Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Tuesday, August 23, 2011

Agama Bangsa Arab Sebelum Kerasulan Nabi Muhammad SAW


Sebelum membaca artikel-artikel dalam kategori “Sirah Nabi” [1] yang membahas sejarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada baiknya jika kita melihat juga sejarah agama-agama bangsa Arab sebelum kerasulan beliau yang kita tahu merupakan rahmat bagi seluruh alam.

Allah menghendaki bahwa beliaulah yang membawa syari’at-Nya yang dengan itu, wajah dunia pada saat itu berubah menjadi jauh lebih terang, beradab dan lingkungan hidup yang jauh lebih baik. Untuk menggambarkann hal itu, maka hal yang perlu digambarkan secara ringkas pertama kali adalah keadaan Dunia, khususnya bangsa Arab, sebelum munculnya Islam.

Sebelum kedatangan Islam sebagai rahmat Allah untuk alam semesta ini, Jazirah Arab telah dihuni oleh beberapa ideolgi, keyakinan keagamaan. Agama-agama yang sudah ada pada sata itu adalah:

Yahudi
Agama ini dianut orang-orang Yahudi yang berimigrasi ke Jazirah Arab. Daerah Madinah, Khaibar, Fadk, Wadi Al Qura dan Taima’ menjadi pusat penyebaran pemeluknya.1Yaman juga dimasuki ajaran ini, bahkan Raja Dzu Nuwas Al Himyari juga memeluknya. Bani Kinanah, Bani Al Haarits bin Ka’ab dan Kindah juga menjadi wilayah berkembangnya agama Yahudi ini. [2]

Nashara
Agama ini masuk ke kabilah-kabilah Ghasasinah dan Al Munadzirah. Ada beberapa gereja besar yang terkenal. Misalnya, gereja Hindun Al Aqdam, Al Laj dan Haaroh Maryam. Demikian juga masuk di selatan Jazirah Arab dan berdiri gereja di Dzufaar. Lainnya, ada yang di ‘And dan Najran. Adapun di kalangan suku Quraisy yang menganut agama Nashrani adalah Bani Asad bin Abdil Uzaa, Bani Imri-il Qais dari Tamim, Bani Taghlib dari kabilah Rabi’ah dan sebagian kabilah Qudha’ah. [3]

Majusiyah
Sebagian sekte Majusi masuk ke Jazirah Arab di Bani Tamim. Di antaranya, Zaraarah dan Haajib bin Zaraarah. Demikian juga Al Aqra’ bin Haabis dan Abu Sud (kakek Waki’ bin Hisan) termasuk yang menganut ajaran Majusi ini. Majusiyah juga masuk ke daerah Hajar di Bahrain. [4]

Syirik (Paganisme)
Kebanyakan bangsa Arab menyembah patung berhala, bintang-bintang dan matahari yang oleh mereka dijadikan sebagai sesembahan selain Allah. Penyembahan bintang-bintang juga muncul di Jazirah Arab, khususnya di Haraan, Bahrain dan di Makkah, mayoritas Bani Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy. Sedangkan penyembahan matahari ada di negeri Yarnan.

Dahulu, kebanyakan bangsa Arab mengikuti agama Nabi Ibrahim dan dakwah Nabi Isma’il, mereka menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya dalam seluruh peribadatan. Setelah melewati beberapa masa, aqidah tauhid luntur. Meski demikian, mereka masih memiliki tauhid dan sebagian syiar agama Nabi Ibrahim sampai kota Makkah dikuasai Bani Khuza’ah. Bani Khuza’ah menguasai Ka’bah selama kurang lebih tiga ratus tahun atau lima ratus tahun. Mulai terjadinya penyembahan terhadap berhala (paganisme) di kalangan bangsa Arab, saat Bani Khuza’.ah dipimpin Amru bin Luhai Al Khuza’i.

Kisahnya sebagaimana disampaikan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab An Najdi, sebagai berikut:

“Adapun kisah Amru bin Luhai dan perubahan agama Nabi Ibrahim, bahwa ia seorang yang berkembang dalam sifat baik dan dermawan, serta memiliki semangat agama yang tinggi, sehingga orang-orang sangat mencintai dan mengikutinya. Karena sifat yang baik inilah, mereka mengangkatnya sebagai pemimpin. Dia pun menjadi penguasa Makkah dan Ka’bah. Bangsa Arab menganggapnya sebagai ulama besar dan wali."

“Pada suatu waktu, ia bepergian ke negeri Syam. (Di sana), ia melihat mereka (ahli Syam) menyembah patung berhala. Kemudian ia menganggap hal itu baik dan menyangkanya sebagai suatu kebenaraan, karena Syam adalah tempat para rasul dan turunnya kitab suci, sehingga mereka memiliki keutamaan dalam hal itu daripada ahli Hijaz dan yang lainnya."

