penghulu dunia itu di langit.

Setelah mengetahui bahwa Malaikat Jibril telah berada di ruangan itu, maka Rasulullah pun berkata, “Wahai Jibril, jelaskan padaku apa saja hakku nanti di hadapan Allah?” pintanya dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka. Para malaikat telah menanti ruhmu. Sedangkan semua pintu surga terbuka lebar menanti kedatanganmu, ya, Rasulullah!” kata Malaikat Jibril.

Tapi, jawaban Jibril itu rupanya belum memuaskan hati Rasul, matanya masih memancarkan kekhawatiran dan tanda tanya. “Tidakkah engkau senang mendengar kabar ini, ya, Rasulullah?” tanya Malaiakat Jibril.

Seakan tak mengindahkan pertanyaannya, Rasulullah kembali berucap, “Kabarkanlah padaku bagaimana nasib umatku kelak setelah aku tiada." pintanya.

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah. Aku mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Malaikat Jibril meyakinkannya. Mendengar itu Rasululullah pun kemudian diam.

Detik-detik kian mendekat hingga tibalah saatnya Izrail, sang Malaikat Maut, melakukan tugasnya. Setelah lebih dulu menanyakan kesiapan Rasul yang dijawab dengan isyarat sebagai tanda sudah, maka perlahan-lahan ruh Rasulullah pun ditarik oleh Malaikat Maut.

Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Wahai Izrail, betapa sakitnya sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.

Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Malaikat Jibril pun memalingkan muka. “Jijikkah engkau melihatku hingga memalingkan wajah, wahai Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang sanggup menyaksikan kekasih Allah meregang nyawa?” kata Jibril sambil terus berpaling. Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, sungguh dahsyat rasa sakaratul maut ini! Hamba mohon timpakanlah semua siksa maut ini kepadaku saja, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah.

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seperti hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah. Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku - peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan. Para sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii ...... !!!” Terdengar ucapan terakhir Rasulullah sangat lirih, dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinar kemuliaan kepada umat manusia itu.

Hari ini, dapatkah kita mencintainya seperti beliau mencintai kita?


Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi.

Betapa besar cinta Rasulullah kepada umatnya.



[Disadur dari Blog Wawasan]


Tuesday, July 27, 2010

Sang pengunjung terakhir kita




بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala yang telah menganugerahkan nikmat umur, yang merupakan nikmat yang paling mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'aala.

Shalawat beserta salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman dengan kebaikan.

Saudaraku, tahukah kamu siapa pengunjung terakhirmu? Tahukah kamu apa tujuan ia berkunjung dan menemuimu? Apa saja yang dimintanya darimu?

Sungguh! Ia tak datang karena haus akan hartamu, karena ingin ikut nimbrung makan, minum bersamamu, meminta bantuanmu untuk membayar hutangnya, memintamu memberikan rekomendasi kepada seseorang atau untuk memuluskan upaya yang tidak mampu ia lakukan sendiri.!!

Pengunjung ini datang untuk misi penting dan terbatas serta dalam masalah terbatas. Kamu dan keluargamu bahkan seluruh penduduk bumi ini tidak akan mampu menolaknya dalam merealisasikan misinya tersebut!

Kalau pun kamu tinggal di istana-istana yang menjulang, berlindung di benteng-benteng yang kokoh dan di menara-menara yang kuat, mendapatkan penjagaan dan pengamanan yang super ketat, kamu tidak dapat mencegahnya masuk untuk menemuimu dan menuntaskan urusannya denganmu!!

Untuk menemuimu, ia tidak butuh pintu masuk, izin, dan membuat perjanjian terlebih dahulu sebelum datang. Ia datang kapan saja waktunya dan dalam kondisi bagaimanapun; dalam kondisimu sedang sibuk ataupun sedang luang, sedang sehat ataupun sedang sakit, semasa kamu masih kaya ataupun sedang dalam kondisi melarat, ketika kamu sedang bepergian atau pun tinggal di tempatmu.!!

Saudaraku! Pengunjungmu ini tidak memiliki hati yang gampang luluh. Ia tidak bisa terpengaruh oleh ucapan-ucapan dan tangismu bahkan oleh jeritanmu dan perantara yang menolongmu. Ia tidak akan memberimu kesempatan untuk mengevaluasi perhitungan-perhitunganmu dan meninjau kembali perkaramu!

Kalau pun kamu berusaha memberinya hadiah atau menyogoknya, ia tidak akan menerimanya sebab seluruh hartamu itu tidak berarti apa-apa baginya dan tidak membuatnya mundur dari tujuannya!

Sungguh! Ia hanya menginginkan dirimu saja, bukan orang lain! Ia menginginkanmu seutuhnya bukan separoh badanmu! Ia ingin membinasakanmu! Ia ingin kematian dan mencabut nyawamu! Menghancurkan raga dan mematikan tubuhmu! Dia lah malaikat maut!!!

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

قُلْ يَتَوَفَّاكُم مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِي وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ
“Katakanlah, ‘Malaikat Maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu; kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. As-Sajadah [29]: 11)

Dan firman-Nya:

إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ
“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (QS. Al-An'am [6]: 61)

Kereta Usia
TahukahAnda sekalian bahwa kunjungan Malaikat Maut merupakan sesuatu yang pasti? Tahukah Anda bahwa kita semua akan menjadi musafir ke tempat ini? Sang musafir hampir mencapai tujuannya dan mengekang kendaraannya untuk berhenti?

Tahukah Anda bahwa perputaran kehidupan hampir akan terhenti dan 'kereta usia' sudah mendekati rute terakhirnya?

Sebagian orang shalih mendengar tangisan seseorang atas kematian temannya, lalu ia berkata dalam hatinya, “Aneh, kenapa ada kaum yang akan menjadi musafir menangisi musafir lain yang sudah sampai ke tempat tinggalnya?”

