Seputar pendidikan Anak - I
Pembaca yang budiman,
Dalam Islam, keturunan disebut nasab. Sedangkan keturunan yang paling baik adalah keturunan Rasulullah SAW, disebut dengan syarafunasab (keturunan mulia).
Anak adalah nikmat karunia Allah yang tak ternilai dan pemberian yang tidak terhingga. Tidak ada yang lebih tahu besarnya karunia ini selain orang yang tidak atau belum memiliki anak. Kita lihat mereka ke sana ke mari mencurahkan tenaga, waktu dan biaya dalam usaha dan berobat untuk mendapatkan anak. Nikmat yang agung berupa anak ini merupakan amanah bagi dua orang tua, yang kelak akan diminta pertanggung jawabannya, apakah keduanya telah menjaganya atau justru menyia-nyiakannya.
Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam bersabda, "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang Imam adalah pemimpin dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya."
(Muttafaq 'alaih)
Mengenai besarnya tanggung jawab dalam mendidik anak, maka Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah telah menyatakan, "Barang siapa yang melalaikan pendidikan anaknya, yakni dengan tidak mengajarkan hal-hal yang bermanfaat, membiarkan mereka terlantar, maka sungguh dia telah berbuat buruk yang teramat sangat. Mayoritas anak yang jatuh di dalam kerusakan tidak lain karena kesalahan orang tuanya dan tidak adanya perhatian terhadap anak-anak tersebut. Juga tidak mangajarkan kepada mereka kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya, mereka telantarkan anaknya semenjak kecil, sehingga mereka tak dapat memberikan manfaat kepada diri sendiri dan orang tuanya, manakala mereka telah tua."
Untuk itu para orang tua selayaknya memperhatikan masalah-masalah penting seputar pendidikan anak. Di antara yang patut untuk kita renungkan adalah hal-hal berikut ini:
1. Tumbuhkan Jiwa Kehambaan
Nabi Ibrahim memohon agar diberikan keturunan yang taat, tunduk dan patuh kepada sang Maha Pencipta, dan berdo'a:
رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
"rabbanaa waij'alnaa muslimayni laka wamin dzurriyyatinaa ummatan muslimatan laka wa-arinaa manaasikanaa watub 'alaynaa innaka anta alttawwaabu alrrahiimu"
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang".(QS Al-Baqarah [2]:128)
Pada dasarnya tujuan pokok dalam mendidik anak adalah untuk menumbuhkan dan membangkitkan jiwa kehambaan dalam diri mereka. Menyiramkan dalam jiwa mereka dan senantiasa membiasakan sikap tersebut. Merupakan nikmat Allah adalah bahwa mereka diciptakan dalam keadaan fithrah Islam, sehingga yang dibutuhkan adalah menjaga, mengontrol dan memperhatikan agar tidak menyimpang dari fithrahnya.
2. Mendidik Anak adalah Ibadah
Seorang ayah dan ibu tatkala mendidik anak, memberi nafkah, menjaga hingga larut malam, mengawasi dan mengajar mereka, maka saat itu dia sedang melakukan ibadah kepada Allah. Bahkan ketika mengajak bergurau dan bercanda juga termasuk ibadah, jika memang diniatkan untuk itu. Memberi nafkah kepada keluarga -sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Muslim- adalah termasuk ibadah, dan bahkan pahalanya sangat besar melebihi infak kepada selainnya.
Dan dalam hadits muttafaq 'alaih Rasulullah SAW bersabda:
"Jika seseorang memberi nafkah kepada keluarganya dengan suatu nafkah untuk mengharap ridha Allah dalam nafkah tersebut, maka dia mendapat pahala shadaqah."
3. Ikhlas dalam Mendidik Anak
Orang tua dituntut untuk ikhlas di dalam mendidik anak. Jangan sampai pendidikan anak semata-mata hanya diniatkan untuk tujuan duniawi, menyekolahkan mereka hanya sekedar untuk meraih gelar dan ijazah. Karena tidak diragukan lagi bahwa kebaikan dalam mendidik anak adalah yang diniatkan untuk mencari pahala di sisi Allah. Adapun yang selain itu (seperti profesi, pekerjaan yang mapan, kedudukan dsb) adalah akan ikut dengan sendirinya, bukan tujuan satu-satunya.
Sebagai contoh, misalnya orang tua yang menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran, maka jangan semata-mata agar dapat meraih materi yang melimpah, namun lebih dari itu dengan tujuan untuk membantu kaum muslimin, mengobati mereka dan agar mereka tidak lari kepada dokter-dokter non muslim. Orang yang semata-mata mengejar materi tidak akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang mencari pahala dari Allah maka dia juga akan mendapatkan materi.
4. Jangan Lupakan Doa
Doa adalah ibadah. Para Nabi dan Rasul telah berdoa untuk kebaikan anak dan istri-istri mereka dengan doa-doa yang diabadikan dalam al-Qur’an. Berapa banyak orang yang tersesat, akhirnya mendapatkan petunjuk dengan sebab doa, dan juga amat banyak doa yang mempercepat dan mempersingkat proses pendidikan.