“Dia pun kembali ke Makkah, (sambil) membawa patung Hubal dan menempatkannya di dalam Ka’bah, serta mengajak ahli Makkah untuk berbuat syirik. Ajakan itu mereka terima. Sedangkan ahli Hijaaz mengikuti ahli Makkah dalam agama, karena ahli Makkah adalah pemilik Ka’bah dan penduduk tanah suci”. [5]

Kemudian Amru bin Luhai mendapatkan patung-patung kaum Nabi Nuh yang telah terpendam akibat banjir taufan dan membagi-bagikan patung tersebut kepada kabilah-kablah Arab. Hal ini diceritakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab:

“Amru bin Luhai adalah seorang dukun yang memiliki jin. Berkatalah jin tersebut kepadanya:

“Percepat perjalanan dan kepergianmu dari Tuhamah dengan kebahagian dan keselamatan. Datangilah Jeddah, nanti kamu akan menemukan patung-patung yang telah jadi. Bawalah ke Tuhamah, dan jangan hadiahkan. Serulah bangsa Arab untuk menyembahnya, nanti mereka akan menerimanya,”

Lalu ia mendatangi Jeddah dan mencari patung-patung tersebut dan membawanya ke Tuhamah. Ketika datang musim haji, maka ia mengajak bangsa Arab untuk menyembahnya”. [6]

Oleh karena itu Rasulullah bersabda :

Aku melihat Amru bin A’mir bin Luhai menyeret ususnya di neraka, dan ia adalah orang pertama yang mencetuskan ajaran As Sayaaib[7]. [8]

Patung-patung tersebut adalah Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Allah menyebutkan dalam flrmanNya, (artinya):

Nuh: 23 Dan mereka berkata “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd. Dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr”.

Kemudian paganisme merambah ke seluruh bangsa Arab. Hingga akhirnya, setiap rumah memiliki berhala sendiri-sendiri dari berbagai macam benda yang mereka ciptakan sendiri-sendiri. Abu Ar Raja’ Al ‘Atharisi menceritakan:

Kami menyembah sebuah batu. Jika kami dapati batu lain yang lebih bagus, maka kami buang (yang pertama) dan kami ambil yang kedua. Jika kami tidak mendapati batu, maka kami kumpulkan tanah dan kami bershadaqah dengan susu, dan kami thawafi (kumpulan tanah tersebut). [9]

Diantara mereka ada yang menyembah pohon atau malaikat, dan menyatakan malaikat adalah anak perempuan Allah, sebagaimana dikisahkan Al Qur’an, artinya :

An Najm:2l Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki’laki dan untuk Allah (anak) perempuan?

Ada juga yang menyembah jin, lalu jinnya masuk Islam, dan penyembahnya masih menyembahnya. Ibnu Mas’ud menyatakan:

Dulu ada sejumlah orang yang menyembah sejumlah jin, lalu jin tersebut masuk Islam dan mereka (para penyembahnya) tetap berada pada agama mereka. Lalu turunlah firman Allah, (artinya) Al Isra’: 57 : Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmatNya dan takut akan adzabNya. Sesungguhnya adzab Rabb-mu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.

Tentang penyembahan mereka kepada malaikat dan jin, telah Allah kisahkan dalam firmanNya, (artinya):

Saba’:40-4l Dan (ingatlah) hari (yang pada waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Allah berfirman kepada malaikat’- “Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” Malaikat-malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka, bahkan mereka telah menyembah jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin itu”.

Bangsa Arab memiliki thaghut-thaghut, berupa rumah keramat menyamai Ka’bah. Diantaranya Al Laata dan Uzza. Mereka memperlakukannya sebagaimana memperlakukan Ka’bah.

Al Hunafa’
Meskipun pada waktu hegemoni paganisme di masyarakat Arab sedemikian kuat, tetapi masih ada beberapa orang yang dikenal sebagai Al Hanafiyun atau Al Hunafa’. Mereka tetap berada dalam agama yang hanif, menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya serta menunggu datangnya kenabian.

Diantara mereka adalah Qiss bin Sa’idah Al lyaadi, Zaid bin ‘Amru bin Nufail, Waraqah bin Naufal, Umayah bin Abi Shalt, Abu Qais bin Abi Anas, Khalid bin Sinan, An Nabighah Adz Dzubyani, Zuhair bin Abi Salma, Ka’ab bin Luai bin Ghalib, Umair bin Haidab Al Juhani, ‘Adi bin Zaid Al ‘Ibadi, penyair Zuhair bin Abi Salma, Abdullah Al Qudhaa’i, Ubaid bin Al Abrash Al Asadi, Utsman bin Al Huwairits, Amru bin Abasah Al Sulami, Aktsam bin Shaifi bin Rabaah dan Abdul Muthalib kakek Rasulullah[10]

--------------------
Catatan kaki:
[1] As Sirah An Nabawiyah Abdul Qadir Abu Faaris, Op.Cit. hlm.82.
[2] As Sirah An Nabawiyah Fi Dhu’l Al Mashadir Al Ashliyah. Op.Cit. hlm.71
[3] Ibid. hlm,71 -72
[4] Ibid, hlm. 71.
[5] Mukhtashar Sirat Ar Rasul, karya Muhammmad bin Adul Wahab At Tamimi, tahqiq Hana’ Muhammad Jazaamati, Cetakan Keenam, Tahun 1421 H, Dar Al Kitab Al Arabi, Bairut, hlm.15.
[6] Ibid, hlm. 50.
[7] As-Saya’ib: ‘Adalah onta yang tidak boleh diberikan beban dan dikhususkan untuk nadzar, sehingga dilepas makan minum apa saja dan tidak menjadi tunggangan.’
[8] HR Al Bukhari dalam Shahih-nya, Kitab Al Manaqib, Bab Qishah Khuza’ah, no. 3260.
[9] HR Al-Bukhari dalam Shahihnya, kitab Al Maghazi, Bab Wafd Bani Hanifah Wa Hadits Tsumamah bin Atsaal, no. 3027.
[10] As Sirah An Nabawiyah Fi Dhu’l Al Mashadir Al Ashliyah. Op.Cit. hlm.72 dan 77.


[Sumber: Majalah As Sunnah, Edisi 01, Tahun IX, 1426H, 2005]

0 Comments:

Post a Comment

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers