Islam, Rahmat Bagi Alam Semesta

Tuesday, June 29, 2010

Nelayan dan seekor ikan




Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'aala yang telah menganugerahkan nikmat umur, yang merupakan nikmat yang paling mulia yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta'aala.

Shalawat beserta salam semoga selalu dicurahkan Allah Subhanahu wa Ta'aala kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarganya, para sahabatnya ridwaanulaahi ‘alahim ajma'in dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman dengan kebaikan.

Ahmad ibn Miskin r.a. salahseorang tabi'in besar menceritakan kisah seekor ikan, beliau berkata: Ada seorang laki-laki yang bernama Abu Nash as Shayyad. Ia hidup bersama dengan istri dan seorang putra dalam keadaan yang sangat fakir.

Pada suatu ketika, ia berjalan tak tentu arah dalam keadaan bingung dikarenakan istri dan putranya menangis kelaparan dan ia belum mendapatkan suatu apapun untuk nafkah keluarganya.

Tak lama kemudian, lewatlah ia di hadapan sang Syaikh kaum muslimin, yaitu Syaikh Ahmad Ibn Miskin dan ia berkata: "Aku kelelahan."

Maka berkatalah Syaikh tersebut kepadanya: "Mari, Ikutilah aku ke laut!"
Maka keduanya pun pergi kelaut.

Kemudian Syaikh tersebut berkata kepadanya: "Shalatlah dua raka'at!" 
Maka iapun shalat dua raka'at seperti yang diminta oleh sang Syaikh.

Kemudian Syaikh tersebut berkata lagi:
"Ucapkanlah Bismillah, dan selanjutnya lemparkanlah jaring ini ke laut!"
Abu Nash as Shayyad mengikuti semua perintah syaikh. 

Setelah membaca Basmalah ia pun melemparkan jaringnya ke tengah laut.
Dan ketika ditarik, ternyata jaring tersebut berisi seekor ikan yang sangat besar! 

Subhanallah!

Berkatalah sang Syaikh kepada Abu Nash: "Juallah ikan tersebut, dan hasilnya belikanlah makanan untuk keluargamu."

Maka ia pun menjual ikan tersebut ke pasar dan uang hasil penjualan ikan itu kemudian dibelikannya  dua buah fathirah (roti isi), roti yang satunya berisikan daging sedangkan yang lainnya berisikan manisan. Setelah membeli roti tersebut, lalu ia pun memutuskan untuk pergi mendatangi sang syaikh guna memberinya salahsatu roti isi. Maka pergilah ia menemui sang syaikh dan memberinya sepotong roti. Sang syaikh berkata kepadanya: "Seandainya kita hanya memberi makan untuk diri sendiri, tentu ikan tersebut tidak akan keluar."

Maksudnya, Syaikh melakukan kebaikan untuk mendapatkan kebaikan yang lain. Ia tidak menunggu dan mengharapkan upah pembayaran. Karenanya sang Syaikh mengembalikan roti tersebut dan berkata kepadanya: "Ambillah, (dan berikanlah) untuk diri dan keluargamu."

Dalam perjalanan pulang, lelaki itu bertemu seorang wanita yang sedang menangis karena kelaparan, dan bersamanya adalah anaknya yang masih kecil. Keduanya melihat kepada dua buah roti yang ada ditangannya itu dengan pandangan berhajat.

Lelaki itu bekata kepada dirinya sendiri: "Keadaan wanita ini mirip seperti istri dan putraku yang kesakitan karena menahan lapar, kepada siapakah harus kuberikan dua buah roti ini?"

Demi melihat kedua mata wanita tersebut, dia tak kuasa menahan iba terutama saat melihat butiran air mata yang mengalir dari kedua mata itu. Kemudian berkatalah ia kepada wanita itu: 

"Ambillah dua buah roti ini!"
Maka bersinarlah wajah wanita tersebut dan tersenyumlah putranya karena bahagia.

Setelah memberikan kedua potong roti isi tersebut kepada wanita dan putranya tadi, kembalilah dia dalam kebingungan, bagaimana akan memberi makan istri dan putranya?

Di tengah kebingungannya yang begitu rupa, tiba-tiba dia mendengar suara seorang laki-laki yang bereru: "Siapakah yang bisa menunjukkan kepadaku orang yang bernama Abu Nash as-shayyad?"

Maka orang banyakpun menunjuk kepada Abu Nash sehingga kemudian orang yang berseru tadi berkata kepada lelaki itu: "Sesungguhnya ayahandamu telah meminjamkan harta kepadaku sejak dua puluh tahun lalu. Kemudian dia wafat sementara aku belum melunasi hutangku itu. Maka ambillah 30 ribu dirham milik ayahandamu ini, wahai anakku". 

Abu Nashr as-Shayyad pun kemudian bercerita: "Sejak hari itu aku berubah menjadi orang yang paling kaya, memiliki beberapa rumah dan perniagaan, dan mampubershadaqah ribuam dirham sekali shadaqah sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT. Kemudian aku bangga terhadap diriku sendiri karena banyaknya bershadaqah.

Pada suatu malam akupun bermimpi dalam tidurku bahwa mizan timbangan amal telah di tegakkan. Lalu menyerulah seorang penyeru: "Hai, Abu Nashr as-Shayyad, kemarikan timbangan kebaikan dan keburukanmu!"

"Maka aku letakkan amal kebaikan dan keburukanku. Ternyata keburukan-keburukanku lebih berat daripada kebaikanku. Maka akubertanya: "Kemana harta yang dulu aku ber-shadaqah dengannya?"

Maka harta-harta itupun diletakkan untuk ditimbang. Ternyata pada setiap seribu dirhamnya terdapat nafsu jiwa berupa kebanggaan terhadap diri sendiri (riya'). Dan itu menyebabkan seakan-akan harta tersebut seperti gulungan-gulungan kapas yang amat ringan dan tidak bernilai sama sekali. Sebaliknya, keburukanku lebih berat dari kebaikanku.

Akupun menangis dan bertanya: "Di mana keselamatan?"
Lalu aku mendengar seorang penyeru berkata: " Apakah dia masih memiliki sesuatu?"
Maka aku mendengar seorang malaikat berkata:" Ya, dia masih memiliki dua buah roti isi."

Maka diletakkanlah dua buah roti isi tersebut di daun timbangan kebaikan itu hingga sejajar dengan daun timbangan keburukan.
Akupun takut!

Kemudian aku mendengar seorang penyeru berkata: "Apakah dia masih memiliki sesuatu?"
Maka aku mendengar seorang malaikat berkata: "Ya, dia masih memiliki sesuatu ..."

Akupun bertanya, "Apa itu?"
Maka dikatakanlah kepadaku: "Air mata wanita yang engkau beri dua buah roti isi".
Maka diletakkanlah air mata tersebut seperti batu di daun timbangan kebaikan itu hingga lebih berat dari daun timbangan keburukan.
Akupun bergembira.

Lalu aku mendengar seorang penyeru berkata: "Apakah dia masih memiliki sesuatu?"
Maka aku mendengar seorang malaikat berkata: "Ya, senyum anak kecil saat ia beri dua buah roti isi." Maka daun timbangan kebaikanpun semakin berat dan semakin berat mengalahkan daun timbangan keburukan.

Lalu aku mendengan seorang penyeru berkata: "Sungguh telah selamat, sungguh telah selamat!"

Akupun lalu terbangun dari tidur seraya berkata:
"Seandainya kita memberi makan diri kita sendiri maka ikan pun tidak akan mau keluar ......."

MAKA BERBUATLAH DENGAN IKHLAS!
BERBUATLAH IKHLAS WAHAI SAUDARAKU!


[Dari Qishah, oleh Musthafa Shadiq ar-Rifa'iy, Kitab Silsilah Hikayat Hawa]'


0 Comments:

Post a Comment

Folder Arsip

Loading...

Rekam Arsip

Rekomendasi Arsip

Followers