Berhati-hatilah!
Semoga anda tidak termasuk orang yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan berikut ini:

فَكَيْفَ إِذَا تَوَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ
“Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (Maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka?” (QS. Muhammad [47]: 27)

Atau seperti yang tercantum dalam firman-Nya:

الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظَالِمِي أَنفُسِهِمْ فَأَلْقَوُاْ السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِن سُوءٍ بَلَى إِنَّ
اللّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَفَادْخُلُواْ أَبْوَابَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا فَلَبِئْسَ مَثْوَى الْمُتَكَبِّرِينَ
“(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata), ‘Kami sekali-kali tidak ada mengerjakan sesuatu kejahatan pun.” (Malaikat menjawab), “Ada, sesungguh-nya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan. “Maka masuklah ke pintu-pintu neraka Jahannam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombong-kan diri itu.” (QS. An-Nahl [16]: 28-29)

Tahukah Anda bahwa kunjungan Malaikat Maut kepadamu akan mengakhiri hidupmu? Menyudahi aktivitasmu? Dan menutup lembaran-lembaran amalmu?

Tahukah Anda, setelah kunjungan-nya itu anda tidak akan dapat lagi melakukan satu kebaikan pun? Tidak dapat melakukan shalat dua raka'at? Tidak dapat membaca satu ayat pun dari kitab-Nya? Tidak dapat bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, beristighfar walau pun sekali? Tidak dapat berpuasa sehari? Bersedekah dengan sesuatu meskipun sedikit? Tidak dapat melakukan haji dan umrah? Tidak dapat berbuat baik kepada kerabat atau pun tetangga?‘

Kontrak' amal Anda sudah berakhir dan engkau hanya menunggu perhitungan dan pembalasan atas kebaikan atau keburukanmu!

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

حَتَّى إِذَا جَاء أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِلَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا
إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ 
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikan lah aku (ke dunia).” Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguh-nya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu'minun [23]: 99-100)

Persiapkan Dirimu!
Mana persiapanmu untuk menemui Malaikat Maut? Mana persiapanmu menyongsong huru-hara setelahnya; di alam kubur ketika menghadapi pertanyaan, ketika di Padang Mahsyar, ketika hari Hisab, ketika ditimbang, ketika diperlihatkan lembaran amal kebaikan, ketika melintasi Shirath dan berdiri di hadapan Allah Al-Jabbar?

Dari ‘Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,

“Tidak seorang pun dari kamu melainkan akan diajak bicara oleh Allah pada hari Kiamat, tidak ada penerjemah antara dirinya dan Dia, lalu ia memandang yang lebih beruntung darinya, maka ia tidak melihat kecuali apa yang telah diberikannya dan memandang yang lebih sial darinya, maka ia tidak melihat selain apa yang telah diberikannya. Lalu memandang di hadapannya, maka ia tidak melihat selain neraka yang berada di hadapan mukanya. Karena itu, takutlah api neraka walau pun dengan sebelah biji kurma dan walau pun dengan ucapan yang baik.” (Muttafaqun 'alaih)

Berhitunglah Atas Dirimu!
Saudaraku, berhitunglah atas dirimu di saat senggangmu, berpikirlah betapa cepat akan berakhirnya masa hidupmu, bekerjalah dengan sungguh-sungguh di masa luangmu untuk masa sulit dan kebutuhanmu, renungkanlah sebelum melakukan suatu pekerjaan yang kelak akan didiktekan di lembaran amalmu.

Di mana harta benda yang telah kau kumpulkan? Apakah ia dapat menyelamatkanmu dari cobaan dan huru-hara itu? Sungguh, tidak!

Anda akan meninggalkannya untuk orang yang tidak pernah menyanjungmu dan maju dengan membawa dosa kepada Yang tidak akan memberikan toleransi padamu! (Abu Shofiyyah)


[Dari: Az-Zâ'ir Al-Akhîr, karya Khalid bin Abu Shalih]

Monday, July 26, 2010

Mengingat Kematian



Setiap jiwa pasti akan menemui ajalnya. Tiada satu jiwa pun yang kekal abadi hidup di dunia yang fana ini. Bila ajal telah tiba, tak ada yang bisa menghindar dan lari darinya. Bukan berarti kehidupan kita telah berakhir sampai disini. Tetapi telah berpindah dari alam fana ke alam berikutnya, yaitu alam kubur atau alam barzakh, yang termasuk salah satu bagian dari beriman kepada yaumil akhir (hari kemudian).

Para pembaca rahimakumullah,
Segala puji bagi Allah Yang membaguskan susunan ciptaan-Nya, Yang menciptakan langit dan bumi, mengatur rezeki dan makanan, Yang menghidupkan dan mematikan, serta Yang memberi pahala atas perbuatan-perbuatan baik. Shalawat dan salam bagi junjungan kita, Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, pemilik mukjizat yang nyata, yang dari cahayanya diperoleh eksistensi segala ciptaan.

MENGINGAT KEMATIAN

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ
وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَما الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan". (QS Ali Imran [3]:185)

Tidak ada satu makhluk pun yang akan hidup kekal abadi selamanya. Semua makhluk yg bernyawa pastilah akan merasakan pedihnya kematian.

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan".(QS Al-Ankabut [29]:57)

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Perbanyaklah mengingat sesuatu yang membinasakan kelezatan.”

Maksudnya, dengan mengingatnya, tinggalkanlah kelezatan-kelezatan duniawi yang menautkan hati kita padanya hingga terputus anggota-anggota badan kita darinya. Kemudian, hadapkanlah diri Anda sepenuhnya kepada Allah Azza wa Jalla.

Beliau SAW juga bersabda, “Kalaulah bintang liar mengetahui kematian sebagaimana halnya anak Adam, niscaya ia tidak akan berselera untuk makan sampai kenyang.” 

‘Aisyah, bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Ya Rasulullah, adakah seseorang bisa berkumpul dengan para syuhada?”

Beliau SAW menjawab,“Ya, orang yang mengingat mati dua puluh kali dalam sehari semalam”.

Alasan keutamaan dari semua ini adalah karena mengingat mati akan menyebabkan seseorang menjauhkan diri dari kesenangan duniawi dan melakukan persiapan untuk kebahagiaan akhiratnya. Sedangkan lupa kepada kematian akan mengajak manusia kepada ketekunan dalam mereguk kesenangan duniawi yang melalaikan.

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani berkata: “Seorang Mu’min adalah orang yang merasa asing di dunia, dan seorang zuhud adalah orang merasa asing di akhirat. Sedangkan orang yang ma’rifat adalah orang yang merasa asing terhadap segala sesuatu selain Allah SWT".