Oleh karenanya, kepada orang tua dianjurkan agar senantiasa mendawamkan doa, agar memperoleh berkah dari pasangan dan keturunannya...:
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماًوَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً
waalladziina yaquuluuna rabbanaa hab lanaa min azwaajinaa wadzurriyyaatinaa qurrata a'yunin waij'alnaa lilmuttaqiina imaamaan"
"Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa". (QS Al-Furqan [25]:74)
5. Mencari Penghasilan yang Halal
Merupakan kewajiban orang tua adalah selalu berusaha mencari harta yang halal dan menjauhi segala yang syubhat apa lagi yang haram, seperti mencuri, riba, suap dan lain sebagainya.
6. Teladan yang Baik
Teladan yang baik merupakan keharusan dalam sebuah proses pendidikan. Seorang Muslim mempunyai kewajiban memerintahkan keluarganya untuk mendirikan shalat. Tentu, mengajakmereka pun harus disertai kesabaran dan tawakal kepada Allah. Bersikap sabar dalam mengajak perbuatan baik akan menuai nilai-nilai keberkahan hidup. Maka orang tua hendaknya memberikan teladan yang baik kepada anak-anaknya, karena ketika seseorang memulai suatu amal kebaikan kemudian ada orang lain yang mengikutinya, maka dia mendapatkan pahala (seperti) pahala orang yang mengikutinya.
7.Memilih Metode yang Terbaik
Orang tua terkadang perlu mengetahui masalah-masalah yang berkaitan dengan pengetahuan umum dan memahami secara detail berbagai metode pendidikan yang terbaik. Jika perlu, minta pertimbangan kepada orang-orang yang ahli dalam bidang pendidikan, mendengarkan kaset atau membaca buku-buku tentang pendidikan.
8. Sabar
Seseorang terkadang kurang memperhatikan masalah kesabaran ini, padahal ketidaksabaran akan menjadi penghalang bagi suksesnya pendidikan anak. Kita hendaknya bersabar terhadap teriakan anak, sabar ketika anak sakit, sabar dalam memberi pengarahan, sabar ketika mengantar anak ke sekolah, sabar ketika berjalan bersama mereka menuju masjid dan lain sebagainya. Jangan mudah marah, emosi, bosan dan putus asa. Orang tua hanya diperintahkan untuk memberikan pendidikan kepada anak, adapun hidayah ada di tangan Allah. Maka hendaklah dia mencurahkan segenap kemampuan dan mencari segala sebab yang mengantarkan pada kesuksesan, serta jangan lupa selalu bersabar.
9. Menekankan Shalat
Shalat adalah kewajiban paling penting dan rukun terbesar dalam Islam setelah mengucap dua kalimat syahadat. Maka hendaklah setiap muslim selalu menekankan dan memperhatikan masalah shalat ini, baik terhadap diri sendiri maupun anak-anak. Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, "Perintahkan anak-anak kalian shalat saat mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya ketika berumur sepuluh tahun." Dalam mengerjakan shalat pun harus disertai dengan ketenangan, thuma'ninah, dan syarat rukunnya harus terpenuhi. Firman Allah SWT:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقاً نَّحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَ
"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa". (QS Thaha [20]:132)
Sebab bagaimana mungkin seorang ayah dan ibu senantiasa menganjurkan dan menyuruh anaknya shalat, tetapi dia sendiri tidak melakukannya?
10. Perhatikan Bakat dan Kemampuan Anak
Orang tua hendaknya memperhati kan kelebihan, bakat dan perbedaan masing-masing anak, dan bersikaplah adil terhadap mereka. Sebagian orang tua terkadang tidak memperhatikan kelebihan dan bakat anaknya, sehingga bakat mereka sia-sia dan tidak tersalurkan dengan baik. Ada di antara anak yang kuat hafalannya, namun hanya diajari menghafal nyanyian saja. Padahal jika diajarkan untuk menghafal al-Qur'an, maka itu jauh lebih baik.
11. Tanamkan Cinta kepada Allah
Tanamkan di dalam jiwa anak rasa pengagungan, kecintaan dan tauhid (pengesaan) kepada Allah. Peringatkan mereka dari berbagai kesalahan dalam hal akidah dan keyakinan, jangan sampai mereka terjerumus di dalamnya. Biasakan pula agar mereka melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar.
12. Memilihkan Teman yang Baik
Rasulullah bersabda,
“Seseorang itu tergantung pada perilaku dan kebiasaan temannya, maka salah seorang dari kalian hendaknya memperhatikan dengan siapa akan berteman.” (HR. Ahmad)
13. Luangkan Waktu
Sesibuk apa pun kita, maka jangan lupa luangkan waktu untuk anak-anak dan keluarga. Jadikan rumah sebagai oase iman, yang di dalamnya diajarkan sirah rasul, Kitabullah dan berbagai aktivitas yang positif. Jika suatu saat -karena banyak urusan- orang tua tidak sempat untuk memperhatiakn anak-anak, maka hendaknya berusaha mencari waktu lain ketika luang untuk memperhatikan mereka serta memberikan hak-hak mereka. Semoga Allah memberikan kepada kita semua keturunan yang shalih, yang mendatangkan kebaikan dan kebahagia an di dunia dan akhirat, amin ya Rabbal ‘alamin.
(Bersambung)
[Sumber: Buletin “Washaya Litarbiyatil Abnaa’, Abdul Malik al-Qasim dengan meringkas (Ibnu Djawari)]
0 Comments:
Post a Comment