Hamba-hamba Allah yang arif dan waspada menyadari bahwa dunia yang fana ini adalah penjara bagi orang Mukmin, meskipun keluarganya bergelimang dengan harta dan menikmati kedudukannya, dan mereka tertawa dan bergembira di sekelilingnya, sesungguhnya bathin mereka merasa bagai berada dalam penjara. Kegembiraan tampak di wajahnya, tetapi hatinya berduka. Karena ia telah mengenal dunia, maka dunia itu telah ia ceraikan dari hatinya. Semula ia menthalaq dunia itu satu kali karena ia khawatir keadaannya akan berubah. Namun, manakala dibukakan baginya akhirat dan ia mendapatkan rezeki yang lebih baik, maka ia menthalaq dunia dua kali. Tetapi tampaknya dunia justru datang kepadanya dan memeluknya, lalu ia pun menthalaqnya tiga kali. Ia berdiri sepenuhnya bersama akhirat.

Ketika ia berdiri dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba bersinarlah cahaya Allah SWT., sehingga ia ceraikan pula akhirat. Dunia berkata kepadanya, “Mengapa engkau menceraikan aku?” Ia menjawab “Karena aku melihat yang lebih cantik dan lebih nikmat daripada kamu.”

Akhirat juga bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menceraikan aku?” Ia menjawab, ”karena kamu hanyalah gambar. Kamu bukanlah hakikat yang sebenarnya".

Ditempat lain Rasulullah SAW bersabda, "Persembahan orang Mukmin adalah bisa dipercaya”. 
Beliau mengatakan demikian karena dunia adalah penjara bagi orang Mukmin, sebaliknya dunia adalah surga bagi orang-orang kafir. Sebab, dunia itu senantiasa menjadi tempat untuk menahan kekerasan dirinya, mengendalikan syahwatnya, dan melawan setannya. Dengan demikian, kematian akan membebaskannya dari kesengsaraan ini, dan kebebasan itu merupakan persembahan baginya.
Beliau SAW juga bersabda,”Kematian adalah penebusan dosa bagi setiap Muslim”. Dengan ungkapan ini, yang dimaksudkan adalah seorang Muslim yang benar-benar taqwa.


Lihat artikel terkait di sini
[Dipetik dari Kitab: Mukasyafah al-Qulub, karya Imam al-Ghazali].

Thursday, July 22, 2010

Hari Kebangktan


Segala puji hanya milik Allah Azza wa Jalla, Tuhan seru sekalian alam. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan-Nya kepada junjungan kita, baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam beserta ahlul bait-nya, para shahabat Salaffus Shalih, para tabi'in, tabi'ut tabi'in serta seluruh umat Islam yang setia dan menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.   


Allah SWT berfirman:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِـي الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن قَالَ بَلَى وَلَـكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِي قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلَى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءاً ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْياً وَاعْلَمْ أَنَّ اللّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: 'Ya Allah, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati?' Allah berfirman: 'Apakah kamu tidak percaya?' Ibrahim menjawab, 'Bahkan (aku telah percaya), akan tetapi agar tenang hatiku...'." (QS Al-Baqarah [2]: 260).

Dalam Islam, yang termasuk dalam perkara aqidah adalah mempercayai hari kebangkitan atau mungkin lebih dikenal dengan judgment day alias hari pembalasan. 

Allah akan membangkitkan tulang-tulang manusia yang berserakan di dalam perut bumi kembali menjadi tubuh yang utuh berselimut daging dan terbungkus kulit untuk mempertanggung-jawabkan amal perbuatannya selama hidup di dunia yang fana ini.

I'tiqad atau kepercayaan ini berlandaskan pada beberapa ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan kuasa Allah dalam menghidupkan dan mematikan makhluq-makhluq-Nya.

Di antaranya kisah penyembelihan sapi betina dalam surah Al-Baqarah yang nantinya sebagai media untuk membangkitkan seorang Yahudi yang dibunuh tanpa diketahui pelakunya (QS Al-Baqarah [2]: 67-74),

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُواْ بَقَرَةً قَالُواْ أَتَتَّخِذُنَا هُزُواً قَالَ أَعُوذُ بِاللّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ
قَالُواْ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لّنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لاَّ فَارِضٌ وَلاَ بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُواْ مَا تُؤْمَرونَ
قَالُواْ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاء فَاقِـعٌ لَّوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ
قَالُواْ ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إِنَّ البَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِن شَاء اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ
قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لاَّ ذَلُولٌ تُثِيرُ الأَرْضَ وَلاَ تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لاَّ شِيَةَ فِيهَا قَالُواْ الآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُواْ يَفْعَلُونَ
وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْساً فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللّهُ مُخْرِجٌ مَّا كُنتُمْ تَكْتُمُونَفَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِي اللّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّهِ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." Mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil". Mereka menjawab: " Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu."

Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu". Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya".

Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."

Musa berkata: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata: "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya". Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu [1] [Karena sapi yang menurut syarat yang disebutkan itu sukar diperoleh, hampir mereka tidak dapat menemukannya].

Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: "Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!" Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti [2][Menurut jumhur mufassirin ayat ini ada hubungannya dengan peristiwa yang dilakukan oleh seorang dari Bani Israil. Masing-masing mereka tuduh-menuduh tentang siapa yang melakukan pembunuhan itu. Setelah mereka membawa persoalan itu kepada Musa a.s., Allah menyuruh mereka menyembelih seekor sapi betina agar orang yang terbunuh itu dapat hidup kembali dan menerangkan siapa yang membunuhnya setelah dipukul dengan sebahagian tubuh sapi itu].

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.
Juga kisah seorang musafir yang masuk pada satu desa yang sudah musnah, lalu Allah mengembalikan desa itu seperti sedia kala.

أَوْ كَٱلَّذِى مَرَّ عَلَىٰ قَرْيَةٍ وَهِىَ خَاوِيَةٌ عَلَىٰ عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىٰ يُحْىِۦ هَٰذِهِ ٱللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا ۖ فَأَمَاتَهُ ٱللَّهُ مِا۟ئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُۥ ۖ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ ۖ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۖ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِا۟ئَةَ عَامٍ فَٱنظُرْ إِلَىٰ طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ ۖ وَٱنظُرْ إِلَىٰ حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ ءَايَةً لِّلنَّاسِ ۖ وَٱنظُرْ إِلَى ٱلْعِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا ۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُۥ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
"Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: "Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman: "Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah me nghidupkan yang telah mati) diapun berkata: "Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS Al-Baqoroh [2]: 259)

Begitu pula kisah Nabi Ibrahim as tersebut di atas.
Sebagai seorang muslim yang sudah menyatakan percaya kepada enam rukun iman, yaitu percaya pada keberadaan Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para nabi dan rasul-Nya, taqdir dan juga hari akhir, maka tentu saja ia harus mempercayai kebangkitan manusia pada hari akhir tersebut.

Kalau kemudian kalangan materialis dan atheis mengingkari hari akhir, tidak lain dan tidak bukan karena hari itu belum terjadi. Namun, ketika Alquran menyebutkan peristiwa-peristiwa pembangkitan yang terjadi sebelum hari akhir, maka hati dan pikiran yang jernih akan mengakui kekuasaan Allah dalam membangkitkan yang mati dan juga mengakui keberadaan hari akhir yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.

Tak bisa dipungkiri kalau kemudian umat Islam yang meskipun jumlahnya lebih dari satu milyar ternyata kebanyakan dari mereka terkungkung pada pemikiran ala atheis dan materialis yang menyangka bahwa manusia hanya hidup sekali dan mati sekali. Meskipun dari mulut-mulut mereka mengakui keberadaan hari akhir yang merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini, namun sayangnya, perilaku mereka mengindikasikan bahwa mereka tidak pernah memikirkan apa yang mestinya hendak mereka siapkan untuk hari kebangkitan mereka kembali.

Suatu ketika Rasulullah saw ditanya, "Kapan hari kiamat?" Rasulullah saw menjawab, "Apa yang kamu persiapkan untuknya?" Alih-alih menjawab bahwa jawaban dari pertanyaan tersebut hanya pada Sang Pencipta hari kiamat, Rasulullah SAW malah mengingatkan si penanya dengan pertanyaan balik tentang apa yang harus disiapkan untuk menyambut hari itu.

Kembali kepada kisah Nabi Ibrahim as ketika beliau meminta Allah Ta'ala untuk menunjukkan kepadanya bagaimana cara Allah menghidupkan makhluk yang sudah mati.

Lalu, kelanjutan dari ayat di atas adalah perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk mencari empat ekor burung dan mencincangnya menjadi beberapa potong, lalu potongan-potongan tubuh burung tadi diletakkan pada beberapa bukit yang berbeda-beda, lalu Allah memerintahkan beliau untuk memanggil empat burung tadi dan dengan ajaib empat burung tadi terbang dari bukit-bukit itu menuju Nabi Ibrahim dalam keadaan hidup.

Begitu mudahnya Allah menghidupkan yang mati, lalu apa yang hendak kita siapkan jika kita dihidupkan lagi dari kematian seperti burung-burung itu?

Wednesday, June 30, 2010

Kabar tentang Kehidupan setelah Kematian




Setiap jiwa pasti akan menemui kematiannya. Tiada satu jiwa pun yang kekal abadi hidup di dunia yang fana ini. Bila ajal telah tiba, tak ada yang bisa menghindar dan lari darinya. Bukan berarti kehidupan kita telah berakhir sampai disini. Tetapi telah berpindah dari alam fana ke alam berikutnya, yaitu alam kubur atau alam barzakh, yang termasuk salah satu bagian dari beriman kepada yaumil akhir (hari kemudian).

Setiap ruh yang telah memasuki alam kubur akan mengalami fitnah kubur. 
Yaitu ujian berupa pertanyaan dari dua malaikat Munkar dan Nakir kepada si mayit tentang:

  • Rabbnya, 
  • Agamanya, 
  • Qiblatnya,
  • Imamnya dan 
  • Nabinya. 
Dari ujian ini akan diketahui apakah dia termasuk hamba-Nya yang jujur keimanannya sehingga berhak mendapatkan nikmat kubur, atau apakah dia termasuk yang dusta keimanannya sehingga berhak mendapakan adzab kubur.

Ini merupakan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang wajib bagi setiap mu’min untuk meyakini kebenaran akan adanya fitnah kubur, nikmat kubur dan adzab kubur.

Termasuk konsekuensi dari beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam adalah meyakini kebenaran apa yang dikhabarkan di dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang kejadian-kejadian di alam ghaib.

Di awal-awal ayat Al Qur’an Allah Ta’ala mengkhabarkan ciri orang-orang yang mendapatkan hidayah dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, diantaranya adalah orang yang beriman tentang perkara ghaib. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَوالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَأُوْلَـئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Orang-orang yang beriman kepada yang ghaib, menunaikan shalat dan menginfaqkan sebagian yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka pula beriman kepada apa yang diturunkan kepada mereka (Al Qur’an) dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya kehidupan akhirat. Mereka itulah yang mendapat petunjuk dari Rabb mereka dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al Baqarah [2]: 3-5)

Dalil-dalil yang menunjukan adanya fitnah kubur 
Antara lain firman Allah SWT:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي
الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
“Allah meneguhkan dengan al qauluts tsabit kepada orang-orang yang beriman dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS Ibrahim[14]: 27)

Di dalam ayat di atas menetapkan akan adanya fitnah kubur. Karena Allah Ta’ala memberikan kemulian kepada orang-orang yang benar-benar beriman dengan diteguhkannya al qaulul tsabit. Yaitu keteguhan iman si mayit di alam kubur ketika ditanya oleh dua malaikat. Sebagaimana hadits dari shahabat Al Barra’ bin ‘Azib, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

إِذَا أُقْعِِدَ الْمُؤْمِنُ فِي قَبْرِهِ أُتِيَ ثُمَّ شَهِدَ أَنْ لاَ إِله إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ فَذَالِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ
“Jika seorang mu’min telah didudukkan di dalam kuburnya kemudian didatangi (dua malaikat dan bertanya kepadanya) maka dia akan (menjawab) dengan mengucapkan dua kalimat syahadat";

أَنْ لاَ إِله إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
"Itulah al qauluts tsabit sebagaimana yang tertera dalam firman Allah Ta’ala di atas.”  [H.R. Al Bukhari no. 1379 dan Muslim no. 2871]

Ayat di atas juga sebagai dalil bahwa peristiwa fitnah kubur ini merupakan bagian dari hari akhir. Karena Allah Ta’ala menyebutkan peristiwa fitnah kubur ini dengan lafadz “wafil akhirah” yaitu di hari akhir.Demikian pula dari As Sunnah, dari shahabat Al Barra’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Abu Dawud 2/281, Ahmad 4/287 dan selain keduanya, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam mengisahkan peristiwa fitnah kubur yang akan dialami oleh orang mu’min dan orang kafir.

Keadaan orang mu’min ketika ditanya oleh dua malaikat, maka dia akan dikokohkan jawabannya oleh Allah SWT.

"Siapakah Rabb-mu?
Dia akan bisa menjawab: "Rabb-ku adalah Allah".
"Apa agamamu?!
Dia akan bisa menjawab: "Agamaku adalah Islam".
"Siapakah yang engkau imani?"
Dia akan bisa menjawab: "Imamku adalah al-Qur'anul Karim".
"Siapakah laki-laki ini yang diutus kepadamu?
Dia pun bisa menjawab: "Dia adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam"

(Demikianlah Allah Ta’ala pasti memenuhi janji-Nya sebagaimana dalam Q.S. Ibrahim: 27 di atas). Sebaliknya keadaan orang kafir ketika ditanya oleh dua malaikat, maka dia tidak akan bisa menjawab.

"Siapakah Rabb-mu?!
Dia akan menjawab: "Hah, hah, saya tidak tahu..
"Apa agamamu?
Dia akan menjawab: "Hah, hah, saya tidak tahu.
Lalu siapakah laki-laki ini yang diutus kepadamu?
Dia pun akan menjawab: "Hah.., hah.., saya tidak tahu."

Demikian pula hadits dari Ummul Mu’minin Aisyah, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

فَأُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّكُمْ تُفْتَنُوْنَ فِي قُبُورِكُمْ مِثْلُ أَوْ قَرِيْبٌ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Telah diwahyukan kepadaku sungguh akan ditimpakan fitnah kepada kalian di dalam kubur-kubur kalian seperti atau hampir mirip dengan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.” [H.R. Al Bukhari no. 87 dan Muslim no. 905].

Padahal fitnah Al-Masih Ad-Dajjal merupakan fitnah terbesar dari fitnah-fitnah yang terjadi sejak diciptakan Adam sampai hari kiamat nanti.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

مَا بَيْنَ خَلْقِ آدَمَ إِلَى قِيَامِ السَّاعَةِ أَمْرٌ أكْبَرُ مِنَ الدَّجَّالِ
“Tidak ada fitnah yang paling besar sejak diciptakan Adam sampai hari kiamat dibanding dengan fitnah Dajjal.” [HR. Muslim no. 2946]
Sehingga fitnah kubur itu pun amat mengerikan seperti atau hampir mirip dengan fitnah Dajjal, kecuali bagi orang-orang yang jujur keimanannya. Oleh karena itu bila si mayit telah dikuburkan maka dianjurkan bagi kita untuk mendo’akannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

اسْتَغْفِرُوا لأَخِيْكُمْ وَاسْأَلُوا لَهُ التَثْبِيْتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْئَلُ
“Mohonkan ampunan untuk saudaramu, dan mohonkan untuknya keteguhan (iman), karena sesungguhnya dia sekarang sedang ditanya.” [Shahihul Jami’ no. 476]

Adapun nama dua malaikat tersebut adalah malaikat "Munkar" dan "Nakir", sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi no. 1071, Ibnu Hibban no. 780 dan selain keduanya dari shahabat Abu Hurairah ?. Hadits ini dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1391.

Dalil-Dalil Adzab Kubur Dan Nikmat Kubur
Setelah mengalami proses fitnah kubur, maka akan mengalami proses berikutnya, yaitu proses nikmat kubur dan adzab kubur. Bila dia selamat dalam fitnah kubur maka dia akan mendapatkan nikmat kubur dan sebaliknya bila ia tidak selamat dalam fitnah tersebut maka dia akan mendapatkan adzab kubur.

Para pembaca rahimakumullah,
Proses ini pun merupakan perkara ghaib yang harus diyakini kebenarannya. Karena Allah Ta’ala dan Rasul-Nya telah mengkhabarkan peristiwa ini di dalam Al Qur’anul Karim dan As Sunnah An Nabawiyyah.

Di antara dalil dalam Al Qur’an yaitu firman Allah Ta’ala:

وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلآئِكَةُ بَاسِطُواْ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُواْ أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ آيَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“…, Alangkahnya dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang zhalim (kafir) berada dalam tekanan-tekanan sakaratul maut sedang para malaikat memukul dengan tangan mereka, sambil berkata: ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Pada hari ini (sekarang ini, sejak sakaratul maut) kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan. Karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah dengan perkataan yang tidak benar dan selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (QS Al An’am [6]: 93)

Berkata Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam kitab tafsirnya Taisirul Karimir Rahman: “Ayat ini sebagai dalil tentang adanya adzab di alam barzakh dan kenikmatan di dalamnya. Dan adzab yang diarahkan kepada mereka dalam konteks ayat ini terjadi sejak sakaratul maut, menjelang mati dan sesudah mati.”

Dalam (Q.S. Ghafir [40] ayat ke 46) Allah Ta’ala berfirman:

النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوّاً وَعَشِيّاً وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
(Salah satu bentuk azdab di alam barzakh nanti) "Neraka akan ditampakkan di waktu pagi dan petang kepada Fir’aun dan para pengikutnya. Kemudian pada hari kiamat (dikatakan kepada malaikat): Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.”

Berkata Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i: “Ayat di atas merupakan landasan utama yang dijadikan dalil bagi aqidah Ahlus Sunnah tentang adanya adzab di alam kubur.” (Lihat Al Mishbahul Munir)

Adapun dalil dari As Sunnah, diantaranya; hadits dari Al Barra’ bin ‘Azib r.a, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

اسْتَعِيْذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur (diulangi sampai 2/3 kali).” 

Kemudian Rasululah SAW berdo’a:
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari adzab kubur (sampai 3 kali).”

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam menggambarkan keadaan orang mu’min dengan dibentangkan tikar dari al jannah, dikenakan pakaian dari al jannah dan dibukakan pintu baginya ke arah al jannah yang mendatangkan aroma harum, serta diperluas tempatnya di alam kubur seluas mata memandang. Sebaliknya keadaan orang kafir, maka dibentangkan baginya tikar dari neraka, dibukakan pintu yang mengarah ke neraka yang mendatangkan panas dan aroma busuk, serta disempitkan tempatnya di alam kubur sampai tulang belulangnya saling merangsek. [H.R. Abu Dawud 2/281 dan lainnya].

Dalam riwayat Al Imam Ahmad 6/81 Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

اسْتَعِيْذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَإِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ حَقٌّ
“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur, karena sesungguhnya adzab kubur itu adalah benar adanya.”

Dalam hadits Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam pernah melewati dua kuburan. Kemudian beliau bersabda:

أَمَا إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ وَأَمَّا الآخَرُ فكَانَ لاَ يَسْتَنْزِهُ مِنْ بَوْلِهِ
“Kedua penghuni ini sungguh sedang mendapat adzab. Dan tidaklah keduanya diadzab karena melakukan dosa besar. Adapun salah satunya karena berbuat namimah (adu domba) dan yang kedua karena tidak membersihkan air kencingnya.” [H.R. Muslim no. 292]

Demikian pula do’a yang ditekankan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam sebelum salam ketika shalat:

اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِالْمَحْيَا وَ الْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari adzab jahannam, dari adzab kubur, dan dari fitnah selama hidup dan sesudah mati, serta dari fitnah Al Masih Ad Dajjal.” [H.R. Muslim dan selainnya, lihat Al Irwa’ no. 350]

Apakah adzab kubur dan nikmat kubur itu terus menerus? Adapun adzab kubur bagi orang kafir adalah terus menerus sampai datangnya hari kiamat.
Sedangkan bagi orang mu’min yang bermaksiat, bila Allah Ta’ala telah memutuskannya untuk mengadzabnya maka tergantung dengan dosa-dosanya. Mungkin dia diadzab terus menerus dan juga mungkin tidak terus menerus, mungkin lama dan mungkin juga tidak lama, tergantung dengan rahmat dan ampunan dari Allah SWT. Mungkin pula orang mu’min yang bermaksiat tadi diputuskan tidak mendapat adzab sama sekali dengan rahmat dan maghfirah Allah SWT. Semoga kita diselamatkan oleh Allah Ta’ala dalam fitnah kubur dan dari adzab kubur.
Para pembaca rahimakumullah,
Semua peristiwa yang terjadi di alam kubur itu merupakan perkara ghaib yang tidak bisa dinilai kebenarannya dengan logika, analisa dan eksperimen. Bahkan semua peristiwa di alam kubur itu amatlah mudah bagi Allah ?. Karena Allah Ta’ala memilki nama Al Qadir Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Sehingga peristiwa di alam kubur harus dinilai dan ditimbang dengan nilai dan timbangan iman. Karena ini adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akal dan logika manusia. Karena ini adalah perkara yang ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh kemampuan akal dan logika manusia. Sehingga bila ada manusia yang mati tenggelam dilaut yang badannya hancur dimakan ikan laut, atau manusia yang mati terbakar sampai menjadi abu sangatlah mudah bagi Allah Ta’ala untuk mengembalikannya.

Marilah kita perhatikan firman Allah Ta’ala
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنكُمْ وَلَكِن لَّا تُبْصِرُونَ
“Dan kami (malaikat) lebih dekat kepadanya (nyawa) dari pada kalian. Tetapi kalian tidak bisa melihat kami.” (QS Al Waqi’ah[56]: 85)

Ketika malaikat hendak mencabut nyawa seseorang, sesungguhnya malaikat tersebut ada disebelahnya tetapi ia tidak bisa dilihat oleh mata kepalanya. Demikianlah kekuasaan dan kagungan Allah Ta’ala yang tidak tidak bisa diukur dengan logika manusia.

[Sumber: Assyalafy.org]

Ziarah Kubur dalam bingkai As-Sunnah Nawabiah





Shalawat beserta salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman dengan kebaikan.

Para Pembaca rahimakumullah,
Islam adalah agama yang paling mulia di sisi Allah , karena Islam dibangun diatas agama yang wasath (adil) diseluruh sisi ajarannya, tidak tafrith (bermudah-mudahan dalam beramal) dan tidak pula ifrath (melampaui batas dari ketentuan syari’at). Allah berfirman: 

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ
"Dan demikian pula, Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang adil dan pilihan ” (QS Al Baqarah[2]: 143) 

Ziarah kubur termasuk ibadah yang mulia di sisi Allah bila dilandasi dengan prinsip wasath (tidak ifrath dan tidak pula tafrith). Tentunya prinsip ini tidak akan terwujud kecuali harus diatas bimbingan sunnah Rasulullah . Barangsiapa yang menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan satu-satunya, sungguh ia telah berjalan diatas hidayah Allah. 

Allah berfirman:
مَّا حُمِّلْتُمْ وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika kalian mentaati (nabi Muhammad ), pasti kalian akan mendapatkan hidayah (dari Allah).” (QS An-Nuur [24]: 54) 

Hikmah Dilarangnya Ziarah Kubur Sebelum Diizinkannya 
Dahulu Rasulullah melarang para sahabatnya untuk berziarah kubur sebelum disyari’atkannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: 

“Sesungguhnya aku dahulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah! Karena dengannya, akan bisa mengingatkan kepada hari akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah, dan jangan kalian mengatakan ‘hujr’ (ucapan-ucapan batil).” [H.R. Muslim], dalam HR. Ahmad disebutkan: “dan janganlah kalian mengucapkan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah.” 

Al Imam An Nawawi berkata: “Sebab (hikmah) dilarangnya ziarah kubur sebelum disyari’atkannya, yaitu karena para sahabat di masa itu masih dekat dengan masa jahiliyah, yang ketika berziarah diiringi dengan ucapan-ucapan batil. Setelah kokoh pondasi-pondasi Islam dan hukum-hukumnya serta telah tegak simbol-simbol Islam pada diri-diri mereka, barulah disyari’atkan ziarah kubur. (Al Majmu’: 5/310)

Tidak ada keraguan lagi, bahwa amalan mereka di zaman jahiliyah yaitu berucap dengan sebatil-batilnya ucapan, seperti berdo’a, beristighotsah, dan bernadzar kepada berhala-berhala/patung-patung di sekitar Makkah ataupun di atas kuburan-kuburan yang dikeramatkan oleh mereka. 

TUJUAN DISYARI'ATKANNYA ZIARAH KUBUR 

Para pembaca, marilah kita perhatikan hadits-hadits dibawah ini:

1. Hadits Buraidah bin Hushaib
Rasulullah bersabda:

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِياَرَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهاَ فَإِنَّهاَ تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ وَلْتَزِدْكُمْ زِياَرَتُهاَ خَيْرًا
“Sesungguhnya aku dahulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah karena akan bisa mengingatkan kalian kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian.” [HR. Muslim]

Dari sahabat Buraidah juga, beliau berkata: “Rasulullah telah mengajarkan kepada para sahabatnya, bilamana berziarah kubur agar mengatakan: 

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ 
لاَحِقُوْنَ أَنْتُمْ لَنَا فرَطٌ وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ وَأَسْأَلُ اللهَ لَنَا لَكُمُ الْعَافِيَةِ
“Assalamu’alaikum wahai penduduk kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Kami Insya Allah akan menyusul kalian. Kalian telah mendahului kami, dan kami akan mengikuti kalian. Semoga Allah memberikan ampunan untuk kami dan kalian.” [HR. Muslim 3/65] 

2. Hadits Abu Sa’id Al Khudri dan Anas bin Malik

فَزُوْرُوْهاَ فَإِنّ فِيهَا عِبْرَةً (وِفِي رِوَايَةِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ: 
تُرِقُّ الْقَلْبَ وَتُدْمِعُ الْعَيْنَ وَتُذَكِّرُ الْآخِرَةَ) 
“Sekarang berziarahlah ke kuburan karena sesungguhnya di dalam ziarah itu terdapat pelajaran yang besar…" . Dalam riwayat sahabat Anas bin Malik disebutkan: "… karena dapat melembutkan hati, melinangkan air mata dan dapat mengingatkan kepada hari akhir.” [H.R Ahmad 3/37-38, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal: 228]. 

3. Hadits ‘Aisyah ra
“Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam pernah keluar menuju kuburan Baqi’ lalu beliau mendo’akan kebaikan untuk mereka. Kemudian ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah tentang perkara itu. Beliau SAW berkata: “Sesungguhnya aku (diperintahkan oleh Allah) untuk mendo’akan mereka. [HR. Ahmad 6/252 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani , lihat Ahkamul Janaiz hal. 239]

Dalam riwayat lain, ‘Aisyah bertanya: “Apa yang aku ucapkan untuk penduduk kubur? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Ucapkanlah:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَيَرْحَمُ اللهُ 
الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالمُسَتَأْخِرِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ 
“Assalamu’alaikum wahai penduduk kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada orang-orang yang mendahului kami ataupun yang akan datang kemudian. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” [HR. Muslim hadits no. 974]

Dari hadits-hadits di atas, kita dapat mengetahui kesimpulan-kesimpulan penting tentang tujuan sebenarnya dari ziarah kubur: 

Memberikan manfaat bagi penziarah kubur yaitu untuk mengambil ibrah (pelajaran), melembutkan hati, mengingatkan kematian dan mengingatkan tentang akan adanya hari akhirat. 

Memberikan manfaat bagi penghuni kubur, yaitu ucapan salam (do’a) dari penziarah kubur dengan lafadz-lafadz yang terdapat pada hadits-hadits di atas, karena inilah yang diajarkan oleh Nabi , seperti hadits Aisyah dan yang lainnya. 

Bilamana ziarah kubur kosong dari maksud dan tujuan tersebut, maka itu bukanlah ziarah kubur yang diridhoi oleh Allah . Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullah mengatakan: “Semuanya menunjukkan tentang disyariatkannya ziarah kubur dan penjelasan tentang hikmah yang terkandung padanya yaitu agar dapat mengambil ibrah (pelajaran). Apabila kosong dari ini (maksud dan tujuannya) maka bukan ziarah yang disyariatkan.” (Lihat Subulus Salam, 2/162) 

CATATAN PENTING BAGI PEZIARAH KUBUR 
Pertama: Menjauhkan hujr yaitu ucapan-ucapan batil. Sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam: 

“… maka barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah dan jangan kalian mengatakan ‘hujr’ (ucapan-ucapan batil).” [H.R. Muslim], dalam HR. Ahmad disebutkan: “…dan janganlah kalian mengucapkan sesuatu yang menyebabkan kemurkaan Allah.” 

Berbicara realita sekarang, maka sering kita jumpai para penziarah kubur yang terjatuh dalam perbuatan ini. Mereka mengangkat kedua tangannya sambil berdo’a kepada penghuni kubur (merasa belum puas/khusyu’) mereka sertai dengan sujud, linangan air mata (menangis), mengusap-usap dan mencium kuburannya. Tidak sampai disini, tanah kuburannya dibawa pulang sebagai oleh-oleh keluarganya untuk mendapatkan barakah atau sebagai 'penolak bala’. 

Adakah perbuatan yang lebih besar kebatilannya di hadapan Allah dari perbuatan ini? 
Padahal tujuan diizinkannya ziarah kubur -sebagaimana yang telah disebutkan- adalah untuk mendo’akan penghuni kubur, dan bukan berdo’a kepada penghuni kubur.

Kedua: Tidak menjadikan kuburan sebagai masjid. 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

اللهمَّ لاَتَجْعَل قَبْرِيْ وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللهِ عَلى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
“Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai watsan (sesembahan selain Allah), sungguh amat besar sekali kemurkaan Allah terhadap suatu kaum yang menjadikan kuburan-kuburan para nabi sebagai masjid-masjid.” [HR. Ahmad]

Jika demikian, bagaimana besarnya kemurkaan Allah kepada orang yang menjadikan kuburan selain para nabi sebagai masjid? Makna menjadikan kuburan sebagai masjid mencakup mendirikan bangunan masjid di atasnya ataupun beribadah kepada Allah di sisi kuburan. Maka dari itu, tidak pernah dijumpai para sahabat Nabi meramaikan kuburan dengan berbagai jenis ibadah seperti shalat, membaca Al Qur’an, atau jenis ibadah yang lainnya. Karena pada dasarnya perbuatan itu adalah terlarang, lebih tegas lagi larangan tersebut ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

لاَتَجْعَلُوا بُيُوْتَكُمْ قُبُوْرًا وَلاَ تَجْعَلُوا قَبْرِيْ عِيْدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan dan jangan pula kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat yang selalu dikunjungi. Karena di manapun kalian bershalawat untukku, niscaya akan sampai kepadaku.” [HR. Abu Dawud]

Ketiga: Tidak melakukan safar (perjalanan jauh) dalam rangka ziarah kubur. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

لاَ تَشُدُّوا الرِّحاَلَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَساَجِدَ. مَسْجِدِي هَذاَ وَالْمَسْجِدِ الْحَراَمِ وَالْمَسْجِدِ اْلأَقْصَى
“Jangan kalian bepergian mengadakan safar (dengan tujuan ibadah) kecuali kepada tiga masjid: masjidku ini, Masjid Al-Haram, dan Masjid Al-Aqsha.” [HR. Al-Bukhari No. 1139 dan HR. Muslim No. 415]

Ziarah ke kubur Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam dan dua sahabatnya Abu Bakar dan Umar merupakan amalan mustahabbah (dicintai) dalam agama ini, namun dengan syarat tidak melakukan safar semata-mata dengan niat ziarah. Sehingga salah kaprah anggapan orang bahwa safar ke masjid An Nabawi atau safar ke tanah Suci (Masjidil Haram) hanya dalam rangka berziarah ke kubur Nabi dan tidak dibenarkan pula safar ke tempat-tempat napak tilas para nabi dengan niat ibadah, sebagaimana penegasan hadits di atas tidak bolehnya mengadakan safar dalam rangka ibadah kecuali ke tiga masjid saja.

Al Imam Ahmad meriwayatkan tentang kejadian Abu bashrah Al Ghifari yang bertemu Abu Hurairah. Beliau bertanya kepada Abu bashrah: “Dari mana kamu datang? Abu bashrash menjawab: “Aku datang dari Bukit Thur dan aku shalat di sana.” Berkata Abu Hurairah: “Sekiranya aku menjumpaimu niscaya engkau tidak akan pergi ke sana, karena aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda: “Jangan kalian bepergian mengadakan safar (dengan tujuan ibadah) kecuali kepada tiga masjid: masjidku ini, Masjid Al-Haram, dan Masjid Al-Aqsha.”

Adapun hadits-hadits yang beredar di masyarakat seperti:

مَنْ زَارَ قَبْرِي فَقَدْ وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِي
“Barang siapa yang berziarah ke kuburanku, niscaya baginya akan mendapatkan syafaatku.”

مَنْ زَرَانِي وَ زَارَ أَبِي فِي عَامٍ وَاحِدٍ ضَمِنْتُ لَهُ عَلَى اللهِ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa berziarah ke kuburanku dan kuburan bapakku pada satu tahun (yang sama), aku menjamin baginya Al Jannah.”

مَنْ حَجَّ وَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي
“Barangsiapa berhaji dalam keadaan tidak berziarah ke kuburanku, berarti ia meremehkanku”

Ketiga hadits yang beredar di tengah masyarakat tsb dhA’if (lemah) bahkan maudhlu’ (palsu), sehingga tidak diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhari, Imam Muslim, tidak pula oleh Ashabus-Sunan; Abu Daud, An-Nasai’ dan selain keduanya, tidak pula oleh Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Ats-Tsauri, Al-Auzai’, Al-Laitsi dan lainnya dari para imam-imam ahlu hadits. [lihat Majmu’ Fatawa 27/29-30].

Keempat: Tanah kubur Nabi tidaklah lebih utama dibanding Masjid Nabawi.
Tidak ada satu dalil pun dari Al Qur’an, As Sunnah ataupun perkataan dari salah satu ulama salaf yang menerangkan bahwa tanah kubur Nabi lebih utama dibanding Masjidil Haram, Masjid Nabawi atau Masjidil Aqsha. Hanyalah pernyataan ini berasal dari Al Qadhi Iyadh. Segala pernyataan yang tidak dilandasi dengan Al Qur’an ataupun As Sunnah sangat perlu dipertanyakan, apalagi tidak ada seorang pun dari ulama yang menyatakan demikian. (Lihat Majmu’ Fatawa 27/37)

Kelima: Tidak mengkhususkan waktu tertentu baik hari ataupun bulan. Karena tidak ada satu nash pun dari Al-Qur’an, As-Sunnah ataupun amalan para sahabat nabi yang menjelaskan keutamaan waktu tertentu untuk ziarah.

Keenam: Tidak diperbolehkan jalan ataupun duduk diatas kubur. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

لأَنْ يَجْلِسَ أَحَدُكُمْ عَلَى جَمْرَةٍ فَتُحْرِقَ ِثيَابَهُ فَتُخْلِصَ 
إِلَى جِلْدِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَجِلِسَ عَلَى قَبْرٍ
“Sungguh jika salah seorang diantara kalian duduk di atas bara api, sehingga membakar bajunya dan menembus kulitnya, lebih baik baginya daripada duduk di atas kubur”. [HR. Muslim 3/62]

لأَنْ أَمْشِي عَلَى جَمْرَةٍ أَوْ سَيْفٍ أو أَخْصِفَ نَعْلِي بِرِجْلِي أَحَبُّ 
إلَيَّ مِنْ أَن أَمْشِيَ عَلَى قَبْرِ مُسْلِمٍ
“Sungguh aku berjalan di atas bara api, atau (tajamnya) sebilah pedang, ataupun aku menambal sandalku dengan kakiku, lebih aku sukai daripada aku berjalan di atas kubur seorang muslim.” [HR. Ibnu Majah dan selainnya]


(Sumber: As-Syalafy.org)

